MOVIE REVIEW: X-Men Apocalypse yang Perpanjang ‘Mitos’

pada 8 tahun lalu - by

Sebagai salah satu pelopor kesuksesan film-filmsuperheroHollywood era milenium,franchiseX-Menversi layar lebar terbukti sukses bertahan sampai 16 tahun. Bahkan, bisa dibilang semua film difranchiseini—di luar duaspin-off Wolverinedan Deadpool—masih melibatkan tenaga kreatif yang sama. Ini terutama berlaku bagi sineas Bryan Singer, yang kini kembali menyutradarai film terbarunya,X-Men: Apocalypse,film keenam sejak X-Men (2000) atau yang ketiga sejakreboot X-Men: First Class(2011).

Karena usiafranchise X-Menyang lumayan panjang, dalamApocalypsesudah tak banyak dijelaskan lagi apa itu yang disebut mutan—notabene manusia-manusia yang memiliki kekuatan super karena mutasi genetik alias ‘sudah dari sananya’, ataupun latar belakang sebagian tokoh yang sudah muncul di hampir setiap episodefranchiseini.Apocalypsebisa dibilang diuntungkan dengan bangunanuniverseyang sudah dimulai terutama dariFirst ClassdanX-Men: Days of Future Past(2014). Latar belakang universe kisah ini otomatis hanya ditampilkan sekilas diApocalypse.

Bila disimpulkan, semua film darifranchise X-Menbertumpu pada pembahasan tentang posisi mutan di antara manusia. Mutan umumnya ditakuti dan ditindas lantaran dianggap aneh dan berbeda. Dari sana timbul pertentangan pendapat dari dua mutan bersahabat, Professor Charles Xavier dan Erik Lensherr tentang bagaimana menyikapinya. Charles punya keyakinan manusia dan mutan bisa hidup berdampingan dengan damai asal ada saling pengertian. Erik lebih melihat bahwa manusia penindas mutan tak akan mengerti dan harus disingkirkan. Tema besar ini masih dijadikan dasar untukApocalypse.

Berlatar era 1980-an, kisahApocalypsemengambil waktu sekitar 10 tahun sejak akhir filmDays of Future Past.Keberadaan para mutan sudah jadi rahasia umum, terutama sejak upaya pembunuhan presiden AS oleh Erik Lensherr alias Magneto (Michael Fassbender) yang berhasil dicegah oleh sesama mutan, Raven alias Mystique (Jennifer Lawrence). Ini menjadi titik perubahan besar terhadap keberadaan mutan: para mutan lain tak lagi harus takut akan jati dirinya, dan manusia pun makin tahu cara menghadapi, mengatasi, bahkan mengontrol mutan. Ya, nyatanya manusia dan mutan belum bisa benar-benar hidup membaur.



PlotApocalypsesendiri digerakkan oleh kemunculan En Sabah Nur (Oscar Isaac)—yang dalam versi komiknya juga disebut dengan nama Apocalypse. Di awal film digambarkan bahwa En Sabah Nur menjadi sembahan bak dewa bagi penduduk Mesir kuno, karena memiliki berbagai kekuatan dahsyat. Ternyata, dia sebenarnya adalah sang mutan pertama di bumi, yang kerap mengambil berbagai kekuatan dari mutan lainnya dan mampu berumur panjang. Namun, sebuah pemberontakan dari tentara Mesir membuatnya terkubur di dasar sebuah piramida hingga ribuan tahun.

Sampai akhirnya, En Sabah Nur dibangkitkan lagi di tahun 1983 oleh sebuah kultus. Kebangkitannya pun menimbulkan petaka baru, karena ia ingin menghancurkan bumi yang dianggap telah menyimpang dari yang seharusnya, lalu membangun tatanan baru menurut kemauannya. Untuk mencapai tujuannya, ia merekrut empat mutan yang menjadikannya mutan terkuat: Storm (Alexandra Shipp), Psylocke (Olivia Munn), Archangel (Ben Hardy), dan Magneto.

