Mengenal Tradisi Toron, Mudik Spesial ala Orang Madura saat Idul Adha

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Madura kaya akan budaya dan tradisi. Salah satunya yaitu saat Idul Adha terdapat tradisi 'Toron' atau pulang kampung.

Tidak seperti masyarakat Indonesia pada umumnya.

Jika diluar Madura, Tradisi mudik hanya pada momentum Idul Fitri, dan hajatan tertentu. Di Madura saat Idul Adha juga ada tradisi mudik, namun disebut dengan tradisi 'Toron'.

Abrari Alzael, Budayawan Madura, mengungkapkan, Tradisi Toron di Madura ada dua. Satu Toron (Turun ke bawah), yang kedua Toron Tana (Turun ke tanah).

Tradisi toron khas Madura [Suara.com/M.Madani]

Toron (bahasa Madura) artinya Turun, Turun bagi orang madura bermakna Turun ke bawah, artinya orang madura yang sedang merantau, menikah, bekerja ke luar daerah, maka mereka akan mudik atau pulang ke kampung halamannya.

"Jadi mudik di Madura itu, tidak hanya Idul Fitri saja, Tapi saat Idul Adha, Maulid Nabi, Hajatan, Famili Haji, Lahiran, kemudian ketika ada keluarga yang Wafat maka orang madura yang sedang merantau pasti pulang kampung," kata Abe sapaan akrab Abrari.

Mereka pulang ke kampung halamannya tiada lain untuk bersilaturahmi dan berkumpul dengan keluarganya masing-masing.

Hal ini dilakukan oleh orang madura agar dapat membangun kembali tali persaudaraan demi terciptanya kekeluargaan yang erat dan mesra.

"Jadi saat Idul Adha dan momentum lainnya warga di empat Kabupaten di Madura, mulai Semenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan pasti mudik," terang Abe yang dikenal sebagai Penyair saat mengenyam bangku kuliah di Yogyakarta.

Dikatakan Abrari, Tradisi toron bagi orang Madura merupakan suatu keharusan apabila bekalnya cukup. seperti memiliki kesempatan waktu untuk pulang, memiliki ongkos atau transport, dan kondisinya dalam keadaan sehat.

"Jadi selagi bisa, mereka pasti pulang ke kampungnya," ungkapnya, kepada suara.com. Minggu, (11/8/2019.

Selain bersilaturahmi, dalam tradisi toron biasanya juga diisi dengan nyekar atau nyalase (datang ke kuburan mendoakan para pendahulu). Biasanya hal ini dilakukan oleh warga madura saat usai melaksanakan sholat Idul Adha. 

Tradisi toron khas Madura [Suara.com/M.Madani]

Mereka bersama anak putunya berbondong-bondong datang ke kuburan untuk mendoakan para almarhum yang telah mendahuluinya dengan harapan para sesepuh yang sudah meninggal dunia mendapatkan belas kasihan dari Allah SWT serta syafaat dari Rasulullah.

Sementara Toron Tana atau Turun ke tanah adalah tradisi ritual bagi masyarakat Madura sebagai tanda bahwa seorang bayi sudah dibenarkan dapat menyentuh tanah pertama kali. Biasaya saat bayi berumur 7 bulan atau saat bayi belajar merangkak.

Dalam hal ini biasanya warga madura, mengundang seorang ustadz atau guru ngaji, sanak familinya, dan tetangga sekitar, agar anaknya yang akan memulai menginjakkan kakinya ke bumi dapat disaksikan oleh banyak orang.

"Sebelum itu, ada banyak hal yang perlu disiapkan oleh orang tua, seperti kue, air komkoman (air yang dituangkan kedalam mangkuk, dimana didalamnya terdapat tujuh jenis bunga)," ujar Abe.

Kemudian anak atau bayi yang hendak toron tana dibawa ke hadapan para undangan tepatnya di depan ustadz yang akan memimpin barzanji dan doa. Setelah selesai, kemudian diperlihatkan sejumlah benda-benda yang akan menjadi kebutuhannya sehari-hari kelak, seperti Al-qur'an, tasbih, sisir, cermin, bedak, bolpen, buku, beras, jagung, dan benda-benda lainnya.

Menurut kepercayaan masyarakat, jika anak mengambil Al-Qur’an, maka ketika dewasa dia akan menjadi seorang yang senang membaca atau Al-Qur’an. Jika anak tersebut mengambil beras atau jagung ketika dewasa dia akan menjadi petani yang profisional dan handal. 

Jika anak tersebut mengambil sisir atau cermin, anak tersebut akan menjadi anak yang suka bersolek. Jika dia mengambil tasbih ketika dewasa dia akan menjadi orang kiyai atau nyai atau orang yang senang berzikir. Dan jika dia mengambil buku atau bolpen, dia akan menjadi seorang yang terpelajar.

 

 

Berita Terkait: