Kasus E-KTP, KPK Resmi Tahan Andi Narogong

pada 7 tahun lalu - by

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menuturkan pihaknya mulai hari ini secara resmi menahan tersangka kasus korupsi pengadaan elektronik kartu tanda penduduk (e-KTP) Andi Agustinus alias Andi Narogong. “KPK telah melakukan penahanan terhadap tersangka AA dalam kasuse-KTP,” kata Basaria di KPK, Jumat, 24 Maret 2017.

Menurut Basaria, penahanan terhadap Andi dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya untuk mengantisipasi tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah tersangka melarikan diri.
Baca :E-KTP, Ini 6 Alasan KPK Seret Andi Narogong Jadi Tersangka

Meski demikian, Basaria menuturkan pihaknya siang ini masih memeriksa Andi di KPK setelah ia diperiksa sejak semalam. Pantauan Tempo, Andi baru tampak keluar dari gedung KPK pukul 13.30. Ia keluar mengenakan baju tahanan KPK. Pengusaha tersebut menolak memberikan komentar atas penetapan dia sebagai tersangka. KPK menahan Andi di rutan C1 cabang Guntur.

KPK kemarin telah menetapkan Andi Narogong sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik ataue-KTPtahun anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.

 

Pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri itu diduga berperan aktif dalam penganggaran dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa proyeke-KTP.
Simak :Kasus E-KTP, Novel Baswedan Bantah Mengancam Miryam Haryani

Andi bersama-sama dua terdakwa lainnya, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman dan pejabat pengambil keputusan Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi hingga merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun. Sementara proyeke-KTPbernilai total Rp 5,9 triliun.

KPK menetapkan Andi sebagai tersangka karena ia diduga bertemu dengan terdakwa dan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta pejabat Kementerian Dalam Negeri perihal proses penganggarane-KTP.

Pada pertemuan itu Andi diduga menjanjikan dana kepada Badan Anggaran, Komisi II DPR, dan Kementerian Dalam Negeri agar memuluskan proses pembahasan. Akibatnya, ia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

DANANG FIRMANTO

Berita Terkait: