Duka Palestina Ditinggal Razan al-Najjar, Perawat yang Ditembak Israel

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Duka yang mendalam tengah dirasakan warga Palestina. Tentara Israel menembak mati Razan al-Najjar (21), perawat sukarela asal Palestina yang bertugas di Khan Yunis, Jalur Gaza Selatan. Saat itu, Razan tengah membantu para demonstran yang terluka dalam aksi 'Great March Return'.

Kematian Razan menambah daftar panjang warga Palestina yang tewas oleh peluru Israel menjadi 123 orang. Akibat kejadian tersebut, militer Israel mengungkapkan akan menyelidiki pembunuhan yang dilakukan pasukannya.

Meski demikian, militer Israel tetap memberikan pembelaan diri dengan mengatakan militan Palestina juga menyerang pasukannya di sepanjang perbatasan dengan tembakan dan granat. 

Juru bicara Menteri Kesehatan Palestina, Ashraf Al-Qudra menyebut, Razan masih mengenakan seragam medis saat peluru menembus tepat di dadanya. Tewasnya Rajjan meninggalkan luka mendalam bagi warga Palestina, sebab dia dikenal sebagai tokoh populer di sana.

Warga Palestina pun menganggap Razan sebagai malaikat. Tindakan militer Israel itu langsung menuai kecaman dari dunia internasional karena menggunakan kekuatan militer yang mematikan saat demonstrasi massa.

Sebelum wafat, Razan sempat menceritakan kegiatannya menjadi perawat sukarela kepada Jewish Voice for Peace dan New York Times. Ia mengungkapkan bekerja selama 13 jam untuk menolong korban-korban yang terluka akibat demonstrasi di perbatasan Palestina dan Israel.

"Saya di sini bekerja di lapangan mulai jam 07.00 pagi sampai jam 20.00 malam. Tugas saya adalah memberikan pertolongan pertama kepada yang terluka," kata Razan dikutip dari Jewish Voice for Peace dan New York Times, Minggu (3/6).

"Saya memberikan pertolongan pertama sampai mereka mencapai rumah sakit. Kami melakukan ini untuk cinta kami untuk negara. Ini pekerjaan kemanusiaan. Kami tidak melakukannya demi uang, kami melakukannya demi Tuhan," lanjut dia.

Menjadi seorang perawat, kata Razan, bukanlah pekerjaan yang mudah. Meski perawat, apalagi di daerah konflik kebanyakan pria, namun Razan menepis itu semua.

"Menjadi tenaga medis bukan hanya pekerjaan untuk seorang pria. Ini untuk wanita juga. Terkadang yang terluka adalah wanita," ucap Razan.

Meski Razan bekerja secara sukarela, namun ia sepenuh hati membantu korban yang terluka. Razan menegaskan ada pesan yang ingin ia sampaikan kepada dunia dengan menjadi tenaga medis.

"Tanpa senjata, kita bisa melakukan apa saja. Kami memiliki satu tujuan, untuk menyelamatkan nyawa dan mengevakuasi orang," tegasnya.

Saat ini, jenazah Razan telah dimakamkan di Khan Yunis. Ribuan warga Palestina menyalatkan jenazah Razan dan turut mengantarnya ke pemakaman.

Raut wajah sedih dan tetesan air mata berlinang di wajah mereka yang mengantar jenazah Razan. Saat pemakaman, ayah dari Razan terus mendekap jas putih yang putrinya kenakan saat membantu para demonstran.

Raut wajah sang ayah terlihat tegar meski anaknya telah tewas. Sebelum wafat, Razan rupanya sempat bercerita kepada ayahnya perihal pertanyaan orang-orang terkait pekerjaannya. Apalagi ia bekerja dengan tidak dibayar.

"Kami tidak ingin dibayar atau dipekerjakan. Orang bertanya pada ayah saya, apa yang saya lakukan di sini, bekerja tanpa mendapatkan gaji," kata Razan.

"Dia mengatakan kepada mereka, 'saya bangga dengan anak saya'. Dia memberi perhatian kepada anak-anak di negara kita," lanjut dia.

Meski dipandang sebelah mata, namun Razan tetap menjalankan tugasnya sebagai perawat. "Karena kita memiliki lebih banyak kekuatan daripada siapa pun," ucapnya.

"Ini pekerjaan kemanusiaan. Kami tidak melakukannya demi uang, kami melakukannya demi Tuhan," papar dia.