Kisah Alif, Bocah Yatim Piatu yang Selalu Ceria Meski Makan Nasi Garam

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Seberapa pun penderitaan yang dialami manusia, di sanalah rencana indah Tuhan sedang dipersiapkan. Hal itulah yang tercermin dari kehidupan seorang bocah 5 tahun bernama Alif. 

Dulu, ketika belum genap satu tahun, Alif harus menerima realitas pahit. Dia menjadi yatim piatu setelah ayah dan ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan hebat di Daan Mogot, Jakarta Barat. Mendapati kabar kecelakaan itu, kakek Alif syok dan langsung terkena serangan jantung. 

Kepadakumparan, nenek Alif, Heni, menceritakan awal mula kisah kelam hidupnya. Namun, Heni tak kuasa bercerita panjang. Dia terisak dan tak bisa berkata-kata. Cerita kemudian dilanjutkan oleh Eka, relawan yang telah lama mendampingi Heni dan Alif. 

Eka melanjutkan, sang kakek harus dilarikan ke rumah sakit. Perawatan intensif harus diberikan menyusul kondisinya yang semakin parah. Tentu hal tersebut membutuhkan biaya yang tak sedikit. Harta benda keluarga Alif pun dijual, mulai dari rumah hingga mobil. 

Namun, apa boleh dikata, kakek Alif turut menyusul ayah dan ibunya. Ditinggal orang tua dan tak lagi punya harta benda, begitulah kehidupan Alif saat usianya baru 11 bulan. 

Tidak lagi punya apa-apa, Alif dan neneknya pun hidup menggelandang. Mereka memulung untuk bisa mengganjal perut. Tinggalnya pun tak menentu, di mana pun asal bisa bernaung.

Akan tetapi, mereka tetap kuat menjalani hidup hingga akhirnya datanglah seorang yang berbaik hati menawarkan sebuah rumah kontrakan murah untuk keduanya tinggali. 

Di sebuah rumah bedeng di dekat komplek kuburan China, Tanah Gocap, Tangerang, di sanalah Alif dan neneknya tinggal. Mereka hidup seadanya. Seringkali, keduanya hanya makan nasi ditaburi garam. Kadang kala, dalam benak bocah 5 tahun itu ingin rasanya mengecap ayam kecap. Tetapi, karena tak memiliki cukup uang, nasi dan garam lagi-lagi harus menjadi sahabat keduanya. 

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari nenek Alif bekerja menjadi asisten rumah tangga di Pluit, Jakarta Utara. Bisa dibilang jaraknya cukup sehingga harus ditempuh dengancommuter line. Alif pun selalu ikut neneknya bekerja. Hingga sore pukul 15.00 WIB keduanya baru kembali ke rumah. 

Di perjalanan, ada kalanya Alif memandangi mereka yang sedang memakan makanan enak. Hatinya bahagia meski hanya bisa melihat. Pikirnya, rezeki pasti suatu saat akan datang kepadanya. 

Dan, akhirnya keberuntungan itu menghampiri Alif serta neneknya. Baru-baru ini, dalam perjalanan di commuter line, seorang mahasiswa bernama Tika membagikan kisah pilu Alif di media sosialnya.

Respons warganet pun begitu positif terhadap kabar Alif. Mereka iba dan tergerak hatinya untuk membantu sang bocah malang. Penggalangan dana pun dilakukan untuk membantu Alif.

"Ini ada mahasiswa yang datang. Ada juga dari SMK Negeri, ada 2 orang," ungkap Heni, nenek Alif saat dihubungikumparanmelalui sambungan telepon, Minggu (27/5).

Melanjutkan cerita, sang nenek saat ini mulai risau dengan usia Alif. Dia yang akan menginjak usia 6 tahun Agustus tahun ini sudah semestinya mengenyam pendidikan. 

"Sekarang belum sekolah. Anaknya ingin masuk TK , tapi kan enggak ada dana," kata nenek Alif. 

Alif pun kini hanya mengikuti kegiatan sang nenek. Pagi ke Pluit dan malamnya berjualan Pop Mie di pasar dekat rumahnya. Tanpa lelah, keduanya terus berjuang demi menyambung hidup. 

Beruntung, setelah kisahnya dibagikan, si ceria Alif bisa boleh berlega hati terkait masa depan pendidikannya. 

"Alhamdulillah kami dapat sumbangan donasi yang sangat besar jadi kami rencananya nanti pas datang ke rumahnya mau ngobrol lebih banyak dan ingin menanyakan sekolahnya Alif," cerita Resti, salah satu mahasiswa yang turut membagikan kisah Alif di media sosial bersama Tika kepadakumparan.

Donasi yang dikumpulkan oleh Tika dan Resti pun rencananya akan diberikan hari ini. Hingga saat ini, jumlah donasi yang telah terkumpul mencapai Rp 59 juta lebih.