Meraba Alasan Sebenarnya Zidane Mundur dari Real Madrid
Hanya lima hari setelah memastikan meraih trofi Liga Champions ketiganya berturut-turut, Zinedine Zidane mengejutkan dunia sepak bola. Ia mengumumkan pengunduran dirinya sebagai manajer Real Madrid, meskipun dikontrak hingga 2020.
Walaupun Los Blancos menyelesaikan musim di Eropa dengan sempurna, tidak demikian di kancah domestik. Madrid mengalami pasang surut dan mengakhiri musim 2017/2018 dengan mengecewakan, finis ketiga di La Liga dan tersingkir di Copa del Rey.
Dalam konferensi pers, Kamis (31/5), Zidane mengaku mundur karena merasa tak bisa terus mempertahankan performa Madrid jika ia bertahan. Ia merasa, Madrid lebih baik mencari pengganti demi penyegaran.
Terlepas dari itu,ASmencoba mengupas sejumlah alasan yang mungkin menjadi penyebab sebenarnya di balik keputusan Zidane berhenti menangani Los Blancos:
Misi selesai: Tiga Liga Champions dalam tiga tahun
Dalam dua setengah tahun menjadi pelatih, Zidane telah memenangkan sembilan gelar. Ia percaya bahwa arah baru, jalan baru dan mungkin beberapa pemain baru diperlukan untuk klub agar mempertahankan tingkat kesuksesan ini.
Mengetahui betapa sulitnya mempertahankan tim pada level ini dari tahun ke tahun, dia memutuskan untuk pergi saat tengah di puncak dan dapat membanggakan satu gelar Liga, rekor tak terkalahkan di Eropa dan dua Piala Dunia Antarklub.
Beberapa pelatih Real Madrid telah meninggalkan konferensi pers terakhir mereka di Valdebebas untuk tepuk tangan meriah. Zidane merasa ini adalah waktu yang tepat untuk pergi dan pergi dengan reputasinya dengan utuh.
Kesulitan bersaing di Liga dan Copa del Rey
Tereliminasi dari Copa del Rey di tangan Leganés seperti diakui Zidane penegasan bahwa performa timnya di La Liga musim lalu bukan sekadar nasib buruk. Untuk pertandingan melawan Leganés, Zidane meninggalkan beberapa starter reguler di bangku atau tribun.
Tetapi para pemain yang memulai pertandingan tidak memenuhi harapannya. Kinerja yang kurang bersemangat menegaskan bahwa hasil imbang melawan Numancia dan Fuenlabrada pada putaran sebelumnya bukan hanya nasib jelek, tetapi merupakan bukti masalah nyata di tim. Zidane melihat bahwa rasa puas diri telah muncul dan pesannya tidak sampai kepada para pemainnya.
Para pemain starter merasa bahwa mereka berhak atas tempat mereka, sementara mereka yang di bangku cadangan tidak memberikan apa yang diharapkan Zidane. Tetapi alih-alih menciptakan ketegangan dan memberikan hukuman, Zidane meminta persatuan dan membuat timnya fokus pada apa yang tersisa, yakni bertempur habis-habisan di Eropa.
Baca juga: Zidane Telah Buat Keputusan Terbaik Mundur dari Madrid
Masa depan Ronaldo dan Bale yang tak pasti
Baik Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale membuat komentar setelah final Liga Champions yang menimbulkan keraguan atas masa depan mereka di klub. Ronaldo karena alasan keuangan, Bale untuk waktu bermain lebih banyak. Zidane tentu menyadari perasaan kedua pemain.
Tapi dari keduanya, sikap Bale akan lebih mengkhawatirkannya. Kepedulian Ronaldo semata-mata berkaitan dengan bisnis, sedangkan Bale harus turun ke manajemen tim dan seleksi pemain.
Rencana transfer Florentino tanpa persetujuan Zidane
Manajer dan presiden klub telah mempertahankan hubungan yang baik. Namun hubungan itu memburuk sebagai akibat dari rencana transfer yang dibuat Florentino Perez tanpa persetujuan Zidane. Saat Perez berusaha mendatangkan kiper Kepa Arrizabalaga, Zidane secara terbuka membela Keylor Navas.
Zidane mengambil sikap yang sama ketika nama-nama baru (terutama Robert Lewandonski) dikaitkan dengan klub sebagai kemungkinan pengganti Karim Benzema. Juga datang deklarasi ketertarikan Perez kepada Neymar, yang tidak hanya membuat marah Ronaldo, melainkan juga Zidane. "Saya belum meminta Neymar," kata Zidane tegas saat ditanyakan perihal kabar tersebut.
Sederet trofi yang tak dihargai
Zidane tampaknya kecewa dengan fakta pada pertengahan musim sejumlah media mulai menyebut posisinya dipertanyakan. Padahal, ia sudah mempersembahkan delapan trofi untuk Madrid. Nama Joachim Loew dan Mauricio Pochettino disebut-sebut sebagai kuat.
Saat itulah Zidane tahu bahwa semua prestasi yang ia capai dalam waktu yang singkat tak berarti apa-apa. Posisinya bergantung pada satu hasil sederhana: memenangkan Liga Champions.
Dia merasa tidak dihargai di ruang direksi seperti penghormatan yang ia terima di ruang ganti Madrid. Hal ini menyebabkan rasa stres dan kekecewaan, yang mungkin telah menggoyahkannya untuk membuat keputusan mengakhiri karier kepelatihannya di Santiago Bernabeu.