Kisah Kimung Mengukir Literasi Musik Bawah Tanah Bandung

pada 8 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

PERGERAKAN komunitas Ujungberung Rebels tak bisa dilepaskan dari sosok Iman Rahman Angga Kusumah atau dikenal dengan sapaan Kimung. Pria 39 tahun ini mulai menjadi penggiat komunitas sejak era 1990-an lalu bersama sejumlah rekannya.

Musik cadas kemudian menjadi kendaraan yang menggeliatkan komunitas di timur Kota Bandung, yakni Ujungberung. Sampai hari ini, Ujungberung masih dikenal sebagai tempat lahirnya sejumlah band metal. Sebagai penggagas, Kimung tak hanya masih aktif bermusik tapi dia juga mencatatkan sejarah komunitas dalam bentuk literatur yang abadi.

Kimung menceritakan, semua bermula dari kegemarannya mendengarkan musik rock yang menyuarakan kritik sosial. Sebut saja Metallica, Guns and Roses, Motley Crue, dan Slank. Ketika itu, Kimung remaja melihat mereka sebagai band keren. Sebelumnya, dia besar dengan lagu-lagu pop dan rock seperti milik The Beatles, The Rolling Stone, dan New Kids on the Block.

"Album metal pertama yang saya dengarkan itu 'Master of Puppet' dari Metallica. Di album itu enggak ada lagu cinta. Dari situ saya menyadari, segala ketidakadilan bisa disuarakan lewat musik. Berkat album itu juga saya jadi belajar bahasa Inggris," tutur Kimung.

Kimung menyadari, ketika mendengarkan musik metal ada stigma yang melekat pada dirinya. Misalnya dia dicap sebagai pemberontak. Namun karena dia suka dengan musik jenis itu, stigma itu tak menghentikan langkahnya. Bagi Kimung, hampir separuh hidupnya menyukai musik metal malah membentuk karakternya.

Menurut Kimung, mungkin banyak hal tidak baik yang melekat pada musik metal. Namun, di antara yang tidak baik ada hal positif yang bisa dilakukan. Salah satunya komunitas Ujungberung Rebels kemudian melakukan gerakan do it yourself (DIY).

Mereka mengadakan pertunjukan musik sendiri, yakni "Bandung Berisik", merilis media sendiri dalam bentuk zine yaitu Revogram, dan membentuk kru yaitu Homeless Crew yang akti sebagai kru di panggung dan rekaman.

Dari situ, pergerakan komunitas terus berkembang. Setelah aktif bermusik dengan bergabung di sejumlah band seperti Disinherit, Sonic Torment, Burgerkill, Nicfit, dan The Clown, Kimung mulai menyadari, siapa yang akan mencatat sejarah geliat komunitas mereka. Bagi Kimung, pencatatan sejarah ini penting karena masa sekarang dan masa depan akan berkaca pada sejarah.

Aktivitas Kimung di dunia literasi dimulai saat dia menulis buku "Myself Scumbag Beyond Life and Death". Buku biografi tentang sahabat dia, Ivan Scumbag, vokalis Burgerkill yang meninggal karena sakit. Dari situ, Kimung menulis literasi yang berkaitan erat dengan Ujungberung Rebels, di antaranya "Ujungberung Rebels: Panceg Dina Galur" yang mengisahkan 23 tahun perkembangan komunitas metal terbesar di Indonesia, "Memoar Melawan Lupa", dan "Jurnal Karat: Karinding Attack-Ujungberung Rebels".

Dari deretan literasi yang dia tulis terlihat kalau komunitas metal yang dia bangun bersama rekan-rekannya bisa berkembang pesat seperti sekarang. Perhelatan "Bandung Berisik" pun, tak pernah diduga bisa menjadi obrolan metal internasional, terutama sejak diliput majalah Metal Hammer asal Inggris.

