Kolaborasi Perusahaan Besar dan Startup Saat Ini Adalah Keniscayaan

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id -Akibat pandemik Covid-19 yang masih terjadi, membuat paradigma berbagai perusahaan dan kalangan bisnis berubah. Dari semula engan untuk masuk ke bisnis digital, namun kini di new normal mereka mau tak mau harus bertransformasi.

Perusahaan konvensional besar sudah berpikir untuk melakukan kolaborasi dan sinergi dengan perusahaan rintisan atau perusahaan yang menggembangkan platform digital.

Kolaborasi, sinergi dan transformasi antara perusahaan konvensional dan digital dinilai Alamanda Shantika Santoso President Director Binar Academy merupakan suatu keniscayaan.

Bahkan perusahaan yang semula engan membuat aplikasi guna mendukung lini bisnis utamanya, kini justru tengah menggembangkan platform digital.

“Perusahaan rintisan digital dan konvensional saat ini memang lagi sangat seru banget melakukan kolaborasi dan sinergi. Bahkan saat ini banyak perusahaan besar baik itu swasta nasional maupun BUMN melakukan investasi langsung ke perusahaan rintisan digital untuk mencari sinergi atau berkolaborasi,” terang Alamanda.

Beberapa perusahaan swasta nasional yang sudah melakukan investasi langsung di perusahaan rintisan diantaranya adalah BCA melalui Central Capital Ventura (SYNRGY Accelerator), Astra Internasional,  Bank OCBC NISP melalui  OCBC NISP Ventura dan Bank CIMB Niaga bersama Genesis Alternatives Ventures.

Sedangkan perusahaan BUMN yang telah melakukan investasi untuk bersinergi dengan perusahaan rintisan diantaranya adalah BRI melalui BRI Ventura Investama, Bank Mandiri melalui Mandiri Capital Indonesia dan Telkom melalui MDI Venture.

Alamanda yang juga menjadi advisor di Mandiri Capital Indonesia mengatakan, banyak manfaat ketika Mandiri memutuskan masuk dan berinvestasi di perusahaan rintisan digital melalui Mandiri Capital.

Selain untuk memperkuat lini bisnis yang selama ini sudah berjalan, salah satu keuntungan Mandiri masuk ke startup adalah mempercepat transformasi digital di bank BUMN tersebut.

“Mungkin bisnis konvensional sudah mulai sadar tidak seharusnya berkompetisi dengan perusahaan rintisan digital. Justru harus berkolaborasi. Sebab antara perusahaan konvensional dan digital mempunyai value masing-masing. Transformasi digital tak hanya sekadar membuat aplikasi. Mereka harus merubah bisnis modelnya, kapabilitas serta kapasitas SDM yang dimilikinya,”terang Alamanda.

Jika perusahaan konvensional yang sudah terlalu besar memiliki kecenderungan sulit untuk melakukan transforasi digital.

Mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat bertransformasi ke digital. Dengan berinvestasi dan berkolaborasi di perusahaan digital startup dipercaya Alamanda akan mempermudah serta mempercepat digital transformasi di perusahaan tersebut.

“Kongkritnya ketika Mandiri Sekuritas ingin menjual obligasi retail. Mereka bisa menggunakan startup KoinWorks untuk penjualan obligasi retail. Contoh lainnya adalah AXA Mandiri yang dapat menjual asuransi melalui Amartha,”terang Alamanda.

Alamanda menilai ketika pasca Covid 19, industri startup sudah jauh lebih sehat. Jika dahulu perusahaan rintisan terkenal dengan ‘bakar uang’, kini tidak lagi.

Dahulu investor dan pemilik startup hanya memikirkan valuasi semata. Namun kini mereka sudah memikirkan rencana bisnis dan profitabilitas dari perusahaan rintisan

“Memang itu yang saya inginkan di industri startup. Selain kolaborasi dan sinergi, diharapkan tidak ada lagi bakar uang. Sehingga membuat perusahaan startup digital menjadi lebih sehat dan menjanjikan keuntungan. Mindset itu yang saat ini ada di Mandiri Capital,”papar Alamanda.

Saat ini Mandiri Capital tengah fokus kepada perusahaan rintisan yang menggembangkan bisnisnya ke arah sustainability dan ramah lingkungan. Seperti startup yang menggembangkan solar panel dan home garden dinilai Alamanda memiliki potensi yang sangat bagus di masa mendatang.

Sedangkan untuk perusahaan yang dahulu masih startup namun kini sudah naik kelas hingga decacorn dinilai Alamanda juga sudah melihat profitabilitas dari bisnisnya. Dengan mereka sudah memikirkan profitabilitas, membuat perusahaan decacorn ini masih memiliki potensi untuk tumbuh. Perusahaan kelas decacorn sudah berfikir untuk exit di IPO.

Saat ini Mandiri Capital hanya melihat perusahaan startup yang masih early stage dan Series A, B, C. menurut Alamanda untuk investasi di perusahaan early stage tidak membutuhkan dana yang besar.

Ini disebabkan valuasinya yang masih rendah. meski valuasinya rendah dibandingkan dengan perusahaan decacorn namun effort yang diperlukan untuk masuk di early stage juga besar.

“Untuk masuk ke early stage memang seperti gambling. Namun untuk Series B atau C resikonya sudah juga lebih kecil. Secara teoritis early stage hingga Series C memiliki potensi gain 10 kali lipat. Namun untuk investor yang ingin berinvestasi di perusahaan kelas decacorn, dana yang dibutuhkan sangat besar pengkaliannya lebih sedikit. Namun resikonya jauh lebih dapat dimanage. Karena bisnisnya sudah jelas,”pungkas Alamanda.