FSC Aktif Melakukan Kampanye Pelestarian Hutan

pada 8 tahun lalu - by
Advertising
Advertising
Pemahaman dan kesadaran konsumen di Indonesia mengenai dan untuk mengkonsumsi produk-produk ramah lingkungan masih minim sehinga perlu ditingkatkan. Terlebih mengingat konsumen dapat menarik produsen untuk beroperasi dan bekerja secara ramah lingkungan dan bertanggung jawab. Sehingga upaya menuju proses produksi yang ramah lingkungan tidak hanya menjadi tanggungjawab oleh konsumen sebagai pengguna tetapi juga oleh produsen, Termasuk untuk produk konsumen berbasis hasil hutan.

Seperti diketahui hutan merupakan sumber bagi barang dan jasa yang beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia. Meskipun pada saat ini pemanfaatan hutan lebih terfokus pada hasil hutan berupa kayu, yang dinilai memiliki nilai usaha yang tinggi meskipun memberikan dampak negative yang lebih besar. Sedangkan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan masih belum dianggap bernilai ekonomis dalam skala besar.

Dalam kurun waktu dua dekade, luas hutanp roduksi yang produktif di Indonesia menurun secara signifikan. Pada tahun 1993, terdapat 575 konsesi Hak Pengusahaan Hutan (alam) atau HPH dengan luas areal konsesi seluruhnya mencapai 60,1 juta ha. Namun pada tahun 2013, ada 274 konsesi HPH dengan luas hanya 20,89 juta ha, ditambah 10,1 juta ha Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan jumlah konsesi 254 HTI1. Kondisi ini menjadikan indikasi kesenjangan antara kebutuhan industri pengolahan kayu dan kayu yang dihasilkan oleh HPH dan HTI.
HPH diklaim hanya mampu menghasilkan 2,5 juta m3/tahun dari target 9,1 jt m3/tahun, sedangkan pada HTI targetnya 25 juta m3/tahun hanya mencapai 6,9 juta m3/tahun (APHI, 2012). Kecenderungan ketidaklestarian pasokan bahanbaku industri berbasiskayu di Indonesia menunjukkan terjadinya degradasihutan dandeforestasi yang cukupbesar. Dengan kata lain, laju kehilangan hutan alam di Indonesia tinggi dan target produksi tidak tercapai.

Skema Sertifikasi FSC telah digunakan di 190 juta hektar hutan di seluruh dunia, dan lebih dari 30.000 industri telah menggunakan Sertifikasi FSC dan angkanya meningkat terus dimana peningkatannya mencapai 81% dihitung sejak tahun 2010 dan 26% pengguna Sertifikasi FSC adalah industri di Asia, sedangkan Eropa 52% (Market Info Pack, 2015).

Hartono Prabowo, FSC Indonesia Representative, mengungkapkan “Dalam hal ini FSC Indonesia perlu secara aktif memperkenalkan skemasertifikasiFSC bagi industri yang berkaitan dengan penggunaan hasil hutan, untuk memastika nbahwa pengelolaan hutan dan proses produksi ramahlingkungan, bertanggungjawab, berkelanjutan dan dapat ditelusuriasal-usulnya.
Selain itu target pengenanalan sertifiksi FSC tidak hanya menyasar kepada produsen, tetapi perlujuga dilakukan edukasi kepada konsumen agar menggunakan produk-produk yang baik serta ramah lingkungan.

Apalagi bila mengingat bahwa penduduk Indonesia yang telah mencapai 250 juta jiwa merupakan pasar yang besar dan berpotensi menjadi penyebab tidak langsung kerusakan dan kehilangan hutan yang pada akhirnya mengganggu kelestarian hutan dan hasil hutan. Dalam skema sertifikasi, konsumen diberikan kemudahan dalam mengenali produk yang dimaksud, karena setiap produk yang di produksi oleh produsen yang telah mengantongi sertifikasi FSC maka dapat memberikan label FSC di setiap kemasan produknya”.

Global Market Survey FSC 2014 mengungkapkanbahwa 82% pemegangsertifikat FSC menyataka nmengaku nilai produknya bertambah dengan adanya sertifikat FSC, 85% menyatakan label FSC membantu mengkomunikasikan strategi CSR mereka kepada public, sedangkan 90% mendapatkan image yang positif dengan menggunakan label FSC. Keunggulan yang dimiliki FSC menyebabkan perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500 beralih menggunakan dan memproduksi produk berlabel FSC, serta menyatakan komitmennya terhadap FSC (Forest Ethics, 2011; Market Info Pack, 2015; UPM Raflatac, 2016).

Menurut survey yang dilakukan oleh Paper Impact pada tahun 2007, 9 dari 10 konsumen di Eropa lebih memilih kemasan dari kertas karena dipandang lebih ramah lingkungan. Saat ini supermarket besar di Eropa sudah melarang penggunaan kantong plastik belanja bahkan mengenakan pajak penggunaan plastik. Di Indonesia sejak 2015 Pemerintah dan supermarket besar sudah menerapkan kebijakan untuk mengurangi penggunaan kantong plastikbelanja.

Hal inimenunjukkan penggunaan plastik di dalam retail dan industri sudah mengalami tekanan. Kondisi ini dapat menjadikan kertas menjadia lternative yang baik., kemasan kertas memiliki keunggulan kompetitif, terlebih bilakertas yang digunakan memiliki label FSC yang menyatakan kejelasan asal usul bahan baku yang digunakan serta nilai ramah lingkungan dan ramah sosial yang terkandung di dalam label FSC.

Terkait upaya meningkatkan kesadaran konsumen akan produk yang ramah lingkungan dan bertanggungjawab, perlu adanya upaya kegiatan edukasi dan komunikasi kepada masyarakat. Momentum FSC Friday yang merupakan bentuk perayaan produkr amahl ingkungan dan bertanggungjawab setiap tahun yang diselenggarakan secara serentak di seluruh dunia, menjadi salah satu program bagiFSC Indonesia untuk melakukan kampanye dan edukasi kepada konsumen secara lebih luas. Di Indonesia acara FSC Friday 2016 di adakan di Grand Indoesia Moulin Rouge – Skybridge Level 5 Jakarta, yang diisi dengan berbagai macam kegiatan seperti pameran dari produk-produk ramah lingkungan, lomba mewarnai bagi anak-anak, story telling, talk show terkait hutan dan pohon, penampilan Musik dari Musisi PASTO dan masih banyak lagi.

“Kami berharap dengan perhelatan tahunan FSC Friday ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dalam format yang ringan dan mudah dicerna sehingga masyarakat lebih mudah untuk memahami apa dan bagaimana memillih produk ramah lingkungan, Tentunya acara ini juga diadakan berkat dukungan penuh dari para mitra FSC yang telah bersama-sama kami dalam memperkenalkan kepada masyarakat dalam memilih produk-produk ramah lingkungan khususnya produk yang telah memiliki Label FSC” Ungkap Hartono Prabowo, FSC Indonesia Representative.