BI Rilis Standardisasi Kode QR, Begini Nasib Alipay dan WhatsApp Pay

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Bank Indonesia (BI) telah merilis standardisasi kode QR (QR Code) yang disebut QRIS. Perusahaan teknologi finansial (fintech) dalam negeri hingga asing sepertiAlipay, WeChat PayhinggaWhatsAppPay pun wajib mengikuti aturan itu.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, perusahaan yang menyediakan layanan pembayaran menggunakan kode QR di Indonesia wajib mengikuti kebijakan terkait QRIS. “Ini berlaku untuk pelaku domestik atau asing,” kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis (22/8).

BI meluncurkan QRIS pada akhir pekan lalu (17/8). BI bakal melakukan penertiban enam bulan setelah peluncuran kebijakan tersebut.

(Baca:BI Bakal Uji Coba Standardisasi Kode QR dengan Singapura dan Thailand)

Sejauh ini, berdasarkan informasi yang ia terima dari Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), pelaku usaha siap mengakselerasi dan mempercepat penyesuaian kode QR maupun dompet digitalnya. “Supaya enam bulan kemudian bisa menggunakan QRIS,” katanya.

Hal senada disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Sugeng. Ia menyampaikan bahwa Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) baik asing maupun lokal harus menyesuaikan layanannya dengan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 tentang implementasi QRIS untuk pembayaran hingga akhir tahun ini.

Dengan begitu, QRIS bisa diimplementasikan menyeluruh mulai awal tahun depan. “(Saya dengar) perusahaan asing masih melakukan (pembayaran dengan kode QR). Dalam waktu sampai akhir tahun ini mereka harus ikut QRIS. Kalau ada yang melakukan di luar pakai QRIS, kami tertibkan,” kata dia.

Perizinan Alipay, WeChat Pay dan WhatsApp Pay di Indonesia

Perusahaan asal Tiongkok seperti Alipay dan WeChat Pay memiliki layanan pembayaran menggunakan kode QR. Mereka pun mengajukan izin untuk bekerja sama dengan perbankan di Indonesia sejak pertengahan tahun lalu.

Sesuai peraturan BI, perusahaan asing yang ingin menyediakan layanan pembayaran di Indonesia bisa dalam bentuk kerja sama bisnis atau penanaman modal. Mereka harus memenuhi persyaratan sesuai aturan yang berlaku dan menyertakan dokumen yang diperlukan untuk bisa beroperasi di Tanah Air.

(Baca:Untung-Rugi Masuknya Dua Raksasa Fintech Pembayaran asal Tiongkok)

Mereka juga harus memenuhi aturan terkait implementasi QRIS, jika ingin menyediakan layanan pembayaran berbasis kode QR di Indonesia. “BI adaService Level Agreement (SLA). Kami profesional, kalau dokumen dipenuhi dengan cepat, ya kami cepat,” kata Sugeng menanggapi perizinan Alipay dan WeChat Pay.

Setelah BI melakukan pengecekan atas dokumen yang diberikan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan teknologi. “Kami cek teknologi informasinya. Kami mengharapkan, apa yang disampaikan Gubernur BI (persyaratan dan dokumen) tadi harus dipenuhi,” katanya.

(Baca:BI Tegaskan Transaksi AliPay dan WeChat Pay Hanya untuk Turis Asing)

Selain Alipay dan WeChat Pay, WhatsApp dikabarkan bakal menyediakan layanan pembayaran di Indonesia. Namun, sejauh ini BI belum menerima permohonan perizinan dari perusahaan pengembang media sosial tersebut. “Mereka belum mengajukan (izin) ke BI,” katanya.

Perusahaan di bawah naungan Facebook itu meluncurkan layanan pembayaran yang disebut WhatsApp Payments pada awal tahun ini. Fitur yang juga dikenal dengan WhatsApp Pay itu kabarnya akan lebih dulu diterapkan di India.

Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) itu kabarnya tengah mendekati GoPay, OVO, dan DANA untuk bisa menyediakan layanan keuangan di Indonesia. Bahkan, sumberReutersmengatakan bahwa kesepakatan dengan ketiga perusahaan itu diperkirakan selesai dalam waktu dekat.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengatakan, ada empat syarat yang harus dipenuhi WhatsApp untuk dapat menyediakan layanan di Indonesia. Pertama, harus berbadan hukum Indonesia. “Mereka harus mengajukan izin sebagai PJSP,” katanya kepadaKatadata.co.id, kemarin (21/8).

Kedua, perusahaan asing yang ingin menjadi PJSP di Indonesia juga harus tunduk terhadap ketentuan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PTP). Regulasi ini mencakup perizinan, kewajiban, laporan, peralihan izin, pengawas, larangan hingga sanksi.

(Baca:WhatsApp Payments Ingin Masuk Indonesia, Aftech Sebut Pasar Masih Luas)

Ketiga, jika ingin menyediakan layanan pembayaran lintas negara (crossborder payment) menggunakan kode QR, WhatsApp harus bekerja sama dengan Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 4 alias bank kakap dengan modal inti di atas Rp 30 triliun. Biasanya, fasilitas seperti ini untuk keperluan wisatawan mancanegara.

“Penerbit instrumen (pembayaran) apapun yang menggunakan teknologi kode QR, layanannya bisa digunakan oleh pemegang instrumen di Indonesia, maka yang bersangkutan harus bekerja sama dengan bank BUKU 4. Dengan syarat-syarat legalitas, kompetensi, kinerja, keamanan, dan keandalan, serta hukum," katanya.

Keempat, syarat tersebut harus dipenuhi dengan menyampaikan dokumen perizinan atau rekomendasi dari otoritas sistem pembayaran setempat. Jika hal-hal ini dapat dipatuhi oleh WhatsApp, perusahaan itu bisa menyediakan layanan keuangan di Tanah Air. 

(Baca:Metamorfosa WhatsApp, dari Aplikasi Percakapan ke Platform Pembayaran)