Dissa Syakina: Penyelamat bagi Tuna Rungu dari Pamulang

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Dissa Syakina Ahdanisa, 27 tahun, adalah lulusan Asia Facific University di Jepang. Sejak Mei 2015 lalu dia mendirikan sebuah kafe yang diberinya nama Fingertalk karena berisi pekerja yang tuna rungu di Pamulang Timur, Tangerang Selatan. Berawal dari lima orang, kini kafe itu telah mempekerjakan 22 tuna rungu.

Baca:Bahasa Jemari Dissa

Lebih dari itu, ia menggenjot beberapa jenis pelatihan yang rutin dilakukan dua-tiga bulan sekali seperti menjahit, membatik, dan mendaur ulang limbah. Bukan hanya dari Pamulang, pelatihan dibukanya untuk peserta dari Bekasi, Bandung, hingga Yogyakarta.

Belakangan Dissa menjajaki perluasan dengan membuka pelatihan serupa di beberapa daerah lain seperti Yogyakarta, Lombok, dan juga Poso di Sulawesi Tengah. Bahkan sudah ada permintaan untuk membuka Fingertalk di Bostwana, Afrika Tengah, per bulan depan dengan sepuluh karyawan.

Inisiatif Dissa tumbuh ketika dia bekerja sebagai akuntan dan asisten pengajar di Education Plus Nicaragua—sebuah lembaga swadaya masyarakat di Nikaragua—pada September-November 2013. Di negeri ini Dissa mengenal Café de las Sonrisas, sebuah kafe yang mempekerjakan karyawan tuna rungu.

Inisiatifnya bersambut ketika dia bertemu Pat Sulistyowati , 67 tahun, seorang tuna rungu yang juga pernah menjadi Ketua Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin). Dissa lalu menyewa sebuah gudang sedang para pekerja direkrut menggunakan jejaring yang dimiliki  Pat.

Diakui Dissa sulitnya mendapatkan pekerjaan membuat para karyawannya canggung berhadapan dengan banyak orang apalagi harus melayani mereka dengan keterbatasan komunikasi. “Untungnya perlahan mereka bisa percaya diri malah jadi sangat bersemangat,” tutur Dissa. Menurutnya mempekerjakan penyandang tuna rungu menciptakan suasana yang tak riuh namun kaya akan ekspresi wajah dan gerak tangan.

Dissa juga membekali diri dengan mengikuti pelatihan bahasa isyarat di Singapore Asssociation for The Deaf. Kursus itu mengajarinya bahasa isyarat yang lebih universal untuk bisa menghadapi penyandang tuna rungu di luar negeri. Ataupun ditularkan kepada kepada para karyawannya yang selama ini baru menguasai bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) agar dapat melayani tamu asing kelak.

Bukan hanya kafe, belakangan Dissa memperluas lapangan kerja bagi kelompok tuna rungu dengan membuka tempat pencucian mobil di Cinere, Depok, sejak September tahun lalu. Dia juga membuat sistem basisdata penyandang tuna rungu yang ditargetkan terealisasi September mendatang.

AISHA

Berita Terkait: