Di Nabawi, Nasri Tersesat Dua Kali

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Muhammad Nasri Mutang, jamaah asal Pinrang, Sulawesi Selatan sudah dua kali tersesat saat beribadah Arbain di Masjid Nabawi.

Beruntung kakek 73 tahun ini berhasil mencapai Kantor Misi Haji Madinah hingga ditolong petugas.

Tragisnya, saat tiba di Kantor Daerah Kerja (Daker) Madinah itu, Nasri hanyanyeker alias tanpa alas kaki. Kakinya terlihat melepuh, wajah pucat, dan tubuh terlihat gontai.

Sulit membayangkan bagaimana parahnya kondisi kaki si kakek yang telanjang menyentuh aspal dan jalanan panas dari Nabawi ke kantor Daker Madinah, yang berjarak sekitar 1 kilometer.

Seorang petugas bernama Anshori lantas mengajak Nasri duduk di sofa ruang tunggu. Petugas yang juga mukimin itu lantas memijit dan mengurut punggung Nasri yang nampak tak berdaya. Ia juga terus mencoba mengorek keterangan si kakek yang kebanyakan direspons dengan anggukan.

Kakek Nasri memang dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, namun tak banyak informasi yang ia ungkap. Akibat lelah yang mendera, ia terlihat begitu berat membuka mulut. Petugas pun tak mau memaksa Nasri bercerita tentang kejadian yang menimpanya.

Tak lama kemudian, seorang petugas lain berinisiatif mengambil makanan dan minuman untuk Nasri. Dengan tangan gemetar, Nasri hanya mampu menyuap beberapa sendok nasi ke mulutnya. Air minum dalam gelas pun tak ia habiskan kecuali seteguk.

Melihat kondisi Nasri yang mulai menghawatirkan, petugas Daker Madinah bernama Abdulwafi Suni lantas menelepon tim kesehatan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Sektor II.

Pria yang bertugas sebagai sopir di Kantor Daker ini juga berupaya mencari alamat pemondokan Nasri. Berbekal informasi dari gelang yang ia kenakan, diketahui bahwa Nasri adalah jamaah dari Kloter UPG 4 (Ujung Pandang). Namun, alamat hotelnya belum jelas dimana.

“Sambil mencari alamat pemondokan kami perlu membawanya ke KKHI untuk periksa dulu,” kata Rawfi.

Menurut Wafi, ia dan kawan-kawannya telah berupaya mengorek informasi dari Nasri, namun tak membuahkan hasil. “Kakek ini tidak normal. Ia tak ingat apapun. Tak tahu hotelnya dimana, kelompok terbang berapa, semua tak diingat,” ungkapnya.

Saat dokter KKHI tiba di Daker Madinah, Nasri segera dibawa menuju ke Hotel Mawaddah Al-Safa di Sektor II untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ia masih mampu berjalan walau tertatih. Petugas juga telah memberinya sandal pengganti alas kakinya yang hilang di Masjid Nabawi.

Wafi dan anggota tim Perlindungan Jamaah (Linjam) Hendi Ismoyo mengantar sang dokter membawa Nasri ke Sektor II. Sang dokter juga memeriksa Nasri di dalam mobil, namun tak ditemukan adanya tanda-tanda si kakek sakit.

Sebelum ditemukan alamat pemondokan si kakek. Di Hotel Mawaddah, Nasri hanya diminta rehat dan tidak diperiksa. Sementara itu, melalui telepon genggamnya, Wafi menghubungi sejumlah pihak yang sekiranya tahu dimana letak hotel si kakek.

Upaya pemuda Madura itu pun membuahkan hasil, ternyata jamaah Kloter UPG 4 menginap di Hotel Awdast. Hanya beberapa blok dari Hotel Mawaddah. Nasri kemudian dibawa ke sana.

Begitu mobil berhenti di depan Hotel Awdast dan dikatakan bahwa hotelnya telah ditemukan, Nasri nampak bingung. “Bukan, ini bukan hotel saya. Saya tak penah menginap di sini,” ujarnya. “Ayo carikan saya hotel tempat saya menginap kemarin. Bukan di sini hotelnya.”

