Benarkah Orang Indonesia Makin Tua Makin Tidak Bahagia?

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Kebahagiaan adalah refleksi dari tingkat kesejahteraan yang telah dicapai dan dianggap bermakna oleh seseorang. Pengukuran tingkat kebahagiaan, oleh karenanya, kini semakin diakui dan menjadi ukuran tingkat kesejahteraan di luar ukuran ekonomi atau material, tak hanya di dunia, namun juga di Indonesia.

Dalam lima tahun terakhir, berdasarkan data dari surveiGallup Global Emotions Report, Indonesia tiga kali tercatat sebagai satu-satunya negara di Asia yang masuk dalam peringkat 10 teratas daftar negara yang memiliki pengalaman paling positif dalam kehidupan sehari-hari, yakni pada 2015, 2018, dan 2019. Bahkan, pada tahun ini, Indonesia menempati peringkat enam di dunia.


Pada 2018, Gallup bertanya kepada orang-orang di lebih dari 140 negara pertanyaan terkait kebahagiaan, seperti: Pikirkan tentang apa yang Anda rasakan kemarin?; Apakah Anda banyak tersenyum atau tertawa?; Apakah Anda merasa gembira?; Apakah kamu merasa cemas? Stres?.Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan sebagian dari alat ukur yang dipakai untuk mengetahui bagaimana perasaan responden. Hasilnya dapat dilihat padatabel interaktifdi situs Gallup.

Data yang terkumpul memperlihatkan bahwa, di antara negara ASEAN, Indonesia adalah negara yang penduduknya tergolong paling banyak tersenyum dan merasakan kegembiraan. Tak hanya itu, tingkat stres dan kecemasan orang Indonesia tergolong rendah.



Namun, kebahagiaan dapat berubah, dan memang selalu berubah, sesuai dengan kualitas masyarakat tempat orang tersebut hidup. Bagaimana dengan penduduk Indonesia?

Penduduk Indonesia Semakin Bahagia


Dalam laporanIndeks Kebahagiaan, BPS mendefinisikan tingkat kebahagiaan sebagai gambaran umum tingkat kepuasan penduduk terhadap keseluruhan domain kehidupan manusia yang dianggap esensial dengan memperhitungkan perasaan dan makna hidup seseorang.

Sebelum penelusuran lebih lanjut, perlu diketahui bahwa terdapat perubahan metode pengukuran Indeks Kebahagiaan pada 2017 jika dibandingkan dengan pengukuran tahun 2014. Pada 2014, Indeks Kebahagiaan hanya menggunakan Dimensi Kepuasan Hidup, sementara pada 2017 ada penambahan Dimensi Perasaan dan Dimensi Makna Hidup. 


Pengukuran dalam indeks ini sendiri menggunakan skala 0 sampai 100. Angka 100 menunjukkan kondisi kehidupan penduduk paling bahagia.

Berdasarkan penghitungan BPS, penduduk Indonesia merasa semakin bahagia semenjak 2014. Menggunakan Metode 2014, nilai Indeks Kebahagiaan Indonesia naik sebesar 1,23 poin menjadi 69,51 pada 2017 dari periode sebelumnya sebesar 68,28. Sementara jika dihitung menggunakan Metode 2017, rerata tingkat kebahagiaan penduduk Indonesia pada 2017 adalah 70,69. 



Semakin Tua Tingkat Kebahagiaan Turun


Secara umum, nilai Indeks Kebahagiaan tahun 2017 cenderung semakin menurun bersamaan dengan bertambahnya usia. Bila dilihat berdasarkan kelompok usia, penduduk berusia kurang dari 24 tahun memiliki indeks kebahagiaan tertinggi sebesar 71,29, sementara usia lebih dari 65 tahun sebesar 69,18.

Penurunan ini, dilihat dari indeks dimensi penyusunnya, ada pada indeks sub-dimensi Kepuasan Hidup Personal dan indeks dimensi Makna Hidup. Di sisi lain, semakin tua, nilai Indeks Dimensi Perasaan cenderung semakin tinggi.



