Bagaimana Hukum Jual Beli Online?

pada 3 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Pertanyaan (Rifa, bukan nama sebenarnya):

Bagaimana hukumnya jual beli dengan sistemdropship?

Jawaban (UstadzZainol Huda):

Memesan barang atau melakukan transaksi jual beli untuk dijual kembali dalam dunia bisnis online dikenal dengan istilahresellerdandropshipper.

Dropshipsendiri merupakan sistem yang banyak digandrungi dan berkembang dengan maraknya penjualan barang secara online. Dropship adalah sistem dengan teknik pemasaran di mana penjual tidak menyimpan stok barang. Penjual hanya melakukan promo dionline marketplace, baikFacebook, Instagram,atauonline shop

Ketika mendapatkan order dari customer, barulah si penjual meneruskan order dan detail pengiriman barang ke supplier terkait. Kemudian barang langsung dikirim dari supplier ke alamat pembeli atas namadropshipper.  

Dropshippertidak menyimpan stok barang. Inilah yang membedakan antararesellerdandropshiper.Resellerharus mempunyai modal terlebih dahulu untuk menyetok barang jualannya, sementaradropshippertidak perlu merogoh modal untuk kepentingan stok barang.Dropshiperbisa langsung menjual produk hanya dengan posting gambar dan spesifikasi produk. 

Lalu, bagaimanakah fikih melihat model transaksidropshipini, di manadropshiperbelum memiliki barang yang akan dijual?

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تَبِيْعَنَّ شَيْئًا حَتَّى تَقْبِضَه. 

Janganlah kamu menjual sesuatu sehingga kamu (benar-benar) menerimanya (HR. Baihaqi no. 10998).

Berdasarkan hadis ini, seorang penjual dilarang untuk menjual barang yang ia beli dari orang lain, sementara barang tersebut belum diterima. Karena selama barang belum diterima, transaksi berpotensi gagal, seperti barang rusak dan lain-lain. 

Sedangkan bagi penjual yang sudah kadung menjual barang yang belum di tangannya, hal ini bisa merugikan pembeli baru. Andaikan barang rusak, maka transaksi jual beli yang pertama menjadi batal, sedangkan transaksi yang kedua dengan sendirinya menjadi terbatalkan 

Ulama berbeda pendapat terkait masalah jual beli barang yang belum ada (barangnya). Menurutulama Hanafi,praktik yang demikian tidak diperbolehkan, karena mengandung potensi resiko kegagalan transaksi yang bisa disebabkan pada kerusakan pada objek transaksi (mabi’). 

Jual beli dengan risiko yang belum jelas dan memiliki banyak kemungkinan yang akan terjadi, tidaklah diperbolehkan. Alasan mendasar dari ulama yang melarang hal ini karena praktik tersebut mengandung resiko (gharar).

Ketidakbolehan ini berlaku terhadap barang-barang yang bisa dipindahkan saja, sementara untuk tanah dan bangunan,Imam Abu HanifahdanAbu Yusufmemperbolehkan untuk menjual kembali barang tersebut meskipun barang tersebut belum diterima, dengan alasan barang jenis tersebut tidak mudah rusak, sehingga tidak mengandung risiko besar.

Adapun menurutulama Maliki,larangan menjual kembali barang yang belum diterima (qabdl) hanya berlaku pada makanan saja, sementara selain makanan boleh dijual kembali meskipun belum diterima. 

Sedangkanulama Hanbalihanya membatasi ketidakbolehan menjual kembali barang yang belum diterima pada makanan-makanan yang dapat diukur kadarnya dengan takaran atau timbangan (al-muqaddarat) seperti misalnya beras ataupun gandum, selain barang jenis ini menurutnya boleh. 

Sementara menurutImam Syafii, Muhammad bin Al-Hasan, dan Imam Zufarberpendapat bahwa tidak boleh menjual barang apa pun yang belum menjadi miliknya secara utuh (sebelum barang diterima), ini didasarkan pada keumuman teks hadis di atas. 

Argumentasi yang dibangun adalah praktik menjual barang kembali sebelum barang diterima merupakan transaksi yang batil, dikarenakan penjual kedua (dropshipper) dianggap belum mampu menyerahkan barangnya, sebab barang tersebut belum ada dalam genggamannya. 

Selama barang belum dalam genggaman, maka kepemilikannya terhadap barang tersebut dianggap kepemilikan yang tidak tetap. Sementara dalam transaksi jual belimabi’,penjual harus memenuhi syarat kepemilikan yang sempurna (al-milk al-tamm). 

Pada praktiknya, terkadang antara pihakdropshipperdengansupplierjarang yang saling mengenal, bahkan mungkin tidak pernah saling komunikasi secara khusus (bertemu). Tapi, keduanya biasanya berada dalam satu grup komunikasi online yang sama, misalnya, WAG (WhatsApp Group), dll. 

Sebelum jual beli terjadi,dropshipper  biasanya hanya men-share gambar-gambar atau keterangan tentang spesifikasi barang saja, tanpa melakukan transaksi jual beli dengansupplier. Ketika order sudahdealdi antaradropshiperdengan pembel, barulah sidropshippermelakukan transaksi dengansupplier.

Persoalan di atas selain dapat disandarkan pada perbedaan ulama yang beragam, praktik seperti ini juga dapat dikategorikan ke dalam akad perwakilan (wakalah).Dropshipperbertindak sebagai wakil, sedangkansupplieradalahmuwakkil(orang yang mewakilkan untuk menjualkan barang-barangnya). 

Dalam akadwakalah, sebagaimana juga dengan akad-akad yang lain, harus terdapatijab qabul(transaksi) antara dua pihak. Bentukijab qabulsangatlah variatif dan dinamis tidak melulu harus ungkapan verbal, misalnya, “Aku wakilkan kepadamu untuk…”, akan tetapi formatijab qabulharus terus bergerak dan berubah menyesuaikan zaman. 

Ungkapan semisal, “Silakan kamu jual barang-barangku, silakan pasarkan barang-barang ini ke pelangganmu,” dan seterusnya, juga merupakan bentukijab. Bahkan,  tanpa ungkapan verbal pun hal tersebut tetap boleh. 

Sahabat KESAN yang budiman, dengan hanya membuat grup WhatsApp dan mengizinkan siapa pun bergabung ke dalam grup tersebut melalui tautan link yang sengaja disebarkan, seolah-olah sisuppliertelah mengatakan, “Saya izinkan siapa pun yang ada di grup ini untuk memasarkan barang-barang saya”. Kondisi ini sudah cukup dianggap sebagai bentukijab

Referensi:Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj Syarh al-Minhaj, Juz XVIII, Hal. 50, Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, Juz  V, hal. 149-150., Abu Al-Mahasin Abdul Wahid bin Isma'il Ar-Ruyani, Bahru al-Mazhab Li Al-Ruyani, Juz IV, hal. 509. Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, Juz  V, hal. 150). Wahbah al-Zuhailiy, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, Juz IV, hal. 743. 

###

*Jika artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.Downloadatauupdateaplikasi KESAN diAndroiddan diiOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan. 

**Punya pertanyaan terkait Islam? Silakan kirim pertanyaanmu kesalam@kesan.id