Di Prancis, Kamu Bisa Menikahi Orang yang Telah Mati
Pernikahan tentunya menjadi momen yang sangat dinanti bagi sebagian orang. Untuk merayakan momen mengikat janji ini tak jarang banyak orang yang merencanakan pernikahan mereka sejak jauh hari dengan persiapan yang tidak sedikit.
Jusup Maruta dan Clarissa Wang misalnya, pernikahan kedua keluarga yang dijuluki warganet sebagai Crazy Rich Surabayan itu bahkan mengundang band ternama Michael Learns to Rock (MLTR) untuk menghibur para tamu yang hadir.
Namun, apa yang terjadi jika seandainya menjelang hari pernikahan, salah satu pengantin ternyata mendapat kemalangan dan meninggal dunia? Di Indonesia, pernikahan tersebut tentu saja secara otomatis akan dibatalkan.
Tidak peduli seberapa besar rasa cinta antara pasangan pengantin dan seberapa banyak biaya yang telah dikeluarkan, pernikahan tidak dapat dilakukan. Tapi berbeda dengan Prancis. Walau pun salah satu pihak meninggal dunia, pernikahan tetap dapat dilakukan.
Prancis merupakan salah satu negara di dunia yang melegalkan pernikahan anumerta. Pernikahan anumerta merupakan pernikahan di mana salah satu pihak yang berpartisipasi telah meninggal dunia.
Salah satu pasangan pengantin yang melakukan pernikahan dengan cara itu adalah Magali Jaskiewicz dan kekasihnya, Jonathan George. Mereka telah berpacaran, tinggal serumah selama enam tahun dan membesarkan kedua anak mereka bersama.
Hingga akhirnya pada tahun 2010, Magali dan Jonathan memutuskan untuk menikah secara hukum. Sayangnya dua hari sebelum pernikahan dilangsungkan, Jonathan terbunuh dalam kecelakaan mobil.
Magali kemudian mengajukan banding ke Presiden Prancis untuk melangsungkan pernihakan anumerta. Ia membawa serta bukti-bukti persiapan pernikahan sebagai tanda bahwa Jonathan George memang berniat untuk menikahinya ketika pria yang ia cinta tersebut masih hidup.
Pengajuan banding itu kemudian dikabulkan oleh pengadilan. Magali akhinya diperbolehkan menikah dengan Jonathan pada tahun 2011, di hari yang sama dengan pernikahan yang telah mereka rencanakan sebelumnya.
Ritual pernikahan antara manusia yang hidup dan mati seperti yang dilakukan Magali dan Jonathan bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Sejak 1950 silam, Pemerintah Prancis telah memperbolehkan warganya untuk melakukan hal yang sama.
Dilansir dari berbagai sumber, praktik pernikahan anumerta terjadi akibat sebuah tragedi pecahnya bendungan di Prancis dan menewaskan 400 orang.
Insiden yang dikenal sebagai Tragedi Bendungan Frejus itu menjadi salah satu bencana besar dalam sejarah Prancis dan membuat rencana pernikahan para pekerja yang meninggal dengan kekasihnya terpaksa dibatalkan.
Salah satu wanita yang ditinggalkan korban tewas Tragedi Bendungan Frejus tersebut, mengajukan petisi pada Presiden Prancis yang sedang menjabat saat itu, Charles De Gaulle untuk melanjutkan rencana pernikahan.
Setelah berbulan-bulan melakukan proses banding dan dengan dukungan dari berbagai media, akhirnya ia diberikan izin untuk menikahi pasangannya yang telah meninggal.
Sejak saat itu, ratusan pria dan wanita telah melakukan pernikahan anumerta. Walaupun prosesnya dianggap rumit dan merepotkan karena mesti mendapat persetujuan presiden, kemudian membawanya ke Menteri Kehakiman untuk diserahkan pada jaksa yang mewakili anggota keluarga yang masih hidup, pernikahan anumerta tetap menjadi pilihan para pasangan yang ditinggal mati.
Secara hukum perdata, pernikahan anumerta atau menikahi orang mati di Prancis dinyatakan sebagai tindakan yang legal dan tidak melawan hukum. Dalam Article 171 of the French Civil Code, Pemerintah Prancis mengizinkan terjadinya pernikahan anumerta asalkan pasangan yang masih hidup dapat memenuhi seluruh persyaratan formal yang disyaratkan.
Persyaratan formal tersebut berupa formulir pengajuan pernikahan ke catatan sipil termasuk tanggal pernikahan yang telah ditetapkan secara lengkap sebelum almarhum meninggal dunia.
Bukan hanya agar niat pasangan yang telah meninggal dianggap terbukti, tapi juga untuk menghindari hadirnya orang-orang yang dengan sengaja mengambil keuntungan dari peraturan ini, terutama terkait kepentingan finansial seperti harta warisan.
Alasan itu juga menjadi sebab mengapa pihak yang menikahi orang yang telah mati juga secara hukum dianggap tidak punya hak atas kekayaan yang dimiliki mendiang sebelum meninggal.
Dilegalkannya pernikahan anumerta di Prancis oleh pemerintah terjadi tak hanya untuk mewujudkan rencana pernikahan para pasangan dan alasan emosional. Tapi juga untuk melegitimasi anak-anak yang lahir dari rahim sang wanita setelah kematian ayah, agar tidak dianggap lahir di luar nikah.
Melindungi martabat pihak yang telah meninggal dengan status janda atau duda, sekaligus secara tidak langsung melarang pihak yang telah ditinggalkan untuk menikahi sanak saudara maupun keluarga mendiang, sebagai bentuk rasa hormat pada kekasihnya yang telah meninggal dunia.
Yang membuat pernikahan anumerta di Prancis semakin menarik adalah pengucapan janji yang dilakukan pengantin yang masih hidup saat acara pemberkatan pernikahan.
Frasa "sampai maut memisahkan kita" tak lagi digunakan saat mengucap janji. Dan pengantin yang masih hidup akan merespon janji pernikahan dengan mengucapkan "I did", dan bukan "I do".
Bagaimana pendapatmu tentang peraturan di Prancis ini?