Mendengar kata-kata Nasri, Hendi meminta Wafi masuk ke dalam hotel dan menanyakan terlebih dulu apakah benar jamaah Kloter UPG 4 tinggal di situ. Beberapa saat kemudian, Wafi keluar dari pintu hotel seraya berseru, “Betul kok. Di sinilah hotel jamaah Kloter UPG 4.”

Wafi juga mengaku melihat sejumlah orang Indonesia berbicara logat Bugis dan Makassar di hotel ini. Ia dan Hendi kemudian menurunkan Nasri dari mobil dan membawanya masuk ke lobi hotel. Kini tinggal memastikan si kakek menginap di kamar nomor berapa?

Selain ditempati jamaah dari Indonesia, Hotel Awdast juga ditempati oleh jamaah dari India. Lalu-lalang wajah-wajah India dan Indonesia berbaur jadi satu di lorong lobi hotel.

Hendi kemudian membawa Nasri ke sebuah bangku kosong, di sebelah eskalator yang terdapat di lobi tengah. Mereka berdua menunggu di sana selama Wafi mencari informasi tentang kamar Nasri.

Tiba-tiba Seorang jamaah Indonesia, dengan masker di wajahnya, turun melalui eskalator dari lantai atas. Ia kemudian menghampiri Hendi dan Nasri. Pria bernama H Basyir ini mengaku mengenal Nasri karena mereka satu rombongan.

“Saya adalah pembimbing ibadahnya. Ia adalah jamaah saya,” kata Basyir. Namun Nasri nampak tak acuh. Seolah tak mengenal siapa lawan bicaranya.

Basyir kemudian mengajaknya bicara dalam bahasa daerah. Mereka terlibat dalam obrolan yang cukup serius. Basyir nampak menyakinkan Nasri bahwa mereka tergabung dalam satu kloter, berasal dari daerah yang sama.

Di saat bersamaan, Wafi datang bersama beberapa orang jamaah perempuan yang juga mengenal Nasri. Mereka mengatakan bahwa kamar Nasri berada di lantai empat, kamar nomor 420.

Ketika diajak menuju kamarnya, Nasri tetap merasa bahwa hotel ini bukanlah tempat tinggalnya. Walau begitu, orang-orang tetap membawanya naik ke lantai empat. Di lorong lantai empat, beberapa jamaah perempuan dengan logat Sulawesi Selatan berkerumun melihat kedatangan Nasri.

“Ini bapak ini memang tinggal di sini. Di kamar ini,” kata seorang wanita sembari menunjuk kamar nomor 420.

Namun pintu kamar itu terkunci. Ketika diketuk, tak ada respons dari dalam. Menandakan penghuninya sedang keluar.

Tiba-tiba seorang pria dengan baju ihram keluar dari kamar sebelah. Ia lantas berjalan ke arah petugas yang membawa Nasri. “Oh ini jamaah kami. Sudah dua kali dia kesasar,” ujarnya.

“Dia memang suka keluar dan jalan sendiri kalau malam. Sudah berulangkali kami peringatkan agar jangan keluar sendiri tapi dia tak menggubris,” sambungnya.

Lelaki bernama Muhammad Daswan itu lantas menuturkan, Nasri sering keluar dari kamar sendirian. Padahal ia sudah meminta agar si kakek ikut rombongan saja kalau mau shalat Arbain.

Wafi dan Hendi kemudian secara resmi menyerahkan kembali Kakek Nasri ke rombongannya. “Tolong kakeknya dijaga. Jangan sampai jalan sendiri. Kalau mau ibadah Arbain harus bersama rombongan agar tak sesat jalan,” pesan Wafi.

Dan kakek Nasri pun sampai pula di kamarnya, di hotel yang tak ia kenali. Hotel ‘berbeda’ dengan yang ia tinggali kemarin.*