Jangan Bantu Teroris Sebarkan Teror Melalui Media Sosial

pada 8 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Dalam hitungan jam sejak ledakan bom Kampung Melayu, Rabu malam, 24 Mei 2017. Dengan sangat cepat viral foto-foto melalui media sosial bagian-bagian tubuh korban ledakan tersebut.  Etiskah? Melanggar hukumkah penyebarnya?

Pakar hukum dan etik pers serta sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, Wina Armada Sukardi, mengatakan,  “Penyebaran informasi secara membabi buta oleh masyarakat umum, dapat membantu teroris menyebarkan kengerian, ketakutan sosial dan meningkatkan ‘daya tawar’ kaum teroris,” katanya kepada Tempo, Kamis, 25 mei 2017.

Baca juga:
Ledakan di Kampung Melayu, GM Imbau Masyarakat Tak Sebar Foto  



Wina Armada mengatakan pula, sebab bagi terorisme penyebaran berita atau informasi atas peristiwa yang mereka lakukan bagaikan ‘udara’  bagi mereka.  Artinya sesuatu yang dapat terus menghidupi para teroris.  Sebaliknya tanpa  penyebaran berita atau informasi atas  yang para teroris lakukan, mereka akan kehilangan  ‘udara’, dalam artian tak ada maknanya sama sekali.  “Makanya,  kita tidak boleh memberikan ‘udara segar’ kepada para teroris. Penyampaian informasi atau berita perkara teroris perlu ditata dan diatur lagi,” kata dia.



Pemerintah, menurut Wina,  belum banyak melakukan upaya yang berarti untuk mencegah dampak negatif pemanfaatan alat-alat produksi penyebaran informasi yang merugikan publik ini.  “Sejauh ini pemerintah lebih banyak bereaksi hanya jika ada kepentingan kekuasan yang terkena imbasnya. Upaya pemerintah paling membekukan situa-situs radikal dan pornografi,” katanya.

Baca pula:
Ini Bahaya Menyebarkan Foto Korban Bom Kampung Melayu



Ia mengharapkan,  ke depan perlu ada eduksi total, menyeluruh, sistematis dan masif  kepada masyarakat  mengenai bagaimana sebaiknya penggunaan teknologi komunikasi dan apa dampak buruknya jika dipergunakan tidak semestinya, baik untuk masyarakat  maupun untuk diri sendiri .

“ Misalnya, dijelaskan memakai gadget juga berarti sudah memasuki ruang publik, sehingga harus tunduk kepada ketentuan hukum dan sopan santun. Dalam hal ini pemerintah dituntut untuk lebih konsen dan berperan lebih banyak lagi melakukan literasi, sosialisasi dan yang sejenisnya,” ujarnya.



Wina Armada pun mengusulkan, pemerintah perlu merumuskan konsep yang lebih jelas mengenai persoalan ini. Untuk itu  perlu dipikirkan membuat  semacam pedoman bersama  bagaimana cara pemanfaatkan teknologi komunikasi, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dengan segala akibatnya.  “Bentuknya yang praktis, sesingkat mungkin dan mudah dipahami. Inilah yang disosialisaikan sehingga kelak dapat menjadi semacam  ‘etika umum’ setidaknya jadi rujukan,” katanya.



S. DIAN ANDRYANTO

Berita Terkait: