Fakta-fakta Minor di Balik Kegagalan Timnas Indonesia

pada 125 tahun lalu - by

Kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2018 merepetisi rapor merah yang tercatat pada edisi 2007, 2012, dan 2014. Terasa lebih memilukan karena sepak terjang skuat 'Garuda' terhenti ketika fase grup masih menyisakan satu laga.

Kepastian tersebut hadir setelah Filipina bermain imbang 1-1 dengan Thailand dalammatchdayketiga Grup B di Stadion Panaad, Rabu (21/11/2018). Dengan tambahan satu poin, Filipina dan Thailand telah mengoleksi 7 poin. Raihan itu tak mungkin dikejar Timnas lantaran poin maksimal yang bisa diraih cuma 6 angka.

Terselip pula sederet fakta tak menyenangkan di balik kegagalan Timnas Indonesia melangkah ke semifinal turnamen dua tahunan se-Asia Tenggara tersebut. Berikut inikumparanBOLAmerangkumnya. 

Rapor Merah di Fase Grup

Sudah empat kali Timnas Indonesia gagal menapaki babak semifinal Piala AFF. Kali pertama Timnas Indonesia tersingkir di fase grup terjadi pada edisi 2007. Saat itu, Timnas asuhan Peter Withe kalah produktivitas gol dari Singapura dan Vietnam.

Pada partai pertama melawan Laos di National Stadium, Kallang, Singapura, Timnas Indonesia menang 3-1. Gol-gol kemangan Timnas Indonesia lahir dari tembakan Atep (51' dan 75') plus Saktiawan Sinaga (67'). Namun, hasil tersebut tergolong butut apabila menilik kualitas Laos saat itu. 

 

 

Terlebih Singapura dan Vietnam, yang menjadi seteru terkuat Timnas Indonesia di fase grup, mampu mendulang gol lebih banyak. Singapura menang 11-0 atas Laos. Sedangkan, Vietnam berhasil mengandaskan Laos sembilan gol tanpa balas. 

Hasil tersebut yang kemudian membuat langkah Timnas Indonesia terjegal. Pasalnya, ketika bersua Vietnam dan Singapura, Timnas Indonesia cuma bermain imbang. Pun demikian dengan laga yang mempertemukan Vietnam dengan Singapura yang berakhir tanpa pemenang. 

Rapor merah Timnas Indonesia tercatat pula di Piala AFF 2012. Konflik PSSI yang menghadirkan dualisme kompetisi (Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia) merusak masa persiapan Timnas Indonesia asuhan Nilmaizar. Efek dari persoalan tersebut melebar yang berdampak pada kekuatan tim karena Nilmaizar tak bisa memanggil pemain terbaik Tanah Air.

Untuk menyiasati situasi pelik tersebut, PSSI melakukan proses naturalisasi terhadap tiga pemain, yakni Raphael Maitimo, Tonnie Cusell, dan Jhon van Beukering. Kendati begitu, Timnas Indonesia tetap kelimpungan. Bahkan, Timnas Indonesia bermain imbang 2-2 melawan Laos padamatchdaypertama. 

Memang Timnas Indonesia berhasil mengalahkan Singapura dengan skor 1-0, tetapi itu tak lantas membuat Andik Vermansah cs. lolos dari fase grup karena pada partai pamungkas menelan kekalahan 0-2 dari Malaysia. 

 

 

Sorotan lebih tentu tertuju pada kegagalan Timnas Indonesia di edisi 2014. Dengan skuat yang lebih matang dan kembalinya juru taktik Alfred Riedl, Timnas Indonesia diyakini bakal berbicara banyak di Piala AFF. Alih-alih merengkuh gelar juara untuk kali pertama, Timnas Indonesia justru kandas di fase grup. 

Kekalahan 0-4 dari Filipina di partai kedua menjadi salah satu faktor penyebab. Maka itu, kemenangan telak 5-1 atas Laos pada partai pamungkas tak berarti apa-apa. Pasalnya, Vietnam, yang menjadi saingan terkuat Timnas Indonesia, mampu mengalahkan Filipina dengan skor 2-3. 

Dua Pelatih Lokal yang Tak Bertuah

Tercatat enam pelatih lokal yang pernah mengarsiteki Timnas Indonesia sejak Piala AFF 1996. Namun, cuma Nilmaizar (2012) dan Bima Sakti (2018) yang gagal mengantarkan Timnas Indonesia melaju ke semifinal. 

Pelatih pertama Timnas Indonesia di Piala AFF adalah Danurwindo. Juru taktik yang pernah menimba ilmu di Italia itu mampu mengantarkan Timnas Indonesia menempati peringkat keempat turnamen tersebar se-Asia Tenggara tersebut pada edisi 1996. 

Lalu ada Rusdy Balwahan. Tim asuhan Rusdy pada Piala AFF 1998 finis di tempat ketiga. Akan tetapi, ia membut kontroversi sepak bola gajah. Kala itu, Timnas Indonesia dan Thailand sama-sama ingin menanggalkan kemenangan. Puncaknya, Mursyid Effedi dengan sengaja menyarangkan bola ke gawang sendiri.

 

 

Nandar Iskandar adalah pelatih lokal tersukses yang pernah menukangi Timnas Indonesia di Piala AFF 2000. Ia berhasil mengantarkan Timnas Indonesia menapaki partai final sebelum akhirnya kandas dari Thailand karena 1-4. 

Sama seperti Danurwindo dan Rusdy, Benny Dollo cuma mampu membawa Timnas Indonesia berlaga sampai semifinal pada Piala AFF 2008. Setelah itu, tak ada lagi pelatih lokal yang bertuah. Nilmaizar yang ditunjuk PSSI menjadi pelatih untuk Piala AFF 2012 menelan kegagalan. Pun demikian dengan Bima di Piala AFF 2018. 

Hikayat Tak Menyenangkan yang Tercipta

Memang bukan kali pertama Timnas Indonesia gugur di babak penyisihan grup, tetapi kegagalan di Piala AFF 2018 terasa lebih nahas karena turnamen masih menyisakan satu laga. Situasi tersebut baru kali pertama terjadi pada Timnas Indonesia. 

Di edisi 2007, 2012, dan 2014, Timnas Indonesia baru dinyatakan gugur di fase grup terjadi pada partai pamungkas. Dan mau tak mau, harus diakui bahwa Timnas Indonesia di bawah kepemimpinan Bima meninggalkan hikayat tak menyenangkan.

Anjloknya Kekuatan Timnas Indonesia

Berangkat dari fakta sebelumnya, yakni angkat kaki manakala fase grup masih menyiasakan satu partai, kualitas dan kekuatan Timnas Indonesia mesti dipertanyakan. Kalau dulu Timnas Indonesia begitu diperhitungkan, kali ini mereka disejajarkan dengan timunderdogmacam Timor Leste, Laos, dan Kamboja--yang sudah lebihh dulu tersingkir. 

 

 

Padahal, ketiga tim tersebut sempat menjadi lumbung gol Timnas Indonesia di Piala AFF. Namun, itu dulu. Saat ini, cerita berbeda. 

Catatan Timnas Indonesia tak lebih baik dari ketiga tim tersebut atau bahkan bisa dikatakan sejajar. Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa ada penuruan kualitas dan kekuatan dari Timnas Indonesia.