Merger Tri-Indosat Disahkan Pemerintah, Pengamat Singgung UU Ciptaker
Foto: Unsplash
Uzone.id-- Dua operator seluler Indonesia, 3 Indonesia (Tri) dan Indosat Ooredoo resmi bersatu dengan nama baru, yakni Indosat Ooredoo Hutchison (IOH). Setelah disahkan pemerintah, hal ini memantik pengamat telekomunikasi untuk menyinggung UU Cipta Kerja.
Executive Director Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan merger Tri dan Indosat ini diharapkan dapat menjamin keberlangsungan bisnis telekomunikasi di Indonesia.
“Bisnis telekomunikasi di Indonesia memang agak berat dalam satu dekade ini. Tentunya aksi merger ini diharapkan sudah mempertimbangkan kompetisi yang sehat antar penyelenggara telekomunikasi di Tanah Air,” ungkap Heru saat dihubungiUzone.id, Selasa (9/11).
Di sisi lain, Heru kemudian menyinggung merger yang sebelumnya dilakukan oleh XL Axiata dan Axis Telekom Indonesia beberapa tahun silam. Ia mengaku, tidak ada bedanya aturan yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap merger XL-Axis dan Tri-Indosat setelah adanya UU Cipta Kerja.
Baca juga:Tri-Indosat Merger, Kominfo Beri 3 Syarat
“Apa yang terjadi saat ini sama dengan saat merger XL Axiata dan Axis Telekom Indonesia, ini memberikan tanda bahwa UU Cipta Kerja nyaris belum memberikan perubahan signifikan dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Apa yang diputuskan saat ini tentu akan menjadi preseden atau patokan bilamana operator telekomunikasi lain akan merger ke depannya,” sambungnya.
Pernyataan Heru tersebut mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah terkait pengembalian pita frekuensi 5MHz yang harus dipenuhi Tri-Indosat. Pun ketika XL merger dengan Axis juga perusahaan ini harus mengembalikan pita frekuensi mereka kepada negara.
Konsolidasi yang terjadi pada Tri dan Indosat ini posisinya setelah UU Cipta Kerja sudah ditetapkan, dan Heru melihat bahwa perusahaan gabungan ini seharusnya dapat menggunakan semua frekuensi yang sebelumnya dialokasikan kepada Tri dan Indosat.
“Jadi tidak ada bedanya masa sebelum kita punya Ciptaker dan sesudah Ciptaker, dalam kaitan merger di sini. Dalam UU Ciptaker tidak ada [aturan soal pengembalian frekuensi ke negara], tapi dalam aturan turunan UU Ciptaker dibuat kewenangan Menkominfo untuk mengevaluasi frekuensi. Semoga ke depannya semua harus diperlakukan sama,” tutupnya.
Baca juga:Penjelasan Soal Pengembalian Frekuensi 5MHz Tri-Indosat
Seperti diketahui, pengesahan merger ini diumumkan oleh Dirjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ismail pada Senin (8/11). Ia mengatakan persetujuan prinsip penggabungan antara Tri dan Indosat telah ditandatangani Menkominfo Johnny G. Plate pada Jumat, 5 November 2021.
Tim evaluasi Kominfo memberikan kewajiban dua perusahaan ini untuk mengembalikan dua frekuensi, yaitu 5MHz x 2, yakni 10MHz dari total 145MHz yang harus dikembalikan dari band 2,1GHz. Sehingga sisanya 135MHz yang dapat digunakan oleh IOH.
Dari penjelasan Ismail, pengembalian pita frekuensi 5MHz x 2 yang harus dipenuhi dalam tempo maksimal satu tahun ini bertujuan untuk keseimbangan industri telekomunikasi di Indonesia.