Australia dan Singapura Juga Terapkan Larangan Terbang untuk 737 Max 8

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Australia dan Singapura menambahpanjang daftar negara yang menerapkanlarangan terbangbagi pesawatBoeing 737 Max 8setelah Tiongkok, Indonesia, dan Ethiopia. Mereka menunggu informasi lebih lanjut mengenai isu keamanan terkait Boeing 737 Max 8 pasca kecelakaan ET 302 milikEthiopian Airlines, Minggu (10/3) lalu.

"Selama larangan terbang berlaku, Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) akan mengumpulkan lebih banyak informasi dan meninjau kembali risiko keamanan terkait pengoperasian kembali pesawat Boeing 737 Max 8 dari dan ke Singapura," ujar CAAS dalam keterangan tertulis, sebagaimana dilansirReuters, Selasa (12/3).

Beberapa jam kemudian, Otoritas Keamanan Penerbangan Sipil Australia mengeluarkan kebijakan serupa. Alasannya, mereka ingin meninjau kembali risiko keamanan yang mungkin dihadapi pengguna pesawat tersebut.

Silk Air, anak usaha Singapore Airlines, menghentikan sementara operasional 6 unit pesawat 737 Max 8. Di Brazil, Argentina, dan Meksiko beberapa maskapai penerbangan juga memutuskan untuk menerapkan larangan terbang pada pesawat jet jenis tersebut walaupun belum ada perintah resmi dari otoritas setempat.

Di Tiongkok, setidaknya ada 97 unit Boeing 737 Max 8 yang dilarang terbang. Di Indonesia, Lion Air Group mengandangkan 10 unit pesawat sedangkan Garuda Indonesia 1 unit. Adapun Ethiopian Airlines memiliki 8 unit Boeing 737 Max 8.

(Baca:Kemenhub Larang Boeing 737-8 MAX Garuda dan Lion Terbang Sementara)

Kecelakaan Tragis Pesawat Ethiopian Airlines

Seperti diketahui, pesawat Boeing 737 Max 8 milik Ethiopian Airlines hilang kontak dengan menara pengawas sekitar 6 menit setelah tinggal landas dari Bandara Internasional Bole, Addis Ababa, Ethiopia pada Minggu (10/3) pagi. Pilot sempat menyatakan ada gangguan dengan pesawat dan meminta kembali ke bandara.

Namun, nasib nahas menimpa pesawat yang membawa 149 penumpang dan 8 kru tersebut. Pesawat ditemukan jatuh berkeping-keping di kota Bishoftu, sekitar 62 kilometer dari Addis Ababa. Tidak ada penumpang dan kru yang selamat dalam kecelakaan itu.

Kecelakaan ini terjadi berselang lima bulan setelah tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat pada Oktober lalu yang menewaskan 189 penumpang dan kru pesawat. Sampai saat ini, belum ada laporan yang menyebutkan kedua kecelakaan ini saling berkaitan.

(Baca:Imbas Jatuhnya Pesawat Ethiopian Air, Harga Saham Boeing Anjlok 5%)

Badan Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) mengeluarkan notifikasi yang meminta Boeing mengubah desain pesawat 737 Max 8. FAA memberikan batas waktu hingga April 2019 bagi Boeing untuk menyelesaikan desain baru tersebut. Dalam suratnya, FAA meminta produsen pesawat terbang itu menyelesaikan peningkatan sistem kontrol penerbangan yang mengurangi ketergantungan terhadap prosedur yang terkait dengan hal-hal yang harus diingat oleh pilot.

FAA juga menyatakan Boeing berencana memperbarui ketentuan pelatihan dan pedoman yang diberikan kepada kru pesawat sesuai dengan perubahan desain menjadi sistem proteksi otomatis yang disebut Sistem Perpanjangan Karakteristik Manuver atauManoeuvring Characteristics Augmentation System(MCAS).

Perubahan desain pesawat 737 Max 8 mencakup aktivasi MCAS dan perbaikan sinyalangle of attack. Pada kecelakaan Lion Air, pilot melaporkan ada masalah pada sinyalangle of attack.

Pesawat 737 Max 8 merupakan varian yang paling laris dalam sejarah pesawat komersial modern buatan Boeing. Boeing menerima pesanan 4.700 unit 737 Max dari berbagai maskapai penerbangan internasional.

Harga saham Boeing Co sempat merosot lebih dari 10% sebelum ditutup minus 5,3% di level US$ 400 pada perdagangan Senin (11/3). Larangan terbang yang diterapkan beberapa negara terhadap pesawat Boeing 737 Max 8 dikhawatirkan membuat prospek penjualan produsen pesawat tersebut makin suram. 

(Baca:Lion Air Negosiasi Ulang Pembelian 222 Unit Boeing 737 Max)