Film 212 Jadi Penyejuk di Tengah Teror Bom Surabaya

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni dan Budaya Islam KH Sodikun menilai film 212: The Power of Love memberikan penyejuk dalam permasalahan terorisme atas nama agama yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Ia pun mengajak seluruh masyarakat menonton film ini.

"Saya dari MUI mengimbau kepada kawan-kawan mari kita menonton film ini sehingga insya Allah tidak terjadi hal-hal yang memprihatinkan seperti di Surabaya. Tidak akan terjadi di Surabaya kalau kita menonton film ini, kalau menonton film ini insya Allah akan teredam," kata Sodikun, di CGV Grand Indonesia, Selasa (15/5) malam.

Film ini, menurut Sodikun bukan hanya pantas ditonton oleh umat Muslim saja tetapi seluruh lapisan masyarakat. Film ini dinilainya tidak hanya bercerita soal agama, namun juga mengandung pesan tentang toleransi serta kisah yang luas tentang rasa cinta pada keluarga dan lingkungan.

"Saya melihat film ini tidak hanya perlu ditonton untuk saudara kita segama katakanlah agama Islam, tetapi ditonton juga untuk seluruh anak bangsa," kata Sodikun.

Menurut Sodikun, pesan yang terkandung dalam film ini bukan hanya untuk umat Islam tetapi sangat universal. Banyak pesan tentang cinta dan kedamaian. Selain itu, budaya Indonesia yang familiar banyak terlihat di film ini.

Sementara itu, film yang dibintangi Fauzi Baadilla ini telah memiliki 300 ribu penonton dalam waktu enam hari. Selain meningkatnya jumlah penonton, jumlah bioskop yang menayangkan film ini juga bertambah. Sebelumnya hanya 68 layar yang menayangkan namun saat ini tercatat 142 layar bioskop di Indonesia menayangkan film 212: The Power of Love.

Sebelumnya, sutradara sekaligus produser film 212: The Power of Love, Jastis Arimba, mengajak penikmat film untuk bersikap objektif. Dia berharap masyarakat tidak terlebih dahulu berasumsi sebelum menyimak sebuah karya.

"Tonton dan nikmati dulu filmnya, baru setelah itu silakan menilai. Jangan berburuk sangka dulu," kata Jastis.

Jastis tidak memiliki target tertentu terkait jumlah penonton. Dia hanya berharap film ditonton sebanyak-banyaknya orang agar pesan yang tersimpan bisa tersampaikan dengan baik.

"Salah satu tujuan kami membuat film ini, pesan moral yang ingin disampaikan agar masyarakat lebih objektif melihat persoalan yang ada," ungkap pria 34 tahun kelahiran Bandung itu.