Mengapa Manchester United Butuh Direktur Sepakbola?
Ketika Ole Gunnar Solskjaer resmi menjadi pelatih Manchester United Kamis [28/3] lalu, Henry Winter, jurnalisThe Times, mengatakan, “Mereka [Setan Merah] memang membutuhkan seorang petarung.”
Menurut Winter, setelah masa “uji coba” dalam 19 pertandingan, Solskjaer memang pilihan yang sangat tepat bagi Setan Merah. Tidak hanya semangat bertarung Solskjaer yang menjadi alasannya, melainkan juga kemampuan Ole dalam "mengubah suasana hati dan mempertontonkan gaya main yang menggembirakan, yang mengembalikan tradisi lama seperti kecepatan, keberanian, dan komitmen terhadap pemain muda".
Namun, sebagai pelatih, Solskjaer jelas juga membutuhkan dukungan penuh dari pemain, staf pelatih, manajemen, hingga fans untuk dapat mengembalikan kejayaan Setan Merah. Maka, mengingat betapa buruknya aktivitas transfer United dalam beberapa tahun terakhir, United perlu segera mempekerjakan direktur olahraga, seseorang yang tugasnya menjadi jembatan komunikasi antara pihak manajemen dan tim pelatih soal jual beli pemain.
Terlebih kemampuan Solskjaer dalam urusan jual-beli pemain juga masih patut untuk dipertanyakan.
“Satu hal yang tidak kita ketahui tentang Solskjaer adalah kemampuannya dalam merekrut pemain. Sewaktu dia berada di Cardiff, ia tidak bagus soal itu,”tuturRory Smith, jurnalis sepakbola Inggris.
Oliver Kay, korespondenThe Times, menilai bahwa Solskjaer membutuhkan pemain-pemain baru pada musim depan. Tetapi, jika United masih menggunakan cara lama soal belanja pemain, mereka terancam akan kembali menghambur-hamburkan uang dan mengalami kegagalan. Alasannya -- selain karena kemampuan Solskjaer dalam merekrut pemain belum terbukti -- Ed Woodward, Richard Arnold, dan Matthew Judge, orang-orang yang mengurus transfer pemain United sejauh ini, bukan orang yang tepat untuk diserahi tanggung jawab soal jual-beli pemain.
Di bawah arahan Woodward, United sejauh ini sudah menghabiskan dana lebih dari 550 juta Poundsterling untuk mendatangkan pemain. Sayangnya, menurut Kay, sebagian pemain baru itu justru membuat United lebih moncer di luar lapangan.
”Mereka tampaknya jauh lebih tertarik untuk merekrut pemain yang dapat dipasarkan daripada pemain yang sesuai kebutuhan tim yang dapat digunakan di atas lapangan,”tulisKay.
Sementara itu, dalam wawancaranya bersamaBBC, Louis van Gaal, mantan pelatih United, juga sependapat dengan Kay. Karena kebijakan transfer United, ia menyebut bahwa “United adalah klub komersial, bukan klub sepakbola.”
Kay dan van Gaal tidak menuduh tanpa bukti, tentu. Setidaknya, ketegangan antara Woodward dan Jose Mourinho, mantan pelatih United, bisa menjadi contoh.
Pada musim panas 2016 lalu, Mourinho sebetulnya tak begitu menginginkan Paul Pogba. Menurutnya, Mino Raiola, agen Pogba, adalah orang yang gemar menciptakan masalah. Namun, karena Pogba memiliki nilai jual, Woodward tak menggubris keberatan Mour. United pun akhirnya rela mengeluarkan uang sebesar 89 juta Pounds -- memecahkan rekor transfer dunia saat itu -- untuk mendatangkan Paul Pogba.
Dari situ, terutama menjelang Mourinho dipecat, hubungan Mourinho dan Pogba kemudian memburuk. Menurut teman dekat Mourinho, Mino Raiola adalah salah satu alasan di balik ketegangan itu: agen kelahiran Italia itu gemar “menghasut” para pemainnya untuk berbuat yang tidak-tidak.
“Ed benar-benar terlibat terlalu dalam dengan iblis ketika ia mulai berhubungan dengan Raiola,”ujarnya.
Menyoal transfer pemain, Woodward ternyata tidak hanya sekali berbeda pendapat dengan Mourinho. Pada awal musim ini, Mourinho menginginkan seorang pemain belakang baru. Tetapi, Woodward menolak dan beralasan bahwa tidak ada pemain belakang dengan harga yang cocok untuk dibeli. Merasa tidak mendapatkan dukungan, Mou pun melakukan protes: saat United bertandingan melawan Tottenham Hotspur, ia memainkan Ander Herrera sebagai salah satu bek tengah United.
Yang menarik, tanpa bantuan direktur sepakbola, kejadian seperti itu bukan tak mungkin menimpa Solskjaer.
Sejauh ini United memang sudah menunjukkan usaha mencari direktur sepakbola. Peter Schmeichel, Edwin van der Sar, hingga kepala pemandu bakat United, Marcel Bout, menjadi bidikan. Tetapi, menurut Gary Neville, jika Setan Merah ingin kembali meraih kesuksesan, United tak bisa asal-asalan dalam memilih orang.
“Dia [Solskjaer] butuh struktur dan orang-orang berkualitas di sekelilingnya yang dapat memastikan United memiliki kelebihan dalam merekrut pemain. Itu penting. Ia tidak akan sukses di United kecuali klub mampu mendapatkan orang-orang tepat, yang selalu berada di sekitarnya pada saat bursa transfer, untuk mendapatkan pemain yang benar-benar ia butuhkan,” tutur Gary Neville.
Pendapat Neville itu tentu ada benarnya. Apa yang terjadi di Liverpool belakangan ini jelas bisa menjadibuktinya.
Penampilan menanjak Liverpool dalam beberapa tahun terakhir tak lepas dari peran direktur sepakbola mereka,Michael Edwards. Mulai bekerja di Liverpool pada tahun 2016 lalu, Edwards adalah bekas pemain yang terkenal jago dalam menilai kemampuan seorang pemain. Dari sana, Liverpool kemudian mengatur kebijakan khusus menyoal transfer pemain.
Edwards tak akan membeli pemain apabila pelatih Liverpool tidak menginginkannya. Namun, apabila pelatih menginginkan seorang pemain, tapi klub keberatan untuk membayarnya, keputusan untuk mendatangkan pemain itu ada ditangan Edwards. Ia kemudian akan melakukan hitung-hitungan untuk menilai apakah pemain tersebut memang sesuai dengan kebutuhan tim.
Maka, tanpa peran Edwards, Jurgen Klopp, pelatih Liverpool, barangkali tidak akan pernah mampu memiliki Virgil van Dijk dan Alisson, dua bintang Liverpool yang harganya kelewat mahal.
Baca juga artikel terkaitSEPAKBOLAatau tulisan menarik lainnyaRenalto Setiawan