Menanti Menteri untuk Urusan Digital

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) pada Minggu, (20/10) siang akan menggelar pelantikan Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin.

Jokowi dalam berbagai kesempatan mengaku ingin langsung tancap gas pasca dilantik. Presiden mengaku tak butuh waktu lama menentukan personil yang akan membantunya di kabinet yang akan menyongsong era Industri 4.0.

Jokowi menyatakan komposisi kabinet baru nanti terdiri 45% dari unsur partai politik dan 55% dari kalangan profesional. Jokowi juga memastikan jumlah menteri sama dengan periode sebelumnya, yakni 34 orang.

Salah satu yang banyak ditunggu publik tentunya siapa yang akan membantu Jokowi terkait urusan ekonomi digital. Hal ini karena selama kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres), mantera ekonomi digital menjadi "jualan" yang ampuh mengangkat suara Jokowi, khususnya di kalangan milenial.

Seperti diketahui, dalamlaporan e-Conomy SEAreport 2019: Powering Southeast Asia's $100 billion Internet economy yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company menyatakan nilai ekonomi bisnis berbasis internet di Indonesia menembus angka US$40 miliar di 2019.

Angka ini melesat dibandingkan kalkulasi 2018 dimana nilai ekonomi bisnis digital di Indonesia dalam laporan e-Conomy SEA report 2018 dinyatakan sebesar US$27 miliar.

Dalam laporan tersebut dinyatakan ekonomi digital Indonesia berada dalam jalur yang tepat untuk menembus angka US$130 miliar pada 2025.

Banyak pihak mengusulkan agar ada Kementerian yang mengatur secara spesifik soal ekonomi digital. Ada dua skenario yang disampaikan.

Pertama adalah menggabungkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menjadi Kementerian Ekonomi Digital dan Kreatif. Kedua, merevitalisasi Bekraf menjadi Kementerian Ekonomi Digital dan Kreatif.

Kabar terakhir menyatakan, opsi kedua yang dipilih Jokowi yaknimempertahankan Kominfo, tetapi merevitalisasi Bekraf menjadi Kementerian Ekonomi Digital dan Kreatif seiring disahkannya Undang-undang Ekonomi Kreatif.

Andai keputusan ini yang diambil, sepertinya Kominfo akan difokuskan kepada pembangunan infrastruktur digital, sementara Kementerian Ekonomi Digital dan Kreatif lebih kepada akselerasi bisnisnya. Tantangannya, tentunya menghilangkan tumpang tindih regulasi, prioritas, dan anggaran.

Tantangan
Untuk diketahui, tantangan mengembangkan ekonomi digital di era industri 4.0 tidaklah mudah. Indonesia memang memiliki potensi besar secara pasar, tetapi jika tak mampu menyelesaikan sejumlah hal fundamental, maka posisinya sekadar pasar, bukan pelaku utama di regional.

Isu utama yangbelum terselesaikanoleh Kabinet Kerja I adalah terkait Kedaulatan Digital, Infrastruktur Digital, dan Talenta Digital.

Di kedaulatan digital, Indonesia seperti tak memiliki kedaulatan atas jaringan telekomunikasinya, tata kelola konten yang belum ideal, hingga keamanan siber yang tertinggal jauh. Jika isu kedaulatan digital ini tak diselesaikan, dikhawatirkan Indonesia makin kedodoran di era perang informasi.

Sementara untuk infrastruktur digital, sudah rahasia umum belanja pembangunan infrastruktur teknologi informasi komunikasi (TIK) di Indonesia, masih tertinggal jauh dari negara tetangga, Thailand dan Malaysia. Sebab, belanja pemerintah dari Gross Domestik Product (GDP) terhadap TIK hanya 0,1%.

Indonesia harus bisa memilih prioritas dalam pembangunan infrastruktur TIK dan pilihan teknologi yang digunakan agar lebih kompetitif.

Terakhir, talenta digital yang dimiliki Indonesia banyak belum sesuai dengan kebutuhan pasar. Jika ini tak diperbaiki, maka jargon bonus demografi gagal memberikan competitive advantage bagi Indonesia.

Saat ininama-nama yang beredaruntuk calon Menkominfo dan Kementerian Ekonomi Digital dan Kreatif cukup kompetitif.

Terlihat, nama-nama dar kalangan profesional lebih dominan dari perwakilan partai. Tetapi soal siapa yang akan dipilih tentu semuanya adalah hak prerogratif sang Presiden.

Harapannya, jangan salah memilih, karena ini adalah peluang terakhir untuk mewujudkan Indonesia sebagai energi digital Asia!

@IndoTelko