Pemerintah diminta siapkan frekuensi untuk 5G
Pemerintah diminta untuk segera menyiapkan frekuensi untuk teknologi 5G guna mengantisipasi datangnya teknologi itu ke Indonesia.
“Untuk mendukung kebutuhan konektivitas yang terus bertambah, peningkatan kapasitas jaringan seluler sangat diperlukan. Hal ini dapat dicapai melalui tiga cara, yaitu penambahan Base Transceiver Station (BTS), penambahan frekuensi dan perbaruan teknologi. Namun karena penambahan BTS terbatas oleh jumlah yang diakibatkan oleh batas interferensi maksimum antar perangkat, kunci perkembangan jaringan adalah teknologi baru dan penambahan frekuensi. Di sinilah 5G menjadi jawaban kunci teknologi, yang membutuhkan spektrum frekuensi untuk segera ditetapkan,” jelas Ketua Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro STEI-ITB Ridwan Effendi dalam Seminar Telecommunication in Indonesia on Welcoming 5G Roadmap, Benefit and Challenge, kemarin.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan kebijakan untuk 5G dan persiapan spektrum, dan akan berpartisipasi dalam Konferensi Radio Dunia (WRC) 2019 pada bulan November, dimana isu spektrum ini akan dibahas. 5G dan beragam teknologi dan pelayanan terdepan yang akan menyertainya akan menjadi penggerak penting untuk strategi Industri 4.0 dan inisiatif pemerintah yaitu Making Indonesia 4.0.
“Indonesia memiliki market dan industri-industri yang unik, termasuk sektor-sektor prioritas tersendiri, sehingga membutuhkan aplikasi-aplikasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di sini. Salah satu masalah di Indonesia saat ini adalah kita belum memanfaatkan secara penuh data dalam pembangungan, baik infrastruktur maupun industri komersial. Kita dapat meraih kesejahteraan melalui konektivitas dan pemanfaatan data,” jelas Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Ismail.
Ditambahkan Ismail, pertanyaannya bukan kapan Indonesia siap untuk 5G, tapi Indonesia harus siap.
"Untuk 5G, kita harus mempersiapkan tidak hanya alokasi spektrum, tapi mulai dari teknologi dasar seperti optical fiber dan kompetensi teknis pembangunan hingga akses pelanggan. Transformasi digital juga bukan hanya tentang teknologi, namun transformasi kultur dan mindset. Beragam isu ini adalah prasyarat-prasyarat, dan pemerintah dan rekan-rekan industri perlu bekerjasama agar 5G yang nanti akan diterapkan di Indonesia benar-benar bermanfaat. Kami membentuk 5G Task Force karena kami ingin mendiskusikan model partnership antara industri dan pemerintah untuk benar-benar mempersiapkan landasan 5G agar investasi kita tepat sasaran dan sukses,” katanya.
Dengan spesifikasi 5G New Radio (NR) yang telah distandarisasi oleh 3GPP — kumpulan organisasi penetapan standar global yang bertanggung jawab atas teknologi 2G, 3G, 4G dan 5G — para pemimpin teknologi global seperti Qualcomm, Ericsson, Huawei, Nokia dan perusahaan terkemuka lainnya telah bekerja sama dengan pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk memungkinkan penerapan 5G skala besar sejak awal 2019. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Tiongkok, Eropa dan Australia telah meluncurkan jaringan 5G komersial, dan banyak negara Asia Tenggara seperti Singapore, Vietnam, Thailand dan Malaysia sedang merencanakan jaringan 5G komersial pada 2019 dan 2020.
“Dasar teknologi 5G telah dirancang untuk dapat diadaptasi sesuai dengan beragam persyaratan teknis. Dengan kebutuhan penyesuaian teknis yang lebih sedikit untuk menyediakan perangkat dan layanan yang lebih terjangkau bagi pelanggan, maka pelanggan sudah dapat merasakan manfaat 5G segera. Ketika spektrum telah ditetapkan dan dialokasikan, para pemain industri dapat bekerja lebih lanjut untuk meraih peluang yang dipersembahkan oleh 5G di seluruh vertikal, terutama Industrial Internet of Things (IIoT) untuk memicu revolusi industri 4.0,” jelas Country Director Indonesia, Qualcomm Shannedy Ong.
Jaringan yang tersedia saat ini memiliki batasan untuk berapa banyak perangkat yang dapat dihubungkan sebelum layanan terganggu. Jaringan 5G sedang dibangun untuk menangani miliaran sensor dan perangkat yang terhubung — tidak hanya smartphone, hotspot, dan PC “Always On, Always Connected,” tetapi juga otomasi industri, kendaraan terhubung, layanan misi penting, dan bahkan kota pintar (smart city).
Dengan mengaktifkan ultra-reliable and low latency communication (URLLC) yang sangat andal dan dapat ditingkatkan dengan enhanced Mobile Broadband (eMBB), 5G akan memainkan peran transformasional, karena peningkatan kapasitas dan jangkauan akan terus diperlukan untuk melayani pengalaman-pengalaman baru bagi pengguna, serta dunia yang lebih terhubung.
5G adalah landasan untuk penerapan Industri 4.0 dan kebijakan Making Indonesia 4.0, dan dapat mendukung IIoT, industri game lokal, dan lain-lain.
“Factory of the future membutuhkan infrastruktur cerdas termasuk data nirkabel, sistem cyber-physical seluler, dan arsitektur TI terintegrasi. Dengan 5G, kita dapat memiliki ketahanan, konektivitas real-time, dan kecepatan data yang memadai untuk industrial IoT. Lebih dari sekedar teknologi, 5G juga dapat mentransformasi model bisnis, dengan assembly-as-a-service, manufacture-as-a-service, machine-as-a-service dan AI-as-a-service. Oleh karena itu 5G merupakan bagian integral Making Indonesia 4.0,” jelas Managing Director, Bosch Indonesia Toto Suharto.
Industri lain dengan potensi tinggi aplikasi 5G adalah game, yang sedang bertumbuh pesat di Indonesia.
“Di Indonesia, pasar game berkembang sangat pesat dan diprediksi menjadi lima pasar terbesar sedunia senilai US $ 4,3 miliar pada tahun 2030. Game multiplayer, e-sports dan AR/VR semakin populer. 5G akan merevolusi user experience dan menjadi perkembangan paling menarik di industri game,” ujar Co-Founder dan Studio Head, Agate Aditia Dwiperdana.(wn)