Kisah Jasad Yana Zein Akhirnya Digotong Wartawan Beramai-ramai
Proses pemakaman jasad Yana Zein pada Jumat (2/6/2017) mengalami banyak kendala. Banyak hal yang serba dadakan alias meleset dari rencana awal.
Mulai dari tata cara prosesi perlakuan mayit yang awalnya menurut ajaran Kristen lalu diganti dengan prosesi secara Islam.
Lalu Yana dua kali disalatkan di masjid yang berbeda. Hingga pemindahan tempat makam yang awalnya di TPU Kampung Kandang, Ciganjur, Jakarta Selatan, dialihkan ke TPU Bulak Lebar, Gandul, Cinere, Jawa Barat.
Karena banyak hal yang dilakukan serba mendadak, alhasil keluarga yang awalnya mengiringi jenazah satu persatu pulang dan selisih jalan.
Jenazah yang tiba di Masjid Baiturrahman, Cinere, pun menjadi kewajiban para wartawan untuk menggotong keranda mayit karena tak ada pihak keluarga yang bisa diperbantukan.
Saat itu jumlah wartawan begitu melimpah hingga mencapai puluhan. Mereka berinisiatif kerja sama memboyong keranda ke lantai 2 masjid Baiturrahman untuk digelar salat jenazah.
Kemudian, jenazah dibawa ke Masjid Jami Persatuan untuk disalatkan kembali. Lagi-lagi beberapa pewarta ikut membawa jenazah ke dalam masjid.
Setelahnya, jenazah dibawa ke TPU Bulak Lebar untuk dikebumikan. Tempat pemakaman ini adalah wakaf bukan milik pemerintah daerah, makanya kondisi tempatnya cukup sempit dan agak sulit menuju liang lahatnya.
Sejak keranda diturunkan dari ambulans, para wartawan dari berbagai media langsung menggotong beramai-ramai tanpa instruksi siapapun. Melewati tanjakan sempit, pembawa keranda harus loncat di area kuburan agar kondisi terat stabil.
Usai lewati tanjakan, wartawan pembawa keranda harus melewati jalan turunan yang cukup licin. Di sini mereka bergantian menerima jenazah agar tak terpeleset saat membawa mayit. Barulah sampai di liang lahat yang yelah disediakan.
Wahyu, awakSuara.comyang berkesempatan menggotong keranda mayit Yana Zein sama seperti para wartawan lainnya yang ingin meringankan tugas keluarga Yana.
Apalagi saat itu memang keluarga dari almarhum sama sekali tak ada yang laki-laki.
"Saya ikut estafet aja, kebetulan pas saya bantu itu jalannya agak sulit karena menurun. Jadi harus melihat kebawah, dan melompatinya. Karena memang kuburannya ada dibawah dekat dengan pohon-pohon jadi agak sulit," ungkap Wahyu.
"Kerandanya juga lumayan enteng karena digotong bersama-sama. Mungkin karena rasa saling menolong dan kasihan melihat jenazah yang banyak diajak jalan-jalan. Jadinya saat mengangkat itu enteng tak berat."
Bintang film senior itu meninggal dunia di usia 50 tahun setelah berjuang melawan sakit kanker payudara stadium 4 dan liver.