Inilah Kondisi Tuban Pasca Penutupan Patung Kong Cho

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Apa kabar Tuban? Mungkin kalimatsay helloinilah yang cocok untuk Tuban hari ini, menyusul ditutupnya patung Dewa Perang Cina Kwan Sing Tee Koen alias Kwan Kong di kompleks klenteng Kwan Sing Bio Tuban. Utamanya bagi orang luar Tuban, termasuk Jakarta. Lebih-lebih, mereka yang selama ini tidak pernah menginjakan kaki di Bumi Tuban.

Sebagai orang Tuban, izinkan saya memberikan kabar yang sebenarnya tentang Tuban hari ini. Pasalnya, banyak kabar yang tidak sesuai fakta di lapangan berseliweran di media sosial (medsos). Ada yang mengabarkan saat ini Tuban genting. Ada yang mengabarkan patung Kong Cho akan dirubuhkan. Dan, ada kabar juga yang sampai menjurus ke isu suku, agama, ras dan ras (sara).

Sekali lagi, sebagai orang asli Tuban yang juga lahir di Tuban. Dan, sekarang juga menetap di Kota Tuban, yang hanya berjarak sekitar satu kilometer dengan Klenteng Kwan Sing Bio. Saya ingin menyampaikan, kabar negatif yang berkelindan dalam dunia jejaring sosial itu tidak benar. Sebuah kabar yang wagu. Sebab, hingga saat ini suasana di Tuban masih sangat kondusif. Saking kondusifnya, saya ulangi dengan dua kali kalimat sangat-sangat.

Penutupan patung Kong Cho dengan menggunakan kain putih itu sama sekali tidak mengusik kerukunan antar umat beragama yang ada di Tuban. Satu sama lain, beda agama masih hidup berdampingan. Saling menghargai keyakinan masing-masing. Tidak ada persoalan yang genting di kota saya ini.

Lho, kok beda dengan suasana yang ada di medsos? Ya tentu beda, lah wong mereka yang menyebar kabar hoax itu kan memang ingin keberagaman yang sudah terjaga dengan baik ini tercabik-cabik. Makanya digoreng ke sana kemari. So, tidak perlu ada yang dikhawatirkan dengan kondisi yang ada di Tuban. Semua masih dalam kondisi adem, sejuk. Sesejuk hembusan angin lain depan klenteng yang kita nikmati sambil ditemani secangkir kopi.

Lebih lanjut ingin saya sampaikan, mereka yang ingin membuat suasana Tuban genting dan merobohkan patung setinggi 30 meter itu bukan orang Tuban. Begitu juga mereka yang demo di depan kantor DPRD Jatim beberapa hari lalu, juga saya pastikan tidak ada satupun orang Tuban. Kan, jadi wagu jika ada kabar kurang sedang tentang Tuban.

Tentu, dari pembaca akan muncul pertanyaan: Kalau tidak ada persoalan apa-apa kok patungnya ditutup?

Kami jelaskan, dan mungkin sebagian pembaca juga sudah tahu. Persoalan penutupan patung dewa perang umat Konghucu di klenteng ini bukan karena ada gesekan dengan warga di luar ring klenteng. Tapi, ini murni persoalan izin. Hingga saat ini pengurus klenteng belum mengantongi izin lengkap untuk pendirian patung yang beberapa minggu lalu diresmikan ketua MPR Zulkifli Hasan tersebut.

Kok sampai ditutup? Kenapa sampai ditutup, ini merupakan solusi jalan tengah untuk mendinginkan suasana yang sudah kadung digoreng oleh orang-orang tidak bertanggungjawab kesana kemari. Nah, selama perizinan berjalan itulah, untuk sementara patung yang konon menghabiskan dana sekitar Rp 2,5 miliar itu ditutup. Tidak ada persoalan yang lain.

Dan, perlu pembaca ketahui juga. Selain karena persoalan izin pendirian. Di di klenteng yang katanya juga terbesar se-Asia ini, juga ada polemik kepengurusan. Semacam ada dualisme pengurus.

Saya tidak ingin mengatakan bawah inilah faktor utama, yang kemudian dibumbui dengan polemik patung. Yang jelas, faktanya demikian. Semacam ada dualisme kepengurusan. Keduanya sama-sama kuat.

Yang jelas, polemik patung ini tidak ada kaitannya dengan kerukunan antar umat beragama yang ada di Tuban.

 

Salam

 

Penulis: Ahmad Atho’illah