Kenapa Orang Bisa Fobia Badut?
Ada banyak alasan mengapa seseorang bisa mengalami fobia pada badut atau biasa disebutCoulrophobia.
Penyebabnya mulai dari riasan wajah badut yang dianggap menutupi emosi orang dibaliknya sehingga membuat orang lain yang melihatnya merasa takut, sosok badut yang selalu digambarkan sebagai penjahat seperti Joker dalam film Batman, hingga kenangan buruk di masa kanak-kanak.
Mereka yang mengalamiCoulrophobia,dikabarkan sering merasa cemas, terguncang hingga trauma saat melihat atau bahkan hanya memikirkan badut.
Seperti halnya fobia lainnya,Coulrophobiajuga memberikan gejala fisik, mental dan emosional pada penderitanya, di antaranya adalah: berkeringat, mual, perasaan takut, detak jantung dan nafas yang lebih cepat, menangis atau menjerit, bahkan merasa marah saat badut ada di sekitarnya.
Coulrophobiasendiri punya arti kata ketakutan yang terus menerus terhadap badut. Dilansirfearof.net, ada kemungkinan kata tersebut berasal dari bahasa Yunani 'Kolon' yang punya arti enggrang, alat yang sering digunakan para badut saat beratraksi.
Kata badut atauclowndalam bahasa inggris juga disebut berasal dari kataCloyne,ClodatauColonus, bahasa jadul yang digunakan masyarakat pedesaan untuk menggambarkan seseorang yang berlaku konyol atau di luar akal sehat.
Coulrophobiafacts.commelansir, beberapa peneliti di Amerika Serikat percaya, kasuscoulrophobiameningkat sejak tahun 1990-an. Penyebabnya tak lain adalah film horor milik Steven Spielberg berjudul IT. Dalam film tersebut, tokoh badut bernama Pennywise digambarkan sebagai badut pembunuh.
Alhasil banyak anak-anak hingga remaja kala itu yang kemudian mengalami phobia terhadap badut. Tidak ada data pasti, namun dikabarkan ada sekitar 12 persen warga AS yang punya fobia terhadap badut.
Sosok badut yang seharusnya menyenangkan dan lucu sering kali digambarkan tidak sesuai pada banyak tayangan televisi. Inilah yang menarik kesimpulan banyak orang bahwa riasan yang dipakai badut bisa jadi menutupi kondisi emosional seseorang.
"Alasan badut sering dikaitkan dengan bahaya dan ketakutan, mereka (para badut) mendorong batas logika kita, mendorong pemahaman hingga kita, dan mereka melakukan semua itu lewat lelucon dan perilaku konyol," ujar Andrew Stott, profesor bahasa Inggris yang mendalami budaya badut, seperti dikutip dariTelegraph.com.
Badut pada awalnya tidak untuk menghibur anak-anak. Namun peran itu berubah pada era Victoria.
"Mereka berdiri di atas panggung dan membagikan permen untuk anak-anak. Saat ini badut juga dikenal sebagai sosok yang menyenangkan. Contohnya karakter Ronald McDonald di restoran cepat saji McDonald," ujar Scott.
Penanganan fobia badut pun berbeda-beda pada setiap penderitanya. Ada yang menggunakan metode pendekatan dengan membiasakan diri melihat badut selama hal itu tidak mengganggu kegiatan sehari-hari. Namun pada beberapa penderita fobia yang tidak bisa sama sekali melihat badut dan mengganggu kesehariannya maka bantuan profesional dibutuhkan.