Menggali Surga Dinosaurus di Afrika Selatan

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Selama ini benua Afrika hanya dipandang sebagai arena wisata alam, khususnya untuk kegiatan safari. Berbagai hewan eksotik memang menghiasi benua hitam hitam ini, sebut saja Gajah, Kuda Nil, Singa Cheetah, Babon Mandril, dan masih banyak lagi.

Namun jarang yang mengetahui jika di Afrika, khususnya di bagian selatan, adalah surga bagi para peneliti fosil. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai surga bagi para dinosaurus.

Peneliti dari Universitas Witwatersrand di Johannesburg, Jonah Choiniere, sedang asik menggali fosil nenek moyang buaya yang diperkirakan hidup 200 juta tahun yang lalu.

Ia dan timnya sudah menyusuri jejak reptil purba ini selama tiga tahun, dan akhirnya pekerjaan ini menuntunnya ke sebuah kawasan pertanian di Rosendal.

"Pada tahun 2015, seorang mahasiswa saya menemukan fosil tulang. Kemudian saat kami menelitinya, fosil itu belum pernah dilihat sebelumnya," ujar Jonah, seperti yang dikutip dari AFP, Rabu (24/10).

Ia paham jika penemuan ini akan berujung pada tugas berat. Hal itu akhirnya terbukti dari apa yang masih ia lakukan hingga saat ini, menggali sebuah fosil reptil purba yang belum pernah ditemukan sebelumnya alias spesies yang langka.

Menurutnya hewan ini adalah karnivora yang menguasai daratan, bahkan air.

"Saya membayangkan (hewan) ini seperti buaya yang padukan dengan raptor. Karena jika ditilik dari tulangnya, hewan ini bisa berdiri dan memiliki taring yang besar," ujarnya

"Satu yang pasti, hewan ini sangatlah mengintimidasi."

Sejak itu, Afrika Selatan menjadi destinasi utama bagi para 'pencari' dinosaurus.

Para pakar bahkan mengatakan jika Benua Afrika adalah tempat idela untuk mempelajari fase transisi era Triassic dan Jurassic.

Sekitar 66 persen dataran di Afrika Selatan menyimpan fosil, satu dan lainnya bahkan saling berhubungan.

"Ini adalah surganya dinosaurus. Saya merasa tidak akan mampu menyelesaikan penelitian tentang dinosaurus di Afrika Selatan, sampai akhir hidup saya," ujar salah seorang pakar fosil, Cebisa Mdekazi.

Berita Terkait