Melihat Ritual Agama Hindu di Bumi Serambi Makkah
Bunyi suara genderang dan gemercik lonceng memecah keheningan pagi di Kota Keudah, Banda Aceh, DI Aceh. Begitu pula dengan suara nyanyian dan doa dari dalam Kuil Palena Andewa.
Dua atraksi barongsai di depan kuil juga menyedot perhatian masyarakat. Ternyata masyarakat Hindu di Aceh sedang merayakan Maha Puja Pangguni Uthiram.
“Gandewa… Gandewa… Gandewa...” begitulah salah satu bunyi doa dari umat Hindu keturunan India etnis Tamil di Banda Aceh.
Meski tergolong kaum minoritas di Negeri Serambi Mekkah, tetapi ternyata acara itu membuat toleransi semakin nyata. Tak sedikit warga Muslim yang melihat atraksi ini dengan tertib.
Sebagian dari mereka bahkan ada yang berswafoto dan mengabadikan momen saat perayaan berlangsung. Dari depan kuil, tampak sekelompok ibu-ibu sedang mencicipi bubur di sebuah rumah toko (ruko)
Keturunan India etnis Tamil merayakan Maha Puja Pangguni Uthiram atau hari kemenangan Dewa Muruga di Kuil Palena Andewa. Dalam perayaan itu, umat Hindu melangsungkan prosesi adat menusuk tubuh dengan besi dan jarum pada bagian tubuh. Prosesi itu berlangsung di pinggiran Sungai (Krueng) Aceh.
Setelah itu mereka juga mengarak arca Dewa Muruga keliling dari Jalan WR Supratman ke Malem Dagang dan berakhir di Kuil Palani Andewar yang berada di jalan Teungku Dianjung, Banda Aceh. Mereka berjalan tanpa mengenakan alas kali.
Pembina (imam) kuil Palani Andewa, Rada Krisna, mengatakan sebanyak 15 umat Hindu etnis India Tamil di Banda Aceh merayakan Maha Puja Pangguni Uthiram. Serta ikut pula puluhan umat Hindu lainnya yang berasal dari Medan, Sumatera Utara.
Rada menjelaskan, proses perayaan menyambut ulang tahun Dewa itu telah berlangsung selama tiga hari mulai Jumat (6/4) lalu, Sementara di hari terakhir mereka melaksana proses melepaskan nazar di pinggir sungai dengan cara ritual menusuk jarum dan besi pada bagian tubuh.
Dilihat kumparan, Minggu (8/4), ada tiga pemuda yang ikut dalam proses itu. Prosesi itu dilakukan untuk meminta Tuhan agat dijauhkan dari penyakit.
“Maksud dari proses ini ialah untuk melepaskan nazar atau meminta kepada tuhan agar dijauhkan dari segala penyakit. Seperti ada keluaraga yang terkena musibah atau sakit-sakitan untuk dijauhkan,” lanjut dia.
Rada Krisna menegaskan ulang tahun Dewa Muruga sudah berlangsung selama lima kali di Banda Aceh yang dirayakan setiap tahunnya sesuai dengan kalender India.
“Kemeriahan tahun ini sama seperti tahun sebelumnya. Umat Hindu di Aceh sangat antusias melaksanakan perayaan ini,” sebut Radha.
Tidak hanya itu, kata Rada dalam proses perayaan yang berlangsung, pihaknya juga berdoa untuk bumi serambi mekkah agar dijauhkan dari bahaya. “Kami tinggal di Aceh merasakan suatu kebanggan karena keberadaan kami didukung oleh mayoritas.”
Dalam perayaan kali ini, banyak pula umat Hindu dari Sumatera Utara yang datang ke Aceh untuk menyaksikan perayaan di Banda Aceh. Karena kata Rada, mereka penasaran ingin melihat perayaan di kota yang mana terkenal syariat Islam dan mayoritas umat Islam.
“Ternyata setelah sampai ke Aceh mereka begitu senang melihat perayaan berjalan dengan semarak bahkan warga Aceh juga mendukung dan ikut menyaksikan adat kami,” imbuhnya.
