Ekonom Pesimistis Soal Pajak Mobil 0 Persen
Wuling Cortez Type S (Foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)
Uzone.id- Bhima Yudhistira Adhinegara, peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), ikut mengomentari wacana pembebasan pajak mobil baru hingga 0 persen hingga Desember 2020.
BACA JUGA:Usul Pajak Mobil 0 Persen Direspons Sri Mulyani
Menurut Bhima, belum tentu pajak mobil baru 0 persen penjualan mobil langsung naik signifikan. Masalahnya, kata Bhima, meskipun harga mobil turun, tapi mobilitas masyarakat masih rendah karena adanya pandemi dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang belum tahu kapan akan berakhir.
"Data dari Google Mobility per 11 september 2020 menunjukkan pergerakan ke kantor negatif 31 persen dari baseline, dan ke pusat perbelanjaan negatif 10 persen," kata Bhima kepadaUzone.id, Rabu (23/9/2020).
Ekonom milenial ini menambahkan, untuk rata-rata nasional pergerakan masyarakat ke kantor masih -24 persen dari baseline. "Konsumen juga berpikir meski mobil murah tapi kalau mobilitas dibatasi ya apa urgennya beli mobil saat ini?".
Kemudian, Bhima menyoroti sisi kemampuan bayar (ability to pay) masyarakat di Indonesia masih rendah karena pendapatan menurun akibat pandemi.
Menurutnya, sebagian besar pembelian mobil baru melalui kredit ke bank atau lembaga leasing. Ini juga masih jadi permasalahan, karena suku bunga kredit masih mahal, dan bank masih khawatir NPL bengkak.
"Bank otomatis akan sangat selektif pilih calon debitur. Ada calon debitur semangat mau beli mobil baru karena harga sedang turun, eh bank-nya menahan diri khawatir calon debitur tidak kuat menyicil. Kan sama saja gak ngaruh itu," tutur Bhima.
Selain itu, kata Bhima, pengaruh ke penerimaan pajak sudah jelas akan menurun. Rasio pajak akan dikorbankan bahkan bisa turun menjadi 5-6% tahun 2020.
"Pemerintah ini kecanduan kasih insentif pajak tapi banyak yang tidak efektif. Misalnya dari realisasi PEN per 14 september 2020, realisasi insentif pajak PPH21 DTP baru 4 persen cair padahal anggaran hampir Rp40 triliun," tuturnya.
"Ada lagi PPH final untuk UMKM yang ditanggung pemerintah nyatanya realisasi baru 12,9 persen. terlalu banyak berikan insentif fiskal cukup berbahaya bagi keberlanjutan APBN tahun berikutnya kalau tidak dikaji secara serius dampaknya ke berbagai sektor," tutup dia.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengajukan usul kepada Kementerian Keuangan agar melakukan relaksasi pajak mobil baru hingga 0 persen terhitung sampai Desember 2020 demi meningkatkan penjualan mobil di masa pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun telah merespons usulan itu dan akan mengkaji secara mendalam soal pembebasan pajak mobil baru hingga 0 persen.
"Sebetulnya insentif perpajakan kita sudah sangat banyak di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional ini, namun kami akan melihat apa-apa yang dibutuhkan untuk menstimulir perekonomian kembali," ujar Sri Mulyani saat jumpa pers melalui virtual pada Selasa (22/9/2020).