Baca Hasil Rapor Gojek Sepanjang 2018, Terharu Tapi Bikin Nyesek!
Artikel ini adalah sepenuhnya opini penulis.
Uzone.id-- Marah-marah, tapi butuh. Hubungan menggemaskan ini tak hanya terjadi di antara hubungan asmara cewek dan cowok usia belia. Ini terjadi di hubungan saya dengan aplikasi Gojek.
Sebelum saya dikirabuzzeratauinfluencermacam Awkarin, saya sama sekali nggak di-endorseGojek, lho. Untuk Awkarin yang sedang demam berdarah, cepat sembuh, ya.
Bagi pengguna setia Gojek, pasti sudah membuka rapor tahunan yang diberi nama Laporan Kejog 2018. Konsepnya unik dan menarik. Kita sebagai pengguna Gojek, diposisikan seperti murid yang menerima rapor sekolah di akhir tahun. Seperti rapor, isi Laporan Kejog 2018 juga dilengkapi oleh kategori ‘pelajaran’, nilai berupa angka dan skor, serta keterangan.
Sebelum saya memamerkan pencapaian Laporan Kejog 2018 yang sangat membanggakan itu, saya mau curhat sedikit.
Setelah layanan Google untukbrowsing, bisa dibilang Gojek menjadi salah satu aplikasi yang saya buka setiap hari dan menyadarkan saya bahwa hidup tanpa teknologi itu mustahil.
Kalau berbicara tentang transportasi online Gojek, saya sudah menggunakan Gojek sejak April 2015.Kok hafal banget, sih? Tuh kan, beneran di-endorse. Astaga, udah dibilangin bukaninfluencer!
(Ilustrasi/dok. Reuters)
Alasan saya bisa ingat betul adalah, kala itu saya memesan ojek online Gojek sekitar pukul 12.30 WIB dari kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan menuju Gandaria City. Melihat peta digital, jaraknya sekitar 7-8 kilometer.Yaaa, nggak sampai 10 kilometer deh intinya. Saat itu, helm dan jaket hijau khas Gojek di jalan raya belum seramai sekarang. Malah, masih cukup jarang.
Selain mau pamer kalau saya lebih dulu hits dibanding kalian, dulu Gojek belum ada promo-promo ajaib. Kalau dibandingkan dengan sekarang, jauh bangetbebharganya. Waktu itu, ongkos saya Rp48 ribu. Selain ongkos yang mahal dan masihcashpula, yang membikin saya ingat dengan perjalanan ini adalah saya bikin video untuk teman saya yang sedang berulang tahun. Penting banget ‘kan alasannya.
Anyway…walaupun waktu itu sempatshockkarena mahal banget, gue akui itu adalah pengalaman baru karena mendapat pelayanan istimewa seperti diberi masker (bukan baperan kok, dikasih masker aja langsung bahagia gitu ya), helm mentereng hijau muda dengan nama brand terpampang, serta ada perasaan aman karena sidriverpasti lebih hati-hati dalam mengemudi.
Dari situ, saya mengikuti perkembangan Gojek, baik secara tuntutan pekerjaan sebagai jurnalis maupun sebagai konsumen. Saya melalui fase di mana Gojek memberi promo gila Rp10 ribu ke mana saja saat bulan Ramadan 2015, bakar duit demi bersaing dengan Grab dan Uber (saat itu), dan beli roti pakai Go-Mart padahal jarak kantor dengan minimarket nggak cuma 1 kilometer. Sebel nggak bacanya?
Belum lagi soal "marah-marah tapi butuh" yang gue sebut di atas. Semakin banyak layanan Gojek, maka semakin tertantang pula emosi jiwa ini. Sederhana, saya semakin merasa butuh. Pergi dengan jarak 2-3 kilometer aja, langsung pesan. Lapar dikit, cek makanan did Go-Food. Semakin sering memesan, semakin sering berhadapan dengan berbagai jenis driver. Sudah menjadi makanan sehari-hari kalau pesanan tiba-tiba dibatalkan secara sepihak, atau nomor telepon tidak bisa dihubungi. Kesalnya sampai ke ubun-ubun! Lucunya, saya tetap saja butuh... Kan bete nggak bisa jual mahal!
Baca juga:5 Hal Menarik dari Ekspansi Gojek ke Singapura
Itu gambaran kecil bagaimana saya sangat bergantung dengan layanan satu ini. Balik lagi ke Laporan Kejog 2018, saya sih sudah mengira kalau skor saya sepanjang 2018 ini tidak akan mengecewakan. Ibarat anak SD, saya optimis dapat nilai bagus danrankingtinggi yang bikin mama papa bertekuk lutut jika saya meminta hadiah apa saja.He-he-he.
Di hari pertama tahun 2019, saya melihat ada notifikasi di kolomInbox. Setelah membuka Laporan Kejog 2018, halaman pertama sudah pasti nama yang kita daftarkan di dalam aplikasi. Geser ke kiri, diperlihatkan hasil ‘pelajaran’ pertama: Mobilitas.