Bicara soal toleransi, Radha mengaku umat Hindu di Banda Aceh merasakan ketenangan. Tidak ada konflik yang terjadi selama mereka berada di Aceh. Hidup berdampingan ditengah mayoritas Muslim mereka dirasakan begitu harmonis. Hubungan interaksi sesama warga berlangsung dengan baik.
“Saya selalu mengingatkan untuk menghormati aturan yang berlaku di Aceh. Begitu juga ketika ada yang datang dari Medan misalnya. Mereka diminta untuk berpakaian sopan,” ujarnya.
Rada merupakan keturunan ketiga etnis Tamil yang datang ke Banda Aceh sekira tahun 1930. Ketika itu ada puluhan warga Tamil yang datang ke Aceh untuk berdagang. Mereka kebanyakan bermukim di Gampong Keudah Banda Aceh, dan pada tahun 1934 sebuah kuil bernama Palani Andawa berhasil dibangun.
Namun saat tsunami menerjang, kuil tersebut hancur diterjang air. Dan dibangun kembali pada tahun 2006 dan selesai pada tahun 2012 lalu, bersumber dari hasil sumbangan etnis Tamil di Aceh, pemerintah daerah dan Departemen Agama.
Sebelum tsunami melanda Aceh terdapat sekitar 10 keluarga etnis Tamil yang menetap di Keudah, dengan jumlah anggota keluarga mencapai 50 orang. Namun setelah tsunami, sisa keluarga etnis Tamil di Keudah berkurang kebanyak mereka ada terkena tsunami dan juga pindah ke Medan.
Pria berkulit hitam yang lancar berbahasa Aceh ini mengaku selalu ikut terlibat dalam setiap kegiatan desa, membangun hubungan baik dengan warga sekitar.
"Sosial di sini aman-aman saja, masyarakat menerima, kalau tidak percaya tanya saja sama warga, gotong-royong kita juga diajak, saya juga latih SSB (sekolah sepak bola) di gampong," katanya.
Sementara itu, salah seorang warga etnis Tamil asal Sumatera Utara, Dewi Sartika (31) sengaja datang ke Aceh untuk menyaksikan perayaan hari ulang tahun dewanya. Ia tertarik ingin mengunjungi Aceh sekaligus melepaskan rasa penasarannya tentang aturan syariat yang berlaku di Aceh.
“Ya penasaran karena Aceh semua warganya Muslim, tetapi setelah menyaksikan perayaan ini ternyata warga Aceh sangat menerima bahkan mereka ikut menyaksikan. Tidak ada gangguan sama sekali,” jelas Dewi Sartika.
Dewi tiba ke Aceh sejak Sabtu (7/4) kemarin bersama keluarga. Mereka ingin merayakan hari ulang tahun dewanya di Aceh sambilan menikmati liburan.
“Rencana mau ke sabang juga, mau liat objek wisata di sana,” lanjut Dewi.
Selain Dewi Sartika, ada pula Fatma yang merupakan salah seorang warga Muslim di Jawa Barat. Fatma ikut menyaksikan ritual keagamaan umat Hindudan kemudian mengaku penasaran ingin melihat prosesi adatnya.
Ia sengaja datang pagi-pagi karena ingin melihat proses ritual tusuk jarum pada bagian tubuh yang dilakukan warga etnis tamil di pinggir sungai (krung) Aceh.
“Ya pengin saja lihat gimana gitu ritualnya. Enggak takutlah, kan cuma lihat aja tetapi enggak ganggu mereka. Kita sama-sama saling menghargai.
Di sisi lain, Desy Badrina bahkan ikut berkomunikasi langsung dengan warga etnis Tamil. Ia menanyakan seputar prosesi perayaan keagamaan yang berlangsung. Desi juga turut diberikan stiker merah yang disematkan pada bagian kening bak gaya orang India.
“Tadi pas ngobrol sama ibu-ibu, eh dianya tempelin stiker merah di kening saya. Dia doain semoga panjang umur dan mudah rezeki,” ujar Desy tersenyum