Kantong Plastik Mau Dilarang di Jakarta, Siapa Untung dan Buntung?

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Mulai Januari 2019 nanti, jangan harap menjumpai kantong plastik (kresek) beredar di kawasan DKI Jakarta. Pasalnya, para pedagang mulai dari skala retail dan pusat perbelanjaan hingga pasar-pasar akan kena denda sebesar Rp 5 juta hingga Rp 25 juta jika kedapatan menggunakan kantong plastik dalam transaksinya melakukan jual beli.

Apabila kebijakan itu benar terwujud, tentu pengurangan sampah plastik di ibu kota bakal berkurang drastis. Berdasarkan klaim Pemprov DKI, setidaknya 1 persen dari 7.500 ton per hari sampah bisa ditekan. Di samping itu, ternyata ada pula pihak-pihak yang disinyalir akan kecipratan berkah ketika aturan itu diterapkan. Misalnya saja, pengusaha kantong ramah lingkungan. 

Sales dan Marketing Executive perusahaan kantong ramah lingkungan Envi Plast Sri Megawati mengatakan, pihaknya menyambut baik kebijakan itu dan berharap kantong ramah lingkungan bisa menjadi alternatif pengganti kantong plastik.

"Kami terus berkomunikasi dengan instansi pemerintah terkait mengenai produk kantong organik berbahan nabati ini, sedangkan dari sisi bisnis sendiri kami tetap memiliki agenda keikutsertaan dalam kegiatan pameran dagang dalam dan luar negeri untuk menjaring minat investor untuk membuat kantong organik berbahanbio-based pelletsENVIPLAST," katanya kepadakumparan, Jumat (19/12).

Mega melanjutkan, meski dalam waktu dekat kebijakan itu tak akan langsung berdampak pada penggunaan kantong ramah lingkungan secara masif, namun Ia yakin kian lama orang bisa makin sadar untuk beralih ke produk yang ramah lingkungan. 

"Kapasitas yang dimiliki 300 ton per bulan bahan baku membuat peluang besar untuk kantong organik digunakan secara lebih luas, apalagi jika penerapan pelarangan kantong plastik dijalankan secara serius," tegasnya.

Di samping meningkatkan fokus pada produk, kata dia, pihaknya bakal lebih gencar melakukan sosialisasi terkait penggunaan kantong ramah lingkungan. Baik dilakukan secara mandiri, lintas industri maupun dalam kerja sama dengan pemerintah.

"Kami senantiasa menjaga hubungan baik dan komunikasi yang positif dengan Kementerian Lingkungan Hidup RI, DLH (Dinas Lingkungan Hidup) DKI Jakarta dan DLH di berbagai daerah di Indonesia. Hubungan baik juga kami bangun dengan bisnis-bisnis yang fokus pada pelestarian lingkungan dan memiliki komitmen kuat untuk turut mengurangi pemakaianplastic bags," kata dia. 

Tak hanya pengusaha kantong ramah lingkungan, pihak yang dimungkinkan akan terangkat pada pelarangan kantong plastik ini adalah unit usaha makro dan kecil menengah (UMKM). Sebab, Pemprov DKI ada wacana untuk menggandeng UMKM dalam menyediakan kantong belanja sebagai pengganti kantong plastik yang dilarang. 

"Di bawah UKM, usaha-usaha mikro, usaha rumahan yang membuat kerajinan tas belanja itu kan banyak sebenarnya, kita dorong untuk mereka ber-partnerdengan para pelaku usaha itu nanti mungkin dinas koperasi, kemudian dinas UMKM, kita menggandeng, ayo binaannya membuat ini, kita sandingkan dengan pelaku usaha," ujar Kepala Seksi Pengolahan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati dihubungikumparan.  

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun pun menyambut positif hal itu. "Bagus saja jika UMKM digunakan sebagai penyedia, yang penting adalah (kantong belanja) mudah ditemukan di mana saja," ucapnya. 

Kendati demikian, Ia mengaku, Pemprov DKI belum pernah menghubungi pihaknya terkait rencana kerja sama itu. Tak ingin muluk-muluk, hal yang terpenting menurutnya ialah pemerintah bisa bijak dalam menentukan pengganti kantong plastik yang sesuai ketika nanti dilarang.

"Jika tidak, kebijakan tersebut hanya kebijakan yang emosional, yang penting beda, tapi menyusahkan pengusaha UMKM," tegas dia.

Sementara, ada pula pihak yang keberatan dengan pelarangan kantong plastik DKI Jakarta. Ialah pengusaha yang memproduksi kantong plastik. 

Sekjen Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiyono mengklaim, solusi penanganan sampah Jakarta bukan dengan cara pelarangan kantong plastik, namun mengefektifkan pengelolaan sampah plastik yang lebih efektif. 

"Jadi yang selama ini jadi masalah kan sebenarnya managemen awalnya kan. Di mana masyarakat juga masih sembarangan buang sampah. Kemudian masyarakat membuangnya juga belum dipisah-pisah, selama dua hal ini belum diselesaikan mau dilarang mau dibayar mau diawasi ya enggak bakal beres-beres," kata Fajar. 

Menurutnya, Pemprov DKI mestinya lebih menekankan pada managemen pengelolaan sampah terlebih dahulu. Di sisi lain, terus melakukan edukasi kepada masyarakat soal pentingnya menjaga lingkungan dengan memilah sampah kering dan basah agar mudah dalam proses daur ulang plastik nantinya.

Berkaitan dengan itu, pihaknya juga mengaku telah memiliki program dalam managemen sampah yang diusulkan untuk kembali dioptimalkan bernama Masaro. "Yang membedakan adalah yang kumpul angkut buang, kita jadi pilah angkut proses," terangnya.

Ia juga mendorong pemerintah agar mengaktifkan kembali tong-tong sampah yang tidak berfungsi di DKI Jakarta agar proses pemilahan bisa dilakukan. Untuk organik dijadikan pupuk atau kompos, kaca dan logam didaur ulang, dan kantong kresek didaur ulang atau digiling dijadikan aspal plastik.

"Yang jadi masalah kan itu 60 persen sampah kita membusuk dan basah kemudian campur menyampur, nah di situlah yang membebani industri daur ulang sampah plastik, itu membutuhkan tenaga banyak, ongkos banyak, dan waktu yang lama untuk mengeringkan tadi," tambahnya.

Fajar berdalih, melalui daur ulang yang tersistematis menjadi kunci pengelolaan sampah agar tak berbahaya dan tak mencemari lingkungan. Asal, didaur ulang dengan benar.

"Siapa bilang plastik berbahaya, plastik itu jangan dibuang tapi didaur ulang. Enggak ada bahaya kesehatan, kalau ada bahaya ksehatan semua sudah mati sejak dahulu. Kecuali plastik yang hitam yang BPOM larang untuk makanan, gara-gara plastik yang sekian persen dilarang untuk makanan jadi orang menyalahkan semua plastik berbahaya, salah itu," pungkasnya.