KPI Kalau Gaptek Bilang Aja deh, Nanti Diajarin Cara Main YouTube dkk

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 

Uzone.id-- Belakangan, jagat maya lagi dipenuhi oleh protes warganet yang menentang rencana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi ranah digital seperti YouTube, Facebook, hingga Netflix. Ini sebenarnya kenapa, sih? KPI gaptek, ya?

Warga Indonesia yang aktif di internet berbondong-bondong protes sembarimentionakun Twitter KPI. Mereka merasa KPI gak berhak ikut campur di konten digital, karena orang awam tahunya KPI itu mengurus penyiaran seperti televisi dan radio.

Lebih jelasnya, KPI itu memang selama ini ranahnya adalah penyiaran broadcast yang menggunakan frekuensi seperti TV satelit, TV berbayar, dan radio. Sedangkan YouTube, Facebook, dan Netflix masuk ke ranah layananbroadbandyang menggunakanbandwidthinternet. 

“Dari sini saja, terlihat bahwa KPI sudah salah arah,” ucap Damar Juniarto selaku Koordinator Kawasan Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) kepadaUzone.idpada Senin (12/8).

Baca juga:Ramai-ramai Nentang KPI yang Mau Awasi YouTube dan Netflix

Dari berita yang beredar, perwakilan KPI menyebut bahwa rencana ini pada dasarnya bertujuan agar tayangan yang dikonsumsi masyarakat lebih edukatif dan terhindar dari konten tak senonoh, mengingat pengguna anak sudah aktif juga di dunia internet. Kurang lebih begitu.

Gara-gara ini, netizen langsung naik pitam. Mereka merasa semakin dibelenggu. Apalagi, tontonan di televisi dinilai semakin tak bermutu.

Sebelum terlampau murka, Damar kemudian mengatakan bahwa rencana ini masih sebatas usulan,gaes.

“Kata Komisioner KPI Hardly Stefano, ternyata ide ini masih usulan personal Ketua Agung Suprio, belum keputusan pleno,” sambungnya.

Lantas, jadi muncul pertanyaan yang tak terelakkan. Ketua KPI sebenarnya paham gak ya, soal kontrol di jagat maya? Atau fitur-fitur yang ada di platform target mereka seperti YouTube hingga Netflix?

Seperti yang sudah disebut berkali-kali oleh netizen, memang fakta bahwa YouTube menyediakan platform YouTube Kids. Sesuai namanya, di sana konten yang tersedia sudah pasti aman untuk anak-anak. Gak akan ada video unsur dewasa dan lain sebagainya.

Jadi, daripada Pak Ketua KPI bikin asumsi kalau konten-konten seperti ini akan bocor dan merusak moral bangsa, coba ditelaah lebih mendalam lagi aja pak platform YouTube itu sendiri.

Baca juga:Netizen yang 'Ngeres', Kenapa Kimi Hime yang Jadi Korban?

Facebook juga. Pada dasarnya, kendali konsumsi internet pada anak itu ada di tangan para orang tua. Jika mereka sampai melihat konten ‘aneh-aneh’ di sana, seharusnya orang tua yang lebih paham bagaimana cara mencegah agar si anak terhindar dari konten seperti itu.

Bisa dengan mengaktifkan fiturscreen timepada ponsel, dan ‘aturan rumah’ lainnya.

Pun begitu dengan Netflix. Di dalam layanan ini, ada profil yang berisi khusus konten anak-anak saja. Profil satu ini sudah ada secara bawaan ketika pengguna mendaftarkan diri ke layanan Netflix. Kalau gak percaya, coba cek sendiri aja, pak.

Jadi gini, lho. Bapak tinggal masukkan alamat email, password, lalu nomor kartu kredit bapak. Nanti akan ada konfirmasi email dari Netflix masuk untuk mengaktifkan akun. Oh iya, lumayan juga nih kalau pengguna baru, bapak gratis Netflix selama satu bulan.

Kalau sudah masuk, bapak bisa lihat ada profil “Kids” yang isinya tayangan-tayangan untuk anak. Semudah itu, pak. Jadi, balik lagi, semua kendali ada di tangan orang tua kalau memang kekhawatiran ini berujung pada anak-anak.

Gak nyangka, KPI peduli betul sama kemaslahatan anak-anak bangsa. Kirain cuma Kak Seto aja.