Ketika Turis Lebih Merepotkan Ketimbang Makhluk Halus
Nanang Dwi Prasetyo merupakan salah satu rimbawan di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Bersama sejumlah rekan rimbawan lain, setiap hari ia bertugas memantau keamanan kawasan seluas 434 kilometer persegi itu.
Kalau ada orang yang tersesat, diarahkan. Kalau ada binatang yang sakit, diobati. Itulah tugas utama Nanang.
"Yang paling sulit itu mengawasi orang, karena manusia kan banyak maunya tapi membahayakan dirinya atau alam sekitarnya. Seperti pengunjung yang surfing atau melakukan pengamatan hewan di savana," kata Nanang saat ditemui pada beberapa waktu yang lalu.
Bak orang kantoran, Nanang mendapat shift kerja setiap harinya. Kantornya berupa jalanan yang dikelilingi pohon besar. Walau ada mobil bak terbuka, ia lebih suka naik motor. Lebih praktis, katanya.
Di siang hari cerah, tugas Nanang jauh lebih mudah. Namun saat mendung atau menjelang malam, tugasnya lebih menantang.
Tersesat di dalam hutan sudah bukan sekali atau dua kali ia alami.
"Secanggih apapun penunjuk arah yang dibawa, kalau sudah tersesat di dalam hutan ya kita harus mengingat lagi cara manual, salah satunya melihat arah matahari atau bulan," kata Nanang sambil tersenyum mengingat kejadian tersesatnya.
Nanang hanyalah satu dari sekian banyak rimbawan alias penjaga hutan di Indonesia.
Indonesia memeringati Hari Bakti Rimbawan pada tanggal 16 Maret setiap tahunnya. Hanya berselang lima hari, penduduk dunia merayakan Hari Hutan Sedunia. Banyak yang mengenal hutan, tapi tak banyak yang mengenal rimbawan sebagai sang penjaga hutan.
Mereka datang dari beragam latarbelakang, mulai dari lulusan jurusan lingkungan hidup sampai sekadar "akamsi" (sebutan bagi pemuda lokal) yang cinta alam. Tapi tujuannya mereka sama; melindungi flora dan fauna yang ada di kawasannya.
Berdasarkan tulisan dalam buku 'Desentralisasi Kehutanan', tugas seorang rimbawan adalah memelihara, melindungi, serta meningkatkan kemampuan ekosistem hutan bagi masyarakat.
Eksistensi seorang rimbawan, atau yang bernama kerenforest ranger, tentu saja sangat dibutuhkan. Khususnya di Indonesia, yang masuk dalam daftar kawasan hutan hujan tropis terbesar di dunia dan negara dengan taman nasional terbanyak.
Indonesia memiliki 53 taman nasional, enam di antaranya adalah situs warisan dunia. Sementara itu, sembilan taman nasional di Indonesia merupakan bagian dari Jaringan Cagar Biosfer Dunia.
Lima taman nasional merupakan lahan basah yang secara internasional dilindungi oleh Konvensi Ramsar. Sebanyak sembilan taman nasional di Indonesia didominasi oleh perairan.
Siapa lagi yang mau menjaga semua kawasan itu setiap hari selama 24 jam kalau bukan rimbawan?
Senada dengan Nanang dalam wawancara terpisah, rimbawan dari Taman Nasional Taka Bonerate di Sulawesi Selatan, Imam Talkah, mengatakan kalau kehadiran pengunjung menjadi tantangan dalam menjalankan tugasnya.
Taka Bonerate merupakan taman laut yang mempunyai kawasan atol (gugusan karang berbentuk lingkaran dengan laguna di tengah) terbesar ke-tiga di dunia.
Taman nasional ini memiliki lima belas pulau, sehingga tidak mengherankan jika tempat ini menjadi magnet untuk wisata bahari.
Sudah pasti, kehadiran pengunjung yang dikhawatirkan merusak alam harus diantisipasi oleh Imam dan rekannya.
"Kalau turis asing lebih komitmen terhadap ekosistem. Kadang kalau ada masyarakat yang buang sampah sembarangan malah mereka yang duluan menegur," kata Imam.
"Pengunjung juga tidak boleh melakukan kegiatan eksplorasi alam sendirian. Seperti untuk diving, akan ada pemandu dari kami agar ekosistem bawah laut tetap terjaga," lanjutnya.
Kawasan taman nasional sebisa mungkin tak boleh diubah bentuknya. Jangankan jalanan beraspal mulus, lampu jalanan juga jarang terlihat. Tidak takut gelap sudah pasti menjadi salah satu syarat menjadi seorang rimbawan.
Nanang mengaku memiliki beberapa pengalaman unik saat dirinya berada dalam kegelapan Taman Nasional Alas Purwo. Diboncengi makhluk halus jadi salah satunya.
Tapi dirinya mengaku tak gentar, bahkan mengaku bakal menjalani tugasnya sampai masa pensiun, demi kelestarian alam Indonesia.
"Saya lebih khawatir jika ada kucing yang masuk ke Taman Nasional Alas Purwo, karena kehadiran satu kucing yang lalu beranakpinak bakal menganggu populasi hewan asli di sini," katanya sambil tertawa.