Pada sub-dimensi Kepuasan Hidup Personal, ada lima indikator penyusun, yaitu: (1) Rumah dan Fasilitas Rumah; (2) Kesehatan; (3) Pendapatan Rumah Tangga; (4) Pekerjaan/usaha/kegiatan utama; serta (5) Pendidikan dan Keterampilan.

Dari lima indikator tersebut, secara umum, semakin tua usia responden, nilai indeks seluruh indikator semakin menurun. Anomali terjadi pada indeks indikator Rumah dan Fasilitas Rumah. Pada indikator ini, nilai yang lebih rendah ada pada penduduk berusia muda (kurang dari 24 tahun). Salah satu penyebabnya adalah sebagian penduduk pada kelompok usia muda cenderung belum mapan, sehingga belum memiliki rumah dan fasilitas rumah seperti yang diinginkan.

Selain itu, empat dari enam indikator Indeks Dimensi Makna Hidup (Penerimaan Diri; Tujuan Hidup; Pengembangan Diri; dan Penguasaan Lingkungan) juga menunjukkan nilai indeks yang menurun semakin tua usia seseorang. Pengembangan diri berkaitan dengan keinginan untuk selalu mengembangkan potensi yang dimiliki dari waktu ke waktu. Penerimaan diri mengukur kemampuan seseorang dalam menerima segala aspek dirinya secara positif.


Tujuan hidup, sementara itu, terkait dengan tujuan hidup dan cita-cita yang membuat hidup yang dijalani memiliki makna. Penurunan nilai ketiga indikator ini menunjukkan bahwa keinginan dan kemampuan seseorang untuk memenuhi dan mencapai aspek terkait semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

Pola berbeda ada pada indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain yang berada dalam cakupan dimensi Makna Hidup. Nilai indeks indikator ini untuk kelompok usia tua lebih tinggi dibandingkan usia muda. BPS berasumsi, nilai kelompok usia muda yang lebih rendah pada indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain karena masih adanya benturan-benturan yang terjadi saat menjalin hubungan dengan orang lain.

Semakin Muda Tingkat Kecemasan dan Stres Tinggi


Hal yang menarik adalah, meski banyak nilai Indeks Indikator Penyusun Kebahagiaan yang cenderung lebih rendah pada kelompok usia tua, pola berbeda ditemukan pada Indeks Indikator Perasaan Tidak Khawatir/Cemas dan Perasaan Tidak Tertekan yang berada dalam cakupan dimensi Perasaan. Pada kedua indikator tersebut, semakin tua kelompok usianya, maka nilainya semakin tinggi.

Misalnya, nilai indeks pada indikator Perasaan Tidak Khawatir di kelompok usia lebih dari 65 tahun sebesar 65,52. Pada kelompok muda, sementara itu, nilainya adalah 62,51. Kondisi yang sama juga ditemukan pada indikator Perasaan Tidak Tertekan. Pada indikator ini, kelompok usia paling tua nilai mencapai 68,84 atau lebih tinggi 1,5 poin dari kelompok usia muda.




Hal ini mungkin terjadi karena kelompok usia tua cenderung tinggal menikmati hari tua. Indikasi lainnya adalah ada korelasi antara perasaan tidak khawatir/cemas dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka tingkat kecemasannya semakin rendah. Pasalnya, tingkat pendidikan yang rendah cenderung kurang menjamin kehidupan seseorang karena berkorelasi positif dengan tingkah gaji yang rendah. Selain itu, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai dapat meningkatkan standar hidup seseorang.

Kendati banyak aspek menunjukkan bahwa kelompok usia muda di Indonesia terbilang lebih bahagia, bukan berarti usai tua identik dengan masalah. Ketika tidak lagi mampu berperan dan mengejar gairah masa muda, Anda dapat memanfaatkan masa lalu sebagai pijakan untuk mencoba hal baru yang merupakan kelanjutan dari apa yang telah Anda lakukan sebelumnya.
Baca juga artikel terkaitINDEKS KEBAHAGIAANatau tulisan menarik lainnyaScholastica Gerintya