DPR Tidak Masukkan Revisi UU ITE dalam Prolegnas Prioritas 2021

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Ilustrasi (Foto: Tingery Injury Law Firm / Unsplash)

Uzone.id- Para pencari keadilan yang berharap Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) direvisi masih jauh panggang dari api. 

Pasalnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tidak memasukkan UU ITE dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya memberi alasan UU ITE tidak masuk Prolegnas Prioritas 2021 karena UU masih dikaji pemerintah.

"UU ITE belum masuk, karena masih (dikaji) oleh pemerintah," tutur Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/3).

BACA JUGA:Siber Polri: Jangan Bagikan Kode atau Klik Link WhatsApp Ini

Willy kemudian menyinggung Surat Edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar anggotanya lebih cermat menjalankan UU ITE. Surat Edaran itu, menurutnya, sudah cukup efektif.

"Tinggal bagaimana diskresi-diskresi yang ada di polisi itu benar-benar berjalan," kata Willy.

Dia berharap polisi menjadi lebihtabayyun, melakukan proses yang dialogis dalam setiap penyelesaiaan sengketa yang berkaitan dengan saling lapor itu.

Wacana revisi UU ITE awalnya digulirkan oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada 15 Februari 2021. Jokowi mengatakan, dirinya bisa meminta DPR untuk merevisi UU ITE apabila implementasinya dirasa tidak adil, dengan menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak.

Pasal yang Harus Direvisi

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengungkapkan di sosial media bahwa ada 9 pasal 'karet' dalam UU ITE, seperti berikut ini:

1. Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan. pasal ini bermasalah soal sensor informasi.

2. Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Pasal ini bermasah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.

3. Pasal  27 ayat 3 tentang dafamasi, dianggap bisa digunakan untuk represi warga yang menkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara.

4. Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.

5. Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.

6. Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.

7. Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.

8. Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.

9. Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan.

VIDEO Infinix Hot 10 Play Review, Bodi Bongsor Batre Jumbo