(Uzone.id/Hani Nur Fajrina)
Sesuai namanya, Mobilitas menilai aktivitas pergerakan kita sebagai pengguna dengan layanan Gojek. Sepertinya sih bukan cuma ojek online saja yang dinilai, tapi juga Gocar. Sepanjang 2018, saya tercatat menggunakan layanan ini 541 kali dengan total jarak tempuh 3.879,1 kilometer.Wow. saya lumayan terpana. Angka tersebut bisa membawa saya dari Jakarta menuju Taipei, Taiwan yang setara 3.823,79 kilometer. Kali aja ketemu para pemain ‘Meteor Garden’. Luar biasa memang pergerakan saya. Gara-gara ini, Gojek memberi nilai Mobilitas saya dengan ponten A.
Halaman berikutnya membahas tentang Nafsu Makan. Saya mendapat skor B dengan keterangan 42 kali pesan Go-Food dan makanan yang paling sering dipesan adalah mie. Lalu di kolom “Pesan Guru” oleh Gojek, saya disinyalir dietlow-carb-- setiap merasalowsaya makan karbohidrat.
Duh, Bu Guru di Gojek agak sok tahu memang. Saya sering pesan mie karena menyukai berbagai macam mie seperti mie Bangka, mie Aceh, mie ayam, dan mie lain. Tapi tak apa, bisa dimaafkan.
(Uzone.id/Hani Nur Fajrina)
Lanjut ke halaman berikutnya, ‘pelajaran’ Kedermawanan. Agaknyesekkarena diberi ponten C gara-gara dari 410 kali memakai layanan Gojek, saya dibilang jarang memberi uang tambahan aliastipkepadadriver. Saya dibilang, “sebenarnya seorang yang dermawan tapi memang pikun.”
Serius u!?!?!Padahal saya sudah berusaha murah hati, murah senyuman, serta murah rezeki kepada mereka! Saya nggak pernah ngutang, bayar selalu tepat waktu yakni ketika turun dari kendaraan, dan hobi menulis komentar setelah memberi bintang kepada driver! Saya sering menulis, “bapak, terima kasih banyak ya! Bapak jadi pahlawan saya hari ini, sudah rela panas-panasan!”
(Uzone.id/Hani Nur Fajrina)
Eh, bentar…he-he-heiyadeng, saking semangatnya memberi bintang lima dan menulis komentar manis, tampaknya saya sering kelupaan untuk menekan jumlah uang tip untuk driver. Baiklah, kali ini saya terima masukan dari “Pesan Guru” Gojek.Hiks, terharu udah diingetin. Pacar saya aja nggak segitunya kalaungingetinmakan.
Halaman selanjutnya adalah Akhlak. Saya mendapat skor B. Di ‘pelajaran’ ini difokuskan kepada seberapa sering kita membatalkan orderan. Saya tercatat membatalkan 111 kali. Namun, kali ini komentar di kolom “Pesan Guru” beneran nyesek.
“Jangan cepat puas karena B tidak melulu berarti Bagus, bisa juga berarti Biasa aja.”
(Uzone.id/Hani Nur Fajrina)
Serius u!?!?!Gojek nggak tahu aja nih, kalau saya tipe pengguna yang mikir 20 kali untuk membatalkan orderan, atau menceklis opsi alasan kenapa membatalkan mereka karena saya tahu, kalau diceklis itu bisa saja mengurangi performa mereka.
Gojek nggak tahu juga sih nih, kalau saya jarangbuaaaangetmemberi bintang di bawah 2 meskipun sidrivernyetirnya nggak enak,ngebutnggak jelas, seringnyalipyang bikinngilu, nggak menawarkan jas hujan,driverGocar ketus, dan lain sebagainya. Semuanya demi tidak menjadi pribadivillainseperti Thanos yang membuat banyak orang menderita. Akhlak saya masa cuma B, sih?
Saya nggak pernah lupa juga momen-momen menyebalkan kalau driver masih aja malas membukamaps, ujung-ujungnya minta saya arahkan, sok tahu pula...
Belum lagi saya pernah lho jatuh dari motor si driver Gojek, tapi tetap saya kasih bintang 4 dan dibilangbloonoleh orang-orang di sekitar saya. Memang agakbloonsih kalau itu.Ha-ha-ha.Plis, jangan pakai alasan, “baik hati dan bloon memang beda tipis, kak” karena saya memang anaknya penyabar!
Saya yakin pesanan saya yang dibatalkan oleh paradriverjuga tercatat sama banyaknya, Jek! Jek, di-PHP-indrivertuh sakitnya sama-sama juga di hati. Udah girang pesanan diambil, chat dengan riang gembira, “mas, di mana? Bisa jemput saya, kan?”Eh, 15 detik kemudian tiba-tiba udah hilang. Belum ketemu aja dia sudahilfeelsama saya, kurang sedih apa, coba? Atau momen-momen yang bikin elus dada berkali-kali kalaudriversudah banyak alasan hanya supaya kita membatalkan pesanan.Argh!
Demi membuktikan kalau diri saya ini penyabar, saya tunggu pembaruan Rapor Kejog 2019 dengan penambahan ‘pelajaran’ Kesabaran ya, Jek.
Serius, ini. Saya tungguin dengan sabar.
Ditunggu, lho, Jek… Cepetan!!!