Makam Rahasia Para Budak di Virginia

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Penempatan batu nisan di kuburan budak tidak diperbolehkan pada abad-19.

Setelah pemberontakan para budak di Virginia, Amerika Serikat, pada 1831, Undang-Undang di negara bagian itu seketika berubah. Orang kulit hitam dilarang memperoleh ilmu pengetahuan, mereka juga tak boleh bisa membaca.

Langkah tersebut diambil lantaran pemberontakan tersebut dipimpin oleh Nat Turner, seorang budak yang pintar dan melek huruf. Menurut logika pemerintah negara bagian kala itu, pengetahuan adalah kekuatan yang dapat mengatur pemberontakan di masa depan sehingga itu harus dibatasi.

Undang-Undang kemudian berdampak pada pemakaman para budak, khususnya pada batu nisan yang biasanya dilengkapi dengan profil atau harapan bagi mendiang. Karena budak juga dilarang mampu menulis, maka kuburan mereka tak boleh dihiasi dengan kata-kata, angka, atau perihal apa saja yang dapat menjadi indikator berpendidikan.

Selain itu, muncul kecenderungan pada orang kulit putih untuk khawatir tatkala sekelompok orang kulit hitam berkumpul di pemakaman. Mereka menganggap momen semacam itu dapat menjadi peluang bagi para budak untuk menyusun strategi perlawanan. Hasilnya, bukan hanya huruf pada batu nisan yang dilarang, eksistensi kuburan budak juga sebaiknya disembunyikan.

Bagaimanapun, orang-orang keturunan Afrika tetaplah manusia yang dianugerahi pemikiran seperti orang kulit putih. Alih-alih membiarkan mayat terletak sembarangan di atas tanah atau dihanyutkan di sungai, mereka menguburnya hanya pada kedalaman rata-rata tujuh kaki untuk mengehemat waktu--agar tak kepergok oleh orang kulit putih.

Para budak pun menemukan cara kreatif untuk menadai kuburan-kuburan tersebut, yaitu dengan menempatkan batu-batu dan membentuk pola tertentu. Untuk kuburan orang dewasa, mereka biasanya memakai pola oval seperti mata. Sementara untuk kuburan anak kecil, mereka memakai batu-batu yang berwarna merah muda (tanpa pola).

Kuburan mereka memang terjaga secara rahasia. Namun, juga tak dapat dikenali oleh siapapun selama berabad-abad kemudian. 

Hingga pada 2005, akhirnya Michael Hudson menemukan kompleks kuburan rahasia para budak di sekitar halaman Museum Avoca. "Kami menemukan 32 pemakaman, 30 di antaranya ternyata berukuran dewasa. Dan dua lainnya (berukuran) agak kecil,” kata direktur eksekutif museum tersebut.

Di tempat lainnya, Lynn Rainville seorang dekan dari Sweet Briar College dan penulis bukuHidden History: African American Cemeteries in Central Virginia, juga telah memetakan lebih dari tiga lusin kuburan budak Afrika. Rainville berpendapat, tren kuburan rahasia tersebut kemungkinan juga berlaku di beberapa negara bagian lain di Amerika Serikat, sehingga pada waktu yang akan datang mungkin akan lebih banyak yang ditemukan.

Dalam niat baik yang senada, Hudson dan Rainville sama-sama yakin bawah menemukan kuburan rahasia para budak adalah tindakan mulia bagi kemanusiaan. "Ini membantu memberikan suara (kemerdekaan hidup) untuk orang-orang yang tidak lagi memilikinya,” ujar Hudson.

Sumber: history.com | lynnrainville.org | geomodel.com