Ini Alasan Mengunggah Ujaran Kebencian Bisa Dihukum

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Seiring berkembangnya media sosial, makin banyak orang yang harus berurusan dengan hukum karena menulis sesuatu yang mengandung unsur kebencian.

Layaknyacyberbullying, ujaran kebencian yang diunggah di laman media sosial meski itu adalah laman pribadinya bertujuan untuk mengungkapkan rasa benci terhadap seseorang atau suatu instansi.

Memang, kita berhak merasa tidak suka terhadap sesuatu hal. Tapi, jika ketidaksukaan itu diungkapkan dalam tulisan kebencian dan diunggah di laman sosial, tulisan kita pun menjadi konsumsi publik, bukan lagi perasaan pribadi.

Jean-Baptiste Pingault, pengajarpsychopathologydi Universitas College London mengatakan bahwa lewat media sosial, kecenderunganbullyingsemakin mudah terfasilitasi. Menurutnya,classical bullyingmungkin akan berhenti apabila kita berada di rumah (safe house). Namun, lewat media sosial,cyberbullyingbisa terus terjadi sepanjang waktu, bahkan tersimpan dalam waktu lama.

Sepertibullying, ujaran kebencian itu mengarah pada provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain.

Seperti dilansir darisuduthukum.com,yang dikategorikan sebagaiujaran kebencian(hate speech)adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.

Hampir semua negara di seluruh dunia mempunyai undang-undang yang mengatur mengenai hal ini – bukan hanya di Indonesia dan (kebetulan) rezim pemerintahan saat ini.

Di Indonesia, pasal-pasal yang mengatur tindakan tentang Ujaran Kebencian(Hate Speech)terhadap seseorang, kelompok ataupun lembaga  mengacu pada:

  1. Pasal 156 KUHP:
    Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

  2. Pasal 157 KUHP ayat 1 dan 2:
    1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

  3. Pasal 310 ayat (1), (2) dan (3) KUHP:

    1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempel di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

  4. Pasal 311 KUHP ayat (1): Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.


Pasal-pasal itu didukung oleh Pasal 45 ayat (2) UU No 11 tahun 2008 tentang informasi & transaksi elektronik: (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Selanjutnya, ujaran kebencian juga dikaitkan dengan UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, pasal 16: Setiap Orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sesuai dan menurut Surat Edaran Kapolri No SE/X/06/2015 yang dimaksud Ujaran Kebencian(Hate Speech)dan yang termasuk kedalam Ujaran Kebencian(Hate Speech)di antaranya adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan menyebarkan berita bohong baik secara langsung di muka umum maupun lewat sosial media.

Dengan payung hukum tersebut, negara dengan alatnya berhak untuk mengatur tata cara berkomunikasi dalam media sosial. Sekarang, tinggal bagaimana kita bijaksana menggunakan media sosial sebagai salah satu cara berkomunikasi, bukan sebagai tempat mengumbar kebencian.

Jika dahulu ada pepatah, “Mulutmu harimaumu”. Sekarang, waspadalah dengan gerakan jari yang kadang lebih cepat daripada akal sehat kita.