Mengenal Lambda, Varian Baru Covid-19 yang Dipercaya Lebih Ganas

pada 3 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Ilustrasi (Foto: CDC / Unsplash)

Uzone.id- Varian terbaru Covid-19 telah ditandai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan nama Lambda, dan ditemukan sedikitnya di 27 negara.

Varian Lambda tersebar luas di seluruh Amerika Selatan. Virus ini pertama kali muncul di Peru pada Agustus 2020. Setelah itu banyak kasus Covid-19 terkait varian Lambda.

Lambda sempat kurang mendapat penelitian karena Eropa bertempur melawan varian Delda. Namun, Lambda menjadi 'varian yang menarik' oleh WHO, yang berarti telah diidentifikasi sebagai penyebab penularan atau sudah terdeteksi di banyak negara, seperti dilansir dariEuronews.com.

Dominan di Peru

Lambda menyumbang hampir 82 persen dari sampel kasus virus corona yang dilaporkan selama Mei dan Juni menurut Pan American Health Organization (PAHO).

Penasihat Regional PAHO untuk penyakit virus yang muncul, Jairo Mendez, mengatakan pada 30 Juni bahwa penyakit tersebut terdeteksi di delapan negara di Amerika Latin dan Karibia, "tetapi secara sporadis di sebagian besar negara."

BACA JUGA:Fakta Mutasi Covid-19: Varian Alpha, Beta, Gamma, Delta, Kappa

Meskipun jelas merupakan strain yang dominan di Peru, di Chili ia menyumbang lebih dari 31 persen sampel dari Mei dan Juni.

Mendez mengatakan bahwa belum ada bukti yang jelas bahwa itu adalah virus yang lebih menular.

"Kemungkinan kemampuan transmisi ditingkatkan. Ini adalah fenomena yang tidak dipelajari dan didokumentasikan dengan baik, dan kami tidak dapat melakukan perbandingan antara varian lain seperti Gamma dan Delta.

Dia menegaskan bahwa upaya pengendalian epidemi adalah pengendalian dan pengurangan penularan.

Public Health England di Inggris baru-baru ini melaporkan beberapa kasus yang disebabkan oleh Lambda telah terdeteksi di negara tersebut, dan dikenali sebagai "potensi peningkatan penularan atau kemungkinan peningkatan resistensi terhadap antibodi penetral."

Namun, dikatakan bahwa perlu lebih banyak lagi penelitian.

Sebuah studi NYU Grossman School of Medicine yang diterbitkan pada 3 Juli menyarankan vaksin sebenarnya efektif terhadap varian Lambda.

Eropa Melawan Delta

Kemunculan varian Lambda muncul di Eropa di tengah pertempuran dengan varian Delta, yang pertama kali ditemukan di India. Varian Delta sempat diingatkan oleh WHO akan menjadi dominan pada Agustus.

Varian Delta diyakini bermutasi hingga memudahkan virus penyebab Covid-19 itu menempel pada sel-sel dalam tubuh manusia.

Ini berarti Delta menyebar lebih mudah daripada asli, dan karena itu punya potensi lebih besar untuk menyebabkan wabah.

Belum diketahui apakah varian Delta membuat orang lebih sakit, dan penelitian tentang hal ini sedang dilakukan.

Menurut ahli, 70 persen populasi dunia perlu divaksinasi terhadap virus corona untuk kekebalan kawanan (herd immunity) global.

Pada akhir Juni, sekitar 10,4 persen populasi dunia telah divaksinasi, di mana negara-negara berpenghasilan rendah hanya menyumbang 0,9 persen.

Di banyak negara berkembang, bahkan petugas kesehatan atau perawat belum mendapat vaksinasi.

Lambda Belum Ancam Indonesia

Kepala Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono juga telah berbicara mengenai varian Lambda. Menurutnya, Lambda pertama kali ditemukan di Peru

Miko mengatakan, varian Lambda menjadi masalah karena penularannya yang cepat.

"Lambda berbeda dengan B1617.2 dan B1617.1 beda variannya karena yang titik dua dan satu ini masuk ke varian top of concern," kata Miko, seperti dilansir dariLiputan6.com.

Menurutnya, varian Lambda termasuk kategori varian of interest dan masih akan terus bermutasi. "Masih ada potensi untuk bermutasi lagi dan Lambda masih di kategori itu."

Dia menjelaskan, varian Lambda saat ini belum ditemukan di Indonesia. "Jadi belum jadi ancaman," kata dia.

Varian Delta di Indonesia

Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI menunjukkan data pada 6 Juli 2021 bahwa terdapat 553 kasus varian baru virus corona di Indonesia.

Jumlah itu merupakan varian baru virus corona, yakni Alpha, Beta, Delta, Eta, Iota, dan Kappa.

Varian Delta paling mendominasi di Indonesia dengan 436 kasus. Varian Beta di urutan kedua dengan 57 kasus, 51 Alpha, 5 Eta, 2 Kappa, dan 1 kasus varian Iota.

Kepala Pusat Genom Nasional Lembaga Eijkman Safarina G Malik mengatakan, dominasi varian Delta ini disebabkan karena varian ini memang jauh lebih mudah menular dibandingkan dengan yang lainnya.

"Tren dominasi varian Delta ini juga terjadi di negara lain, seperti di Inggris dan Amerika Serikat,” ujar Safarina.

Varian Delta tersebar di sembilan provinsi di Indonesia dengan 436 kasus. DKI Jakarta menempati urutan tertatas dengan 195 kasus, berikutnya Jawa Barat 134 kasus, Jawa Tengah 80 kasus, Jawa Timur 13 kasus, Banten 4 kasus, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur masing-masing 3 kasus, dan 1 kasus di Gorontalo, seperti dilansir dariKompas.com.