Di satu sisi Kimung senang dengan perkembangan yang terjadi, tapi di sisi lain hal ini memberikan tantangan untuk dia dan kawan-kawannya untuk tetap berkarya.

"Kalau ditanya soal perkembangannya saat ini, musik metal dan komunitasnya di Kota Bandung bisa dibilang edan. Tinggal bagaimana saya dan generasi di bawah saya bisa terus mengembangkan komunitas ini lebih positif. Salah satu caranya adalah menggabungkan unsur tradisional ke komunitas ini," ungkap Kimung yang lahir di Bandung, 28 Februari 1978.

Kimung mengungkapkan, di dunia tren musik metal mengalami pergeseran lewat glokalisasi. Artinya mengglobal tapi tidak meninggalkan unsur kearifan lokal. Akhirnya, dia dan teman-temannya berkomitmen menghadirkan musik tradisional ke musik metal. Hal ini ternyata bisa dilakukan lewat grup Karinding Attack yang dibentuk Kimung dkk.

"Kita pasti punya akar musik. Nah, bagaimana memberi nuansa baru ke generasi di bawah saya? Caranya memasukkan unsur tradisional, dalam hal ini, Sunda," ujar Kimung.

Kimung menyebutkan, setelah tragedi AACC 2008 lalu tumbuh kesadaran bahwa ada 30 ribu orang di komunitas metal yang harus digarap. Kimung menyadari harus ada pembangunan berkelanjutan dan tahu apa yang akan dilakukan pada 25 sampai 50 tahun ke depan. Bagaimana 30 ribu orang itu bisa memberikan sesuatu untuk Kota Bandung.

"Kalau dulu kami tumbuh tanpa sadar sampai tidak mengira komunitas akan sebesar sekarang, saat ini semua dilakukan secara sadar, ada rencana dan strategi. Selain itu, harus dibikin pembangunan narasi, caranya yaitu membuat literasi. Saya sudah memulainya dan sedang terus mencari penerus," ujar Kimung.

Selain itu, kata Kimung, komunitas metal juga harus menentukan ekosistemnya. Pembangunan tidak akan lanjut kalau lingkungan buruk. Setelah buku dibedah dan literasi berjalan, akan tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dibangun. Tujuan akhirnya adalah membawa pelaku di komunitas metal Bandung ke ranah internasional.

Selain membawa musisinya ke panggung mancanegara, kata Kimung, komunitas metal juga harus membangun jejaring akademik. Dia bersyukur karena dua tahun lalu bisa mengikuti Modern Heavy Metal Conference di Helsinski, Finlandia. Di sana Kimung mempresentasikan perkembangan musik metal di Bandung dengan contoh band Burgerkill.

Saat ini Kimung sedang menyiapkan buku "Sejarah Karinding Priangan" dan buku lanjutannya "Ragam Lamelafon Nusantara". Istilah "lamalafon" merupakan nama akademik karinding. Dia akan keliling Indonesia untuk mencari 80 jenis karinding di nusantara.

Literasi lain yang sedang dia kerjakan adalah rangkaian buku "Bandung Bawah Tanah". Proyek ini menjadi momen membangun infrastruktur penulis muda. Selain itu, Kimung juga sedang menyelesaikan buku biografi band Beside yang akan berulang tahun ke-20 dan buku foto "Bandung Berisik".

Lantas apa lagi yang ingin dilakukan Kimung untuk komunitasnya? Salah satunya dia ingin melakukan penggalian kearifan lokal dan membangun jejaring dengan akademisi. Lewat skripsi, tesis, dan disertasi, Kimung ingin membuat kajian budaya independen yang kuat di Bandung.

"Hal lain yang ingin saya bangun adalah memberdayakan kaum perempuannya. Di komunitas ini perempuan belum dapat porsi yang seimbang, padahal di tanah Sunda kultur ambu sangat kuat. Pembangunan perempuan tak sekadar objek atau pelengkap, tapi perempuan harus jadi subjek," ujar Kimung.***