Bisa Jadi, Kita Berkontribusi Terhadap Terorisme
Uzone.id - Tiga bom meledak di Kota Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018) pagi. Serangan terorisme yang beruntun ini terjadi di tiga gereja, yaitu Gereja Katholik Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat di Jalan Arjuna.
Peristiwa ini mengundang simpati, empati, dan pendapat banyak orang. Ada yang mengalirkan doa, ada yang terus mengobarkan semangat persatuan, dan ada pula yang menganalisis terorisme dari sudut pandang psikologis seperti yang dilakukan oleh psikolog klinis, Tara de Thouars diInstagram Stories-nya.
KepadaUzone.id, Tara telah mengonfirmasi bahwa apa yang ia tulis diInstagram Stories-nya dapat menjadi bahan tulisan. Tara mengatakan, bahwa mengatasi terorisme tidak hanya dari pelaku, bisa saja kita bersalah dan bisa saja kita berkontribusi.
Sebab, menurut Tara, orang-orang yang mudah dicuci otak dan terbawa atau terpikir untuk melakukan aksi-aksi jahat adalah orang-orang yang kosong hari atau memiliki luka batin.
“Mereka adalah orang-orang yang marah, bingung, dendam, benci, sedih,struggle, yang sewaktu-waktu akan diterjemahkan menjadi perilaku yang sadis, agresif, dan tidak masuk akal,” ungkap Tara yang merupakan psikolog klinis di RSJ Sanatorium Dharmawangsa dan Klinik Lighthouse.
Lantas, dari mana kekosongan dan luka batin itu timbul?
“Dari perjalanan hidupnya, kisahnya di masa kecil, dan lingkungannya. Jangan lupa bahwa kita bisa saja menjadi penyebab dari kekosongan hati dan luka batin orang lain di perjalan hidupnya,” kata Tara.
Misalnya, sebagai teman, kita mungkin pernah melakukan perundungan (bullying), menyakiti hati, dan meledek teman tanpa meminta maaf. Kita mungkin pernah mendiamkan teman kita yang membutuhkan, dan mengkhianati mereka.
Sebagai pasangan, kita mungkin pernah mengkhianati pasangan demi keuntungan diri sendiri, merendahkan dan tidak menghargai pasangan, menolak, melupakan ataupun meninggalkan begitu saja pasangan kita, serta menuntut pasangan secara berlebihan untuk kepuasan diri sendiri.
Demikian menurut Tara. Dia mengatakan, bahwa semua itu merupakan tindakan-tindakan yang bisa menimbulkan luka batin dan kekosongan pada orang lain.
“jadi memerangi terorisme tidak hanya sekadar menyalahkan perilaku yang memang sudah jelas-jelas salah, tetapi juga perlu dimulai dari diri sendiri dengan menjaga sikap, perilaku, dan perkataan agar tidak menyakiti orang lain dan tidak berkontribusi dalam menimbulkan luka batin atau kekosongan hati pada orang lain,” ujar Tara.
Jika semua orang bisa menjaga kedamaian, bisa saling mengisi, dan menyayangi satu sama lain, maka seharusnya kemarahan dan kebencian di dunia ini bisa berkurang.
Tara mengatakan, “Membuat dunia lebih baik adalah tanggung jawab dan kontribusi setiap orang. Satu orang jahat lenyap akan tetap timbul orang jahat lainnya jika kita sendiri yang menciptakan dan berkontribusi dalam lahirnya orang-orang jahat tersebut.”
Karena itu, introspeksi diri perlu dilakukan.