Cara-cara Atasi Kelelahan di Jalan Tol, Mitos atau Fakta?

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

PEMAHAMAN keliru tentang jalan ­bebas hambatan atau jalan tol yang menjurus pada mitos masih banyak beredar di masyarakat. Contoh kasus adalah jalan tol Cipularang, Jawa Barat yang kerap terjadi kecelakaan. Ditegas­kan Jusri Pulubuhu, pendiri sekaligus instruktur Jakarta ­Defensive Driving Consulting (JDDC), ada beberapa mitos dan fakta mengenai jalan tol tersebut.

Pada kecepatan tinggi di atas 80km/jam di lintasan menurun serta menikung dan kendaraan terasa oleng, tindakan yang harus diambil adalah mengerem tajam agar terkendali. Pada kondisi ini, pusat ­gravitasi dan distribusi bobot berpindak ke depan dan kendali kendaraan ada di roda-roda depan.

Hal keliru lainnya, pada kecepatan tinggi di lintasan menikung, cara mengemudi tidak ada bedanya dengan lintasan menikung lainnya. Padahal, pada prinsipnya, saat kendaraan melaju kencang, tingkat kestabilan kendaraan berkurang dan menjadi makin sensitif.

Kemu­dian, keletihan disikapi dengan mengunyah permen, merokok, dan berbicara dengan penumpang. Keletihan disebabkan akumulasi kurang tidur, lembur, atau sedang sakit. Cara-cara tersebut tak akan membantu banyak. Pada kondisi ini, kemampuan interpretasi akan menurun dan kontrol anggota tubuh akan melambat. Sebaiknya berhenti dan tidur beberapa saat. Hal ini akan membantu kebugaran.

Berkendara siang atau malam hari?

Mitos tentang alasan relatif sepi dan lampu mobil terang, me­ngemudi ke luar kota di malam hari jauh lebih aman dibandingkan dengan siang hari. Padahal, sesuai jam biologis, tubuh manusia atau circadian rhythm, malam diciptakan untuk tidur manusia. Seterang-terangnya lampu jalan dan kendaraan, jauh lebih terang saat siang hari. Tak semua pemakai lalu lintas menggunakan penerangan yang laik. Kondisi dan situasi sepi memicu pengendara terlena.

Pemahaman keliru lainnya, kopi dapat membantu menghilangkan kantuk dan letih. Faktanya, kopi hanya menstimulasi organ tubuh yang membuat jantung berdetak lebih cepat dan membuat orang terjaga sesaat. Akan tetapi, hal ini akan mengurangi stamina dan kantuk pun bisa cepat muncul lagi. Saat organ tubuh dipicu, stamina menurun dan pengemudi sering berhenti untuk buang air kecil.

Terakhir, mengemudi dengan kecepatan sangat pelan di bawah ­kecepatan rata-rata jauh lebih aman dibandingkan dengan kecepatan tinggi. Padahal, hal ini sangat berbahaya. Kendaraan harus disesuai­kan kecepatan lalu lintas yang ada dan perbedaan signifikan kecepatan tak disarankan karena membahayakan diri sendiri dan ­pengendara lain.***