Menyapa Stefano Lilipaly, Mendengarkan Kisahnya di Piala AFF 2018
Langkah santai ditapaki Stefano Lilipaly menuju ruang ganti Stadion Madya, Senayan, Jakarta Pusat. Kamis (22/11/2018) pagi, penggawa Bali United itu baru saja melakoni sesi latihan bersama rekan-rekannya di Timnas Indonesia.
Transisi dari menyerang ke bertahan menjadi menu yang dijalaninya selama 60 menit sejak pukul 07:30 WIB. Setelah bersalin pakaian, Stefano berjalan ke arah bus Timnas yang sudah menanti di pelataran stadion.
Di sela-sela pintu masuk, Stefano sempat merenung saat pemain lainnya saling melempar canda. Setelahnya, dia membuka pintu yang sempat tak tertutup rapat itu.
Wajar apabila Fano, sapaan karibnya, tak banyak bercakap. Sejak hajatan Piala AFF 2018 ini bermula pada 9 November lalu, ia memang belum sekali pun berbicara dengan awak pewarta berita.
Sempat dalam suatu kesempatan, para pewarta mengajaknya untuk berbincang ringan, tepatnya sebelum berangkat ke Thailand pada 15 November lalu. Namun, dengan santun Fano menolaknya. Kali ini, situasinya berbeda. Dihadapkan pada keadaan kurang menyenangkan, Fano akhirnya buka suara.
"Tentu saja saya merasa sangat sedih dan kecewa dengan hal ini, tapi inilah yang terjadi dalam sepak bola. Dari hal ini kami harus belajar, di mana kami berusaha segalanya tapi kami tidak beruntung. Kami sekarang sudah selesai dan perlu fokus dengan masa depan dengan belajar dari pengalaman ini,'' kata Fano.
Apa yang diucapkan Fano itu merujuk pada hasil yang dicapai Timnas Indonesia di Piala AFF 2018. Hasil imbang 1-1 yang didapatkan Thailand dan Filipina kala berlaga Rabu (21/11) malam memastikan kegagalan Indonesia melaju ke fase gugur.
Dengan tambahan satu poin, Filipina dan Thailand telah mengoleksi 7 poin. Raihan itu tak mungkin dikejar Timnas lantaran poin maksimal yang bisa diraih cuma 6 angka.
Selanjutnya, Timnas Indonesia akan bersua Filipina pada Minggu (25/11) mendatang. Bermain di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), di hadapan publik sendiri, seharusnya bisa menjadi keuntungan bagi 'Garuda'. Akan tetapi, bisa diprediksi bahwa dukungan tak akan seramai biasanya.
Prediksi itu bisa saja salah dan bisa saja benar. Namun, Fano tak terlalu memikirkan hal itu. Di benaknya, yang ada cuma fokus merampungkan turnamen.
''Masih ada satu pertandingan lagi dan kami ingin mengakhirinya dengan perasaan yang bagus. Meski kami tak lolos ke semifinal, kami ingin memenangi pertandingan berikutnya. Tidak peduli siapa yang bermain, kami ingin menang untuk diri kami sendiri, untuk pelatih, dan untuk masyarakat Indonesia. Itu hal terakhir yang bisa kami lakukan. Semoga kami mengakhirinya dengan kemenangan,'' ucap Fano.
Terhentinya langkah Timnas Indonesia memang disebabkan oleh sederet faktor. Yang paling kentara dari itu semua adalah transisi kepelatihan dari Luis Milla ke Bima Sakti.
Memang, komposisi pemain yang dibawa arsitek asal Balikpapan itu tak banyak berubah. Bahkan, aroma Milla masih kental terasa. Namun, lagi-lagi Fano memiliki pandangan lain. Dia lebih tertarik merinci bagaimana situasi perjalan timnya, bukan melemparkan kritik.
''Persiapan kami bagus, pelatih kami pun juga bagus. Kami begitu antusias dan saya pikir melihat permainan yang kami berikan kami layak untuk bisa mendapatkan yang lebih baik, terutama saat menghadapi Thailand," katanya.
''Kami bermain bagus di babak pertama, mereka mendapatkan dua gol karena keberuntungan dari tendangan sudut dan situasi tendangan bebas. Itu yang membuat semua menjadi buruk. Mereka beruntung karena kami bermain lebih baik. Mereka bermain di kandang tapi kami sebenarnya bermain lebih baik daripada Thailand.''
''Inilah yang terjadi, mereka menang, dan kami terlihat tidak bermain bagus. Padahal, sebenarnya kami bermain bagus di babak pertama. Inilah sepak bola seperti yang saya katakan dan kami harus belajar serta fokus ke pertandingan berikutnya untuk mengakhirinya dengan perasaan yang lebih baik,'' tutup Fano.