Ketika Korban dan Terduga Dalang Bom Thamrin Berpelukan

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Inspektur Dua Denny Mahieu, korbanBom Thamrin, dan Oman Rochman aliasAman Abdurrahman, terduga dalang pengeboman, menampilkan 'kemesraan' di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (23/2).

Mereka berpelukan dengan hangat di akhir sidang, seperti melupakan insiden serangan teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Desember 2016.

Padahal, Denny adalah sosok yang kemampuan indera pendengaran sebelah kanannya direnggut dalam aksi teror bom yang diduga didalangi oleh Aman.

Berdasarkan informasi dari pengacara Aman, Asrudin Hatjani, keduanya sempat terlibat dalam percakapan sebelum akhirnya berpelukan.

Menurutnya, Aman pun berkata bahwa kepada Denny bahawa tidak ada hubungan dengan teror bom Thamrin dan tengah berada di dalam penjara saat insiden itu terjadi.

"Denny bilang, kita bersaudara ayo kita berdiri bersalaman, berpelukan. Sementara Aman bilang, saya tidak ada hubungan dengan bom Thamrin dan saat kejadian saya ada di penjara," kata Asrudin kepada wartawan usai persidangan.

Sebelumnya, saat bersaksi, Denny menceritakan seluruh kronologi kejadian sebelum, saat, hingga sesudah sejumlah bom meledak di Jalan MH Thamrin pada 14 Januari 2016.

Dia mengatakan bahwa ia sedang melaksanakan patroli di sepanjang jalan dari Bundaran Hotel Indonesia hingga Harmoni dengan mengendarai sepeda motor. Dia mengaku, melihat benda mencurigakan berupa tas ransel berwarna hitam setibanya di Pos Polisi Jalan MH Thamrin.

Kemudian, dia juga melihat benda mencurigakan lain di atas meja dalam pos polisi berupa kotak kue dan sebuah benda yang ia duga merupakan alat pemantik bom.

Dia pun mengaku langsung menduga bahwa semua benda mencurigakan itu bom dan mencoba mengabarkan temuannya itu ke sejumlah pemimpinnya.

Namun, seketika setelah dugaan itu muncul, Denny mengaku mendengar suara ledakan dari dalam Starbucks Coffee yang berlokasi di pusat perbelanjaan Sarinah yang kemudian dilanjutkan dengan ledakan dari benda yang ia curigai sekira pukul 11.00 WIB

Dia melanjutkan, ledakan itu melukai sejumlah anggota tubuhnya dari paha, betis, kepala, dan perut.

Foto: REUTERS/Amateur video via Reuters
Ledakan Bom Thamrin



"Setelah meledak, saya tetap berdiri, kaki sudah berdarah, mata saya memerah, telinga berdarah semua, setelah itu, saya pelan-pelan cabutin paku di kaki, ada sekitar 20 paku, baru saya berdoa," ujar Denny.

Setelah kejadian itu, dia pun mengaku tidak tahu seputar peristiwa serangan teror bom Thamrin lantaran sudah dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo oleh rekannya.

Lebih jauh, Denny mengaku kerap mengalami susah tidur lantaran masih merasakan sakit di bagian kepala akibat ledakan bom yang ia alami dua tahun silam. Dia juga mengaku mengatasi hal itu dengan mengonsumsi obat pereda nyeri.

"Kadang untuk berapa hari saya bisa tidur tidak dengan obat, tetapi kebanyakan saya pakai obat, Yang Mulia,enggakbisa tidur," ujar Denny.

Tak hanya itu, Denny mengaku bahwa telinga sebelah kanannya sudah tidak bisa lagi mendengar.

Aman didakwa sebagai dalang teror bom Thamrin. Selain itu, ia juga didakwa sebagai dalang aksi teror di Indonesia dalam rentang waktu sembilan tahun terakhir.


Dalam dakwaan jaksa penuntut umum yang dibacakan pada sidang pekan lalu, Aman didakwa hukuman mati atas tindakannya mendalangi sejumlah aksi terorisme.

Dalam dakwaan primer, Aman didakwa dengan pasal 14 juncto pasal 6, subsider pasal 15 juncto pasal UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.

[Gambas:Video CNN]

Sementara dalam dakwaan sekunder, Aman didakwa dengan pasal 14junctopasal 7, subsider pasal 15junctopasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.

Amanyang baru bebas dari Penjara Nusakambangan karena mendanai kegiatan teroris beberapa hari sebelum HUT Kemerdekaan 17 Agustus 2017 lalu, kembali ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri dengan dakwaan terlibat dalam kasusBom Thamrin.