Daur Ulang Nomor Ponsel Bikin Diteror Pinjol, Apa Kata Menkominfo?

pada 1 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id– Penggunaan ulang nomor ponsel ternyata berimbas pada pengguna yang menggunakan nomor ponsel selanjutnya.

Sebelumnya, beberapa warganet menyebut kalau nomor barunya diteror oleh debt collector karena pengguna lama menggunakan nomor tersebut untuk melakukan pinjaman tanpa melakukan pembayaran.

Panggilan telepon juga tidak terjadi kepada satu orang namun banyak pengguna nomor baru yang mengeluhkan hal yang sama. 

Sebenarnya, penggunaan ulang nomor ponsel tak aktif menjadi nomor baru ini diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 14 Tahun 2018 mengenai Rencana Dasar Teknis (Fundamental Technical Plan) Telekomunikasi Nasional.

 

 

Menurut peraturan tersebut, penyelenggara seluler bertugas menonaktifkan nomor yang sudah tidak digunakan selama 60 hari. Setelah itu, nomor ini diaktifkan kembali menjadi nomor baru.

Alasan adanya ‘penggunaan ulang’ nomor-nomor lama ini tak lain dan tak bukan karena terbatasnya nomor-nomor yang bisa digunakan sebagai nomor ponsel, hingga akhirnya nomor lama pun ‘disulap’ kembali menjadi nomor baru ke pengguna baru.

Menanggapi banyaknya nomor-nomor baru yang diteror debt collector, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie pun akan berkoordinasi dengan pihak operator seluler terkait ini.

“Nanti kita akan koordinasi dengan semua operator seluler agar supaya nomor-nomor itu diregistrasi, dan jangan sampai nomor-nomor telepon seluler itu disalahgunakan,” kata Menteri Kominfo Budi Arie saat ditemui pada hari Rabu, (23/08).

 

 

Sementara itu, Kominfo sendiri saat ini sedang menindak lanjuti tren pinjaman online yang banyak menjerat masyarakat Indonesia.

Kominfo terus bekerja sama dengan OJK untuk memberantas platform pinjaman online ilegal yang memberikan bunga membengkak dan aturan yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Sementara itu, dampak serius mengenai investasi ilegal saat ini merugikan masyarakat Indonesia hingga lebih dari Rp100 triliun. Bahkan, OJK mencatat kerugian akibat pinjaman online ini mencapai Rp138 triliun yang terjadi di rentang waktu 2017 hingga 2022.