Kata Kominfo Grup WhatsApp Lebih Bahaya dari Facebook

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

(Ilustrasi/Unsplash)

Uzone.id-- Rasanya gak ada yang bisa mengalahkan hoaks untuk urusan ‘penyakit’ di dunia digital. Urusan hoaks sudah sampai masuk ke ranah perhatian pemerintah, khususnya di Indonesia.

Parahnya lagi, ruang publik seperti media sosial Facebook, Instagram, atau Twitter sekarang levelnya sudah di bawah aplikasi pesan instan WhatsApp.

WhatsApp memang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia sebagai layanan yang sangat umum digunakan segala jenis usia.

Selain bisa mempermudah jalur komunikasi, WhatsApp kini semakin dianggap negatif oleh pemerintah Indonesia. Dalam hal ini, penyebaran informasi palsu alias hoaks dan ujaran kebencian.

“Sekarang WhatsApp Group itu paling bahaya jika dibandingkan Facebook dan Twitter,” ucap Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu saat dihubungiUzone.id.

Baca juga:Jangan Sebar Hoaks di Grup WhatsApp, Nomormu Bisa Diblokir Polisi

Menurutnya, penyebaran hoaks dan informasi bersifat fitnah dan penuh kebencian itu tersebar lebih cepat melalui grup WhatsApp. Sisi bahayanya di sini adalah, dilihat dari tipe layanan.

“Facebook atau Twitter itu bisa dibilang masuk ke ranah komunikasi publik. Media sosial ini bisa dipantau secara terbuka, semua orang bisa lihat postingan orang-orang lain. Sementara grup WhatsApp komunikasi privat,” sambung pria yang akrab disapa Nando itu.

Namun, dari penjelasannya, Kominfo mengklaim bahwa masyarakat semakin sadar bahwa Facebook dkk adalah ruang publik dan mudah untuk diidentifikasi mengenai penyebaran informasi, sehingga grup WhatsApp dianggap lebih praktis dan merasa gak bisa disusupi pihak luar.

“Twitter, Instagram, YouTube, itu ‘kan mudah kita pantau secara terbuka. Tapi kalau WhatsApp ‘kan punya kesan sudah terlalu pribadi. Kami gak bisa masuk ke sana. Maka penyebaran hoaks di grup WhatsApp itu lebih cepat ketimbang media sosial,” lanjut Nando.

Baca juga:Google Nyerah Tandingi WhatsApp

Hal ini kemudian yang menjadi landasan mengapa tim siber Polri bisa sampai turun tangan untuk berpatroli di grup WhatsApp masyarakat.

Pihak Kominfo sendiri mengaku, data nomor para pengguna WhatsApp didapatkan Polri dari Aduan Konten milik Kominfo sendiri.

“Kami bisa memahami Polri yang begitu sigap dalam menjalankan pemantauan dan penyelidikan yang sampai masuk ke ranah grup WhatsApp ini. Pada dasarnya, mereka diberikan kewenangan untuk menegakkan hukum. Penyebaran hoaks bisa bikin perpecahan dan fitnah di mana-mana,” tutur Nando.

Baca juga:3 Langkah Basmi Hoaks, Termasuk Batasi Medsos?

Sekadar diketahui, sudah banyak pelaku penyebar hoaks yang nomor teleponnya diblokir secara langsung. Secara teknis, tim siber Polri melaporkan daftar nomor-nomor mana saja yang akan di-suspendke pihak Kominfo lalu langsungtek-tokandengan pihak WhatsApp dan perusahaan operator di Indonesia.

Namun, pemblokiran nomor telepon ini sifatnya hanya sementara.

“Sebagai bentuk peringatan. Tak sedikit juga yang sadar nomornya diblokir itu langsung menghubungi Kominfo dan meminta pemulihan dan berjanji gak akan menyebar hoaks lagi, atau mengaku sedang khilaf, atau memang gak sadar pesan itu hoaks atau bukan,” sambung Nando.

Nando juga menambahkan, pemulihan atau normalisasi nomor telepon itu bisa dilakukan dengan cara melaporkan ke pihak Kominfo ataupun ke tiap operator masing-masing.