Demi Belikan HP untuk Anaknya, Ibu di Surabaya Nekat Jual Ginjal
Kasih seorang ibu kepada anaknya seringkali membuatnya nekat melakukan apapun demi memenuhi keinginan sang anak. Salah satunya adalah Juwati,single parentberusia 41 tahun asal Kecamatan Gayungan, Surabaya, Jawa Timur, yang nekat menjual ginjalnya agar bisa membelihandphoneuntuk anaknya.
Ibu dari dua anak ini kalut, saat putra sulungnya terus menerus meminta dibelikanhandphone.Ia khawatir, jika keinginan tersebut tak dipenuhi, anaknya menjadi putus asa dan enggan bersekolah. Padahal, sebagai orang tua tunggal, ia menaruh harapan besar pada putra sulungnya itu.
"Padahal, dari pengakuannya, putranya sudah berkali-kali dibelikanhandphone, hingga enam kali lalu meminta lagi dengan alasan hilang. Harapan dia, setelah dibelikan lagi, putra pertamanya itu bisa giat bersekolah hingga lulus SMA, juga tidak lagi tinggal kelas," kisah Kepala DP5A Surabaya, Nanis Chairani, yang kini bertugas mendampingi dan memberikan konseling pada Juwati dan anaknya, kepadakumparan(kumparan.com), Rabu (7/3).
Terus didesak oleh sang anak, pikiran Juwati menjadi kalut hingga muncul ide untuk menjual ginjalnya. Dalam kondisi setengah linglung, Juwati berjalan sendirian di pinggirfrontage roadJalan Ahmad Yani, Surabaya, sambil membawa secarik kertas bertuiskan "Bersedia Menjual Ginjal Murah."
Beruntung, niat tersebut berhasil diurungkan setelah ada masyarakat yang melapor padaCommand Center 112Surabaya. Juwati, segera ditangani oleh petugas gabungan dari Posko Terpadu Tanggap Bencana wilayah Selatan.
Juwati sudah terpaksa berjuang sendiri menghidupi kedua anaknya yang kini beranjak dewasa setelah ditinggal pergi suami sirinya beberapa tahun silam. Dengan modal ijazah diploma satu perhotelan, Juwati membuka les privat untuk siswa PAUD, SD, SMP, hingga SMA di rumahnya di Dukuh Mananggal, Gayungan, Surabaya.
Meski jumlah siswanya cukup banyak, sekitar 30 anak, namun bukan berarti penghasilan Juwati besar. Sebab, ia hanya mematok biaya Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu saja tiap bulan. Itu pun, masih banyak siswanya yang sering menunggak bayaran.
"Makanya, untuk menambah pendapatan, Juwati juga berjualan kaos kaki di Pasar Krempyeng," ujar Nanis.
Meski membanting tulang di dua usaha berbeda, namun pendapatan Juwati sering tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi, jika sang anak meminta dibelikan sesuatu, sepertihandphone.Sebab, jika dihitung total, dalam satu bulan Juwati hanya mengantongi uang Rp 1,5 juta - Rp 2 juta saja.
Untuk beberapa hari ini, usaha les dan kaos kaki Juwati terpaksa berhenti. Sebab, Juwati masih harus mendapatkan konseling dari Puspaga dan pendampingan dari tim DP5A untuk memberikan ketenangan secara psikologis.
"Selain itu, ada pendampingan yang sebenarnya lebih kepada penguatan ekonomi keluarga. Kita juga mengajarkan komunikasi yang baik kepada anak," jelas Nanis.
Nanis berharap, langkah tersebut bisa memberikan kehidupan normal bagi Juwati serta kedua anaknya. Selain itu, ia juga berharap, peristiwa serupa tidak lagi terulang baik di Surabaya maupun tempat lain.