Ini Biang Keladi Masyarakat Ogah Beli Kendaraan Listrik
Uzone.id- Transportasi jadi sarana yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Itu karena mobilitas dan aktivitas ekonomi masyarakat sangat ditentukan pergerakan, termasuk masalah Pandemi Covid-19 juga ditentukan oleh mobilitas masyarakat.
Bahkan, pergerakan orang-orang jadi acuan dalam penanganan Covid-19 hingga muncul Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM.
Di sisi lain, transportasi menyumbang sekitar 27 persen total emisi rumah kaca di Indonesia pada tahun 2030.
Tanpa melakukan intervensi pihak berwenang, emisi rumah kaca di Indonesia akan terus naik. Sedangkan upaya global untuk mengatasi buruknya pemanasan global menuntut emisi karbon menjadi nol emisi.
Community Week: Harga Spare Part Toyota Kijang Super Kok Murah Banget?
Hal itu dikatakan oleh Fabby Tumiwa, ahli transisi energi dan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah think tank Indonesia dalam kebijakan energi dan lingkungan, saat berbicara di acara ‘Diskusi Publik Implementasi Layanan Transportasi yang Lebih Hijau’ yang digelar Forum Wartawan Teknologi bersama Gojek, pada Rabu (25/5/2022).
IESR sendiri mengadvokasi transisi energi rendah karbon di Indonesia. Fabby juga salah satu pendiri Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) di tahun 2016.
Salah satu metode untuk dekarbonisasi adalah dengan mengalihkan kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
“Jadi, kajian yang dilakukan IESR, laporan yang kami keluarkan juga kemarin, tahun lalu decarbonization by the system, kita melihat bahwa untuk mencapai net zero emition di tahun 2050, dari sektor transportasi khususnya itu kendaraan listrik harus mencapai 40 persen dari total kendaraan yang dijual di 2030,” kata Fabby.
Maka, jika Indonesia ingin mencapai net zero emition di tahun 2050, yang menjadi tujuan dari persetujuan paris atau Paris Agreement yang diratifikasi Indonesia diperkirakan ada 110 juta kendaraan listrik roda dua dan roda tiga dan tiga juta kendaraan Low Emission Vehicles (LEV) atau dikenal kendaraan hybrid. Selain itu, 2,4 juta kendaraan listrik lainnya sehingga akan bertambah jadi 288 juta kendaraan listrik di 2050.
“Sementara, memang kalau hitung-hitungan kita harus mencapai 110 juta, pada tahun 2021 ini baru yang ada itu terdapat 3500 unit kendaraan listrik roda 2, dan 1800 kendaraan listrik roda 4 yang terjual,” katanya.
Tentu saja, dari sisi populasi, kendaraan listrik sampai hari ini masih sangat rendah. Dengan adanya target-target yang akan dicapai, seperti misalnya Gojek menargetkan seluruh armadanya sudah berbasis listrik pada 2030 sehingga diharapkan bisa berkontribusi terhadap target dekarbonisasi Indonesia.
Target pemerintah Indonesia dalam mencapai nol emisi tahun 2060 atau bisa lebih awal. Berdasarkan kajian IESR, lebih awalnya di 2050.
BACA JUGA:Wuling Experience Weekend Tebar Promo Menarik
“Angka penjualan kendaraan listrik hari ini sangat rendah jika dibandingkan penjualan kendaraan konvensional. Setiap tahun itu, rata-rata penjualan kendaraan roda dua mencapai 5 juta sampai 6 juta (unit). Roda 4 untuk passanger vehicle itu 900-an ribu (unit). Nah ini data tahun lalu, kira-kira di kisaran 1 juta (unit),” ungkapnya.
Sekarang pertanyaannya adalah, mengapa penjualan kendaraan listrik masih sangat minim dibandingkan kendaraan konvensional?
Fabby menjelaskan, harga jual mobil listrik yang sekarang beredar di Indonesia masih di atas Rp600 juta per unitnya.
Sementara, untuk kapasitas mesin yang sama, harganya 40 persen lebih murah dibandingkan mobil listrik. Jadi ada selisih harga yang sangat tinggi antara mobil listrik dengan non listrik.
Begitu juga jdengan motor roda dua, harga motor listrik Gesit saat ini dijual sekitar Rp29 juta pre unit dengan kapasitas baterai 2kWh.
Ada juga motor listrik yang harganya belasan juta rupiah dengan kapitas baterai lebih rendah.
Di lain sisi, masyarakat masih takut membeli motor listrik karena khawatir sulit mencari tempatnge-chargebaterai jika sudah habis.
BACA JUGA:Pakar BRIN Akui Alat Mirip Nikuba Banyak Dijual di E-Commerce
Maka dari itu, Gojek punya solusi di antara membuka kerjasama dengan Pertamina dan Gogoro untuk berinvestasi di battery swap.
“Dengan adanya infrastruktur kendaraan listrik, (bisa) meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kendaraan listrik. Tetapi kalau kita lihat hari ini pengembangan dari infrastruktur pengisian kendaraan listrik masih jauh dari target yang ditentukan,” kata Fabby.
Pemerintah sebetulnya sudah punya beberapa target, misalnya target membangun stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) masih jauh lebih rendah dari target yang direncanakan. Misalnya target membuat 572 SPKLU, namun yang baru dicapai sebanyak 267 SPKLU.
Begitu juga dengan pembangunan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU). Target membangun 3.000 SPBKLU di tahun 2021, baru terelasisasi 266 SPBKLU saja.
“Ini juga yang jadi kendala penerimaan pasar terhadap kendaraan listrik,” tandas Fabby.