Bappenas Ingin Pekerja Informal Mendapat Jaminan Pensiun
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) ingin meninjau ulang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Ketenagakerjaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perlindungan ekonomi terhadap pekerja informal.
“Perlu dipertimbangkan peninjauan ulang peraturan agar pekerja bukan penerima upah (informal) juga dapat diikutsertakan dalam program jaminan pensiun,” kata Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Rahma Iryanti di kantornya, Selasa (4/4).
(Baca juga: Peserta BPJS Ketenagakerjaan Juga Bisa Dapat KPR dari 4 Bank)
Di antara regulasi yang harus ditinjau ulang adalah Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun. Sebab, aturan tersebut membatasi pensiun hanya untuk pekerja formal.
Sementara, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 1 tahun 2016 sebenarnya memungkinkan pekerja informal mendapat jaminan pensiun. Hanya saja, peraturan tentang Tata Cara Penyelenggaran Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua bagi Pekerja Bukan Penerima Upah ini membatasi usia untuk pendaftaran pertama maksimal 56 tahun. Padahal, banyak pekerja informal yang tetap aktif hingga lanjut usia.
Hal tersebut dinilai tak sesuai denganUndang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sementara di lapangan, hal ini berdampak pada rendahnya partisipasi pekerja informal dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
(Baca juga: Pemerintah Segera Ratifikasi Konvensi ILO Untuk Lindungi Nelayan)
Mengutip Survei Angkatan Kerja Nasional per Agustus 2016, Rahma menyebut bahwa ada 118,41 juta pekerja yang belum memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan. Dari jumlah itu, kelompok pekerja informal mencapai 33,8 persen atau 40,16 juta pekerja.
Di pihak lain, menurut Rahma, keengganan pekerja informal untuk turut dalam jaminan sosial ketenagakerjaan adalah karena sulitnya proses pendaftaran dan pembayaran iuran. Sebab, mereka mesti melakukan pendaftaran terpisah untuk jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. “Padahal, kelompok ini merupakan kelompok kerja yang rentan terhadap kesenjangan pendapatan di masa tua,” kata Rahma.
(Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Targetkan Iuran Rp 55,37 Triliun Tahun Ini)
Sementara, Deputi Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dumoly Pardede menyatakan bahwa upaya menambah cakupan peserta jaminan sosial harus diikuti pengembangan sistem pengelolaan dana. Untuk itu, pemerintah perlu membangun ekosistem untuk menjaga keberlanjutan program.
OJK, menurut Pardede, akan terus membenahi infrastruktur pengelolaan dana jaminan sosial ketenagakerjaan. “Supaya pengelolaan dana yang dikelola BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ini sesuai amanah. Kami menyiapkan infrastrukturnya,” katanya.