Kadar Maksimal Nikotin dalam Rokok di Indonesia Masih Tinggi

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Dunia memeringatiWorld No Tobacco Dayatau Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada hari ini, Kamis (31/5). Gerakan global ini merupakan bentuk seruan mengendalikan peredaran tembakau di dunia.

Namun, Indonesia yang ikut dalam gerakan itu masih belum menerapkan kebijakan pengendalian tembakau seperti pengaturan kadar maksimal nikotin dalam rokok. Akibatnya, kandungan senyawa nikotin dan tar yang berbahaya di dalam rokok beredar dalam kadar yang tinggi.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan kadar nikotin pada rokok yang paling tinggi beredar di Indonesia saat ini sebesar 4 miligram (mg). Di negara lain, kadar nikotin dalam rokok yang boleh beredar dibatasi maksimal hanya 1,5 mg.


"Di luar negeri itu maksimal 1,5; 1,25; 1 mg kadarnya. Di Indonesia kadar nikotin paling tinggi 4 mg untuk sigaret kretek tangan," kata Kasubdit Pengawasan Produk Tembakau BPOM Moriana Hutabarat, dikutip dari Antara.

Sementara itu, Moriana menyebut kadar nikotin yang paling banyak ditemui di pasaran Indonesia yakni sebesar 25,5 mg untuk jenis sigaret kretek mesin.

Moriana berharap pemerintah segera mengevaluasi dan mengubah peraturan tentang produk tembakau mengurangi kandungan zat berbahaya dalam rokok seperti nikotin dan tar.

Dalam aturan yang berlaku saat ini yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Moriana menjelaskan pemerintah tidak mengatur mengenai batasan kadar kandungan nikotin dan tar dalam rokok.


Sedangkan BPOM, kata Moriana, hanya bertugas mengawasi dan menguji kandungan nikotin dan tar yang ada dalam rokok sesuai dengan yang tertulis pada kemasan. Alhasil, industri rokok dapat menentukan berapa pun jumlah kandungan nikotin dan tar dalam rokok asal kadarnya sesuai dengan yang tertulis pada kemasan.

Tar dan nikotin pada rokok dapat menyebabkan berbagai penyakit mulai dari ketergantungan, iritasi sistem pernapasan hingga meningkatnya risiko kanker.

Berita Terkait