Blak-blakan XL Soal Jaringan 5G yang Masih ‘Rasa 4G’ di Indonesia

pada 8 bulan lalu - by

Uzone.id– Indonesia memang sudah memiliki jaringan 5G meski masih terbatas. Salah satu operator yang sudah bereksperimen dalam teknologi 5G ini adalah XL Axiata, meski masih terlihat malu-malu untuk mengkomersialisasikan jaringan terbaru ini di Indonesia. Apa kira-kira kendalanya?

Berbicara 5G, sama halnya dengan pembahasan ketika Indonesia ‘naik kelas’ dari 3G ke 4G, yakni tiga hal esensial yang dibutuhkan adalah DNA: Device, Network, Application.

Nah, aspek Network alias jaringan menjadi hal paling menarik dari prosesroll out5G oleh XL Axiata.

“Bagaimana kami bisa menggelar jaringan? Yang dibutuhkan tidak lain dan tidak bukan adalah spektrum atau frekuensi. Ini masih menjadi kendala, apalagi kalau melihat bandwidth yang dipunyai XL cukup terbatas, jadi belum bisa menghadirkantrue 5G,” ungkap Director & Chief Digital Transformation and Enterprise Business Officer XL Axiata, Yessie Yosetya saat berbincang diUzone Talks(19/8).

 

 

Yessie mengaku hingga saat ini perusahaan memaksimalkan jaringan 5G melalui experience dalam running secara teknologi 5G meski belum full scale.

“Saat nanti spektrumnya sudah tersedia, mungkin itu akan jauh lebih tinggi adoption rate-nya ke depan. Dibandingkan operator lain, frekuensi yang dimiliki XL paling sedikit,” lanjutnya.

Berharap dari kesempatan lelang

Menyadari bahwa frekuensi yang dimiliki sangat terbatas, Yessie pun mengatakan bahwa XL Axiata berharap dapat berpartisipasi jika ada kesempatan frekuensi lain yang akan di-auction atau dilelang oleh pemerintah demi mengantongi spektrum baru.

“Kalau mengandalkan yang kita punya sekarang agak kurang. Spektrum itu adalah resource yang terbatas, tidak terbarukan dan tidak ada gantinya, jadi kita harus bermain di sisi yang ada,” kata Yessie.

Lulusan Teknik Elektro Universitas Satya Wacana, Salatiga ini juga sempat menyinggung soal peluang terkait dimatikannya siaran TV analog sebagai kesempatan memperluas spektrum untuk perluasan 5G, meski tetap akan ada tantangan secara teknis sebelum dapat betul-betul dipakai.

Dari paparan Yessie, teknologi 5G yang dikembangkan membutuhkan spektrum tinggi dan bandwidth lebar, seperti di frekuensi 3,5 GHz atau 2,6 GHz. Sedangkan bandwidth optimal untuk 5G berada di rentang 50-100 MHz agar dapat membawa trafik yang besar juga.

Soal harapan lelang frekuensi pun juga diakui Yessie, biasanya bandwidth-nya tidak akan besar, sekitar 5-10 MHz.

 

 

“Band-band tersebut [yang dipakai untuk siaran TV analog] misalnya di 700 MHz, walau dia di bawah, penetrasinya bagus untuk menembus dinding, jadi jangkauannya lebih jauh. Memang masih ada peruntukannya sehingga tidak semudah untuk langsung dipakai, ada tantangan teknis yang harus dibereskan dulu,” kata Yessie.

Ia menyambung, “kasus XL keterbatasan spektrum memang jadi tantangan besar sebelum kita bisa memberikan pengalaman true 5G, saat ini kita terus mencoba optimasi dengan frekuensi yang kami punya sekarang walau 5G-nya masih rasa 4G.”

5G prioritas untuk B2B

Sebagai pemain besar di industri telekomunikasi Indonesia, XL Axiata turut melakukan benchmark terhadap sejumlah negara yang sudah lebih dulu menggelar 5G secara nasional, salah satunya Korea Selatan.

Negeri Ginseng ini besar di sektor entertainment, sehingga use case 5G-nya dinilai sangat cocok untuk konsumen di sana dan berbanding lurus dengan kemampuan bayarnya.

“Sebagai contoh, acara olahraga di sana memakai kamera luar biasa yang membutuhkan bandwidth yang tinggi. Kalau kita di sini nonton bola, kameranya cuma dari berbagai sisi saja yang tidak perlu 5G. Contoh lainnya juga ada di online gaming, konsumen tidak perlu downlaod aplikasi lagi, karena semua sudah terkoneksi di cloud. Marketnya ada, koneksi cepat, bandwidth sangat besar, latensi tidak boleh tinggi. Demandnya juga jelas kalau di sana,” jelas Yessie.

 

 

Use case seperti itu Yessie menilai belum dapat langsung diimplementasikan untuk sektor konsumen di Indonesia. Namun, bukan berarti tidak mungkin, ia masih percaya adopsinya masih mungkin ada ke depannya.

Dengan kata lain, saat ini use case 5G di Indonesia masih lebih relevan untuk industri alias bisnis B2B seperti pertambangan, manufaktur, hingga kesehatan.

“Kalau device konsumen sudah mendukung 5G, kecepatan 5G juga pasti belum terlalu berasa untuk download aplikasi jika dibandingkan 4G. Jadi saat ini 5G masih lebih relevan dalam kacamata korporasi, sektor yang dituntut untuk membuat operasional lebih efisien, karena salah satu pendorongnya adalah melalui digitalisasi seperti penggunaan sensor, AI, robotik,” tutup Yessie.