Jejak Ahok di Masjid Raya Jakarta

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Senin, 6 Maret 2017 lalu, menjadi momen terakhir bagi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meninjau pembangunan Masjid Raya Jakarta di Jalan Daan Mogot KM 14, Jakarta Barat. Sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ahok ingin sekali memastikan masjid itu rampung.

Namun saat itu, lantaran akan cuti kampanye Pilgub DKI sekitar 4 bulan, Ahok tidak bisa cawe-cawe lagi dengan masjid yang akan jadi Masjid Raya pertama di Jakarta itu, sampai diresmikan pada Sabtu, 15 April 2017 oleh Presiden Joko Widodo.

Pembangunan Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari sudah muncul sejak tahun 2014, di era Gubernur DKI saat itu Joko Widodo. Lalu setelah menjadi Presiden, proyek ini dilanjutkan kepada Ahok pada tahun 2015 dan diselesaikan dalam waktu dua tahun.

Masjid ini dibangun di atas lahan milik Pemda DKI Jakarta seluas 17,8 hektare dan menghabiskan dana sebesar Rp 170 miliar. Dengan mengusung arsitektur bergaya Betawi, masjid dengan dua lantai ini dapat menampung 16.000 jamaah.

Nama masjid ini diambil dari salah satu pahlawan nasional dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Hasyim Asy’ari. Meski masjid ini diusulkan dan diresmikan oleh Jokowi, namun pembangunannya diselesaikan oleh Ahok. Sehingga tak sedikit yang mengidentikkan masjid ini dengan Ahok.

Sempat ada perdebatan jelang peresmian masjid karena berdekatan dengan hari pencoblosan Pilgub DKI putaran dua, karena dinilai bisa memberikan nilai lebih bagi Ahok. Salah satu kritikan itu datang dari Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, yang keberatan karena peresmian akan melibatkan Gubernur aktif saat itu, Basuki Tjahaja Purnama.

"Rencana peresmian Masjid Daan Mogot oleh Presiden Jokowi dengan melibatkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang diaktifkan kembali, sebaiknya ditunda karena hanya akan mengganggu ketenteraman atau menambah ketegangan dalam masyarakat jelang Pilgub DKI 19 April 2017. Bahkan berpihak secara nyata terhadap paslon nomor 2 Ahok-Djarot," ucap Din dalam keterangan tertulis, Jumat (14/4).

Tidak hanya unsur politik, masjid ini juga dihebohkan karena bentuknya jika dilihat dari atas dituding mirip dengan bentuk salib. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin buru-buru mengklarifikasi membantah kabar mengada-ada itu.

“Enggak ada. Mana yang lambang salib, di mana? Saya nggak paham maksud lambang Salib yang mana. Saya ingin mengajak kita smeua khususnya umat beragama, lebih khusus lagi umat Islam untuk mensyukuri bahwa alhamdulilah Pemerintah Provinsi DKI telah berhasil membangun masjid rata ini,” kata Lukman seusai acara peresmian Masjid Raya Hasyim Asy’ari, Sabtu (15/4).

Lalu, bagaimana kondisi masjid yang digadang-gadang memiliki konsep masjid nabi ini saat ini?

Setelah diresmikan pada April 2017, belum terlihat ada kelanjutan pembangunan fisik masjid yang rencananya akan dilengkapi dengan danau dan ruang terbuka hijau (RTH). Saat kumparan meninjau ke lokasi pekan lalu, di sisi luar masjid masih terlihat tanah kosong dan hanya ditumbuhi rumput.

Kepala Sekretariat Pengelola Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari, Suprapto, mengatakan rencana melanjutkan pembangunan masjid terhambat karena masalah dana.

“Masih dalam tahap perencanaan karena masuk ke anggaran APBD tahun 2018. Inshaallah nanti kita bahas bulan Oktober ini. Tunggu saja apakah bisa dilakukan di tahun 2018 atau lain waktu,” kata Suprapto saat ditemui kumparan di ruang kerjanya di Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari, Senin (9/10).

Suprapto mengakui pembangunan masjid ini belum rampung 100 persen. Masih ada beberapa rencana pembangunan yang akan diatur oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemda (DPGP) DKI Jakarta.

“Nanti akan dibangun bangunan fisik, seperti jalan landai yang langsung menuju lobi masjid, lampu jalanan di sisi selatan masjid, kanopi juga karena selama ini kalau hujan masih tampias,” ujar Suprapto.

Ia pun juga sudah mengusulkan kepada SKPD DKI Jakarta untuk menambah sarana dan prasarana untuk memperindah masjid, salah satunya pengadaan kaligrafi.

“Tentu kita akan menambah kaligrafi. Kan salah satu ciri khas masjid, kita belum punya. Sudah diusulkan (oleh saya) dan kemudian kita bekerja sama dengan SKPD terkait biar ada hiasannya,” tambahnya.

Keterbatasan Dana untuk Kebutuhan Masjid

Belum adanya anggaran APBD secara penuh juga berimbas pada kebutuhan sarana dan prasarana masjid. Suprapto bersama 6 pengurus masjid dari PNS dan 46 anggota Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) bersinergi untuk memelihara, merawat dan memakmurkan masjid. Mereka saling bekerja sama dengan dinas terkait dan terus mencari donatur untuk memenuhi kebutuhan masjid.

“Untuk membayar Pekerja Harian Lepas atau PHL yang terdiri dari 80 orang, kami mendapat bantuan dari Dinas Perumahan DKI Jakarta. Untuk membeli sarana dan alat kebersihan, kami minta bantuan ke Dinas Sosial dan Bank DKI. Untuk kegiatan-kegiatan yang dimotori oleh DKM kita minta bantuan ke BAZIS Jakarta,” kata Suprapto yang diangkat menjadi Kepala Sekretariat Pengelola dua hari sebelum masjid diresmikan.

Kegiatan-kegiatan di masjid pun belum banyak dan rutin dilakukan. Ruang-ruang perkantoran yang ditujukan untuk pengelola masjid, sebagai sarana pendidikan dan kegiatan ekonomi juga belum dimanfaatkan secara maksimal.

“Kami kan mengelola gedung dan DKM mengelola kegiatan. Kalau ada jamaah yang mau pakai (ruangannya) bisa dibukakan. Dari rusun juga kita himbau untuk mengisi kegiatan disini. Kajian atau pengajian yang seharusnya bisa setiap hari kita baru seminggu sekali setiap Sabtu. Tapi Inshaallah untuk shalat alhamdulillah jamaah banyak,” kata Suprapto.

Masjid ini menjadi salah satu peninggalan Ahok-Djarot. Bagaimanapun kondisi dan sejarahnya, masjid selalu identikan dengan lahirnya kebaikan-kebaikan, baik untuk diri sendiri, orang lain, pun untuk Jakarta.