Mengenal Peper, ‘Ajang Perjodohan’ Anak Tarakanita dan Pangudi Luhur

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Banyak orang bilang, menjadi pelajar di sekolah homogen itu enggak seru. Alasannya, kesempatan buat berteman dan mengenal lawan jenis jadi lebih sulit dan terbatas.

Namun rasanya, hal itu sudah jadi anggapan kuno. Sebab, para pelajar di sekolah homogen tersebut selalu punya banyak cara untuk bersenang-senang, termasuk bergaul dengan lawan jenis.

Mungkin enggak semua orang tahu, bahwa ada dua sekolah homogen di Jakarta yang para pelajarnya kerap mengadakan ajang pertemuan antarpelajar. Adalah SMA Tarakanita 1 (Tarki) dan SMA Pangudi Luhur (PL) yang menamai tradisi pertemuan ini ‘Peper’.

Tidak diketahui jelas sudah sejak kapan Peper ini dilaksanakan. Menurut SK, salah satu alumni Tarki, Peper ini telah ada dari sekitar 2007 atau mungkin lebih lama lagi. Namun yang jelas, Peper yang dikenal sebagai ajang pertemuan para junior di Tarki dan PL ini kemudian juga menjadi semacam ajang perjodohan bagi kedua pelajar dari sekolah tersebut.

Meskipun banyak yang menampik anggapan perjodohan ini, nyatanya ada juga pasangan yang akhirnya berpacaran setelah menghadiri Peper tersebut. MA, salah satu alumni PL menyebut, salah satu temannya ada yang hingga sekarang masih berpacaran berkat Peper.

Tak hanya itu, KT, salah satu alumni Tarki pun menceritakan bahwa teman yang satu angkatan dengannya juga ada yang langgeng berpacaran sejak dari Peper.

“Intinya mereka kenal gara-gara keduanya jadi model di kartu invitation buat Peper gitu deh. Terus mereka juga masih pacaran sampai sekarang,” tuturnya.

Mengusung konsep blind date

MA menjelaskan bahwa konsep dari Peper ini tak jauh berbeda dari prom night. Yang membedakannya hanyalah tidak adanya ballroom untuk berdansa.

“Biasanya sih di Peper ada band performance, mirip-mirip prom night gitu. Tetap ada dresscodenya juga. Cowok-cowok pake suit and tie, pantofel, --ini kan ajang buat ketemuan, jadi casual gitu tapi tetap rapi,” terangnya.

Tradisi yang memang rutin diadakan tiap tahun itu, mewajibkan para junior (kelas 10) untuk datang dan menjadikan anak kelas 11 sebagai panitia. Nah, yang memilih kelas 11 sebagai panitia adalah senior mereka kelas 12. Begitu seterusnya untuk generasi selanjutnya.

Untuk pemilihan pasangan pun, panitia dari kedua sekolah (Tarki dan PL) yang memilih secara acak untuk dipasangkan satu sama lain. Namun ada juga beberapa peserta yang bisa request untuk hadir bersama seseorang dari Tarki atau PL yang sudah dia kenal pada panitia.

Pengumuman dengan siapa mereka akan pergi ke Peper pun nantinya akan diberi tahu panitia secara langsung tanpa perantara apapun.

“Pemberitahuannya dikasih tahu lewat ngobrol langsung, enggak pake medsos dan apa-apa jadi panitia internal punya database sendiri,” ungkap MA.

Nyatanya, enggak semua pelajar suka dengan ajang ‘perjodohan’ ini. Ada juga yang memilih untuk kabur, seperti yang dilakukan KT dan teman-temannya.

“Gue sih dulu kabur sama temen-temen gue. Apa sih, awkward banget acaranya enggak penting juga lagian,” ujar KT.

Acara fancy yang ‘terstruktur’

Setiap tahunnya, acara Peper diselenggarakan di tempat dan dengan tema yang berbeda pula. Bisa dibilang, acara Peper tersebut merupakan ajang pertemuan yang cukup fancy untuk ukuran anak SMA. KT mencoba mengingat-ingat, saat Peper angkatannya berlangsung, acara tersebut dilaksanakan antara di Planet Hollywood atau Hard Rock Cafe.

Saat zaman kakaknya, --yang juga bersekolah di Tarki, acara Peper tersebut berlangsung di sebuah resto di daerah Pondok Indah.

Namun, untuk mengikuti acara Peper ini semua yang terlibat dan datang harus dikenakan biaya yang sudah ditentukan kisaran biayanya.

Walau sudah berlangsung secara turun temurun seperti sebuah tradisi antara anak Tarki dan PL, nyatanya Peper dilangsungkan tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Menurut SK, dia enggak tahu betul apakah pihak sekolah memang sudah tahu menahu soal Peper ini kemudian membiarkannya, atau memang enggak tahu sama sekali. Yang jelas, acara ini hanya dijalankan oleh para pelajar kedua sekolah tersebut saja.

“Aku kurang tahu pihak sekolah tahu dan melarangnya apa enggak. Tapi, ya, kita diam-diam sih ngejalanin acara itu,” kata SK.

Meski begitu, menurut MA, acara Peper tidak melanggar wewenang dan menyalahi aturan dari sekolah masing-masing. Karena acara ini memang sudah berlangsung turun-temurun dan justru mampu menyatukan keakraban antar kedua belah pihak sekolah.

“Acara Peper ini kan memang ada pengurusnya masing-masing dari Tarki dan PL. Merekalah yang membahas Peper ini mau kayak gimana, tapi yang jelas sih ini bukan acara dari pihak sekolah,” pungkasnya.