Keadaan ini memaksa Professor Charles Xavier (James McAvoy) untuk bertindak. Ia masih percaya pada jalan damai, namun kekuatan En Sabah Nur yang dahsyat membuatnya kehabisan pilihan. Kehadiran kembali Mystique mendorong rekan-rekan dan anak-anak didik Charles untuk siap melawan En Sabah Nur demi kelangsungan bumi. Para personel X-Men senior seperti Hank McCoy alias Beast (Nicholas Hoult) dan Alex Summer alias Havoc (Lucas Till) bergabung dengan para mutan muda: Peter Maximoff alias Quicksilver (Evan Peters), Jean Grey (Sophier Turner), Scott Summers alias Cyclops (Tye Sheridan), hingga Kurt Wagner alias Nightcrawler (Kodi Smit-McPhee).



PERTAHANKAN TEMA BESAR X-MEN

Di antara film-filmsuperheroyang selama ini dibuat,X-Menmemang punya karakteristik tersendiri. Selain karena tokoh-tokoh berkekuatan supernya lebih banyak, bangunan cerita-ceritaX-Mentak sesederhana si baik melawan si jahat. Konflik-konflik yang ditampilkan hampir selalu berkaitan dengan perang prinsip, dan itu seringkali membuat tokoh yang tadinya baik bisa berbuat jahat dan sebaliknya—ini terutama terlihat pada Magneto dan Mystique sejakFirst Class.

Apocalypsetampaknya masih bergerak pada bingkai tersebut, bagaimana para mutan ini mencari jalan mana yang ingin dipilih, antara menguasai bumi atau melindunginya. Namun, agak berbeda dari film-film pendahulunya, film yang skenarionya dikerjakan Simon Kinberg ini kelihatan lebih menyorot ke sisi personal. Taruhannya masih keselamatan dunia, namun tak sepertiFirst Classyang berupaya mendorong para mutan untuk lindungi dunia, atauDays of Future Pastyang bertujuan mengubah persepsi terhadap kaum mutan, perubahan keadaan yang diupayakan diApocalypselebih condong pada Charles dan Mystique membuat Magneto berbalik dari kejahatan.

Angle ini sebenarnya mampu membuat film ini menjadi menarik, bahwa sekalipun dijejali dengan rangkaian aksi dan visual riuh rendah, serta pameran kekuatan para mutan secara bergilir, film ini berpegang pada sesuatu yang dekat dan sederhana, tentang dinamika hubungan antarkarakter ini. Akan tetapi, dari segi ide, kesederhanaan ini membuatApocalypsejadi tidak lebih kuat dari para pendahulunya. Apa yang diperjuangkan para X-Men di sini tak memberikan dampak perubahan sebesar dua film sebelumnya yang lebihprinciplebagiuniverse-nya.

Kemunculan En Sabah Nur yang seharusnya mahadahsyat jadi seolah kurang mengancam, hanya seorang penjahat yang harus dibasmi lalu selesai. Keberadaan sebagian tokoh mutannya pun jadi lebih banyak diam menunggu giliran disorot kamera ketimbang berbuat sesuatu yang signifikan—kecuali Magneto yang punya banyak momen menarik dan emosional. Tidak membantu juga bahwa film ini jadi terlalu panjang karena banyaknya potongan cerita yang ingin disampaikan dari karakter-karakternya yang cukup banyak itu, dan kurang berenerginya adegan laga pamungkasnya sekalipun didesain megah.

Meski demikian,Apocalypsetidak bisa dibilang gagal dalam melanjutkan bangunan ceritaX-Menversi layar lebar, memperpanjang ‘mitos’ tentangsuperheroyang disebut mutan tersebut. Apocalypse juga masih dihiasi oleh karakterisasi yang menarik sekalipun porsinya terbagi-bagi, baik dari tokoh lama, tokoh baru, maupun tokoh lama yang diperbarui, serta masuknya unsur humor yang bisa jadi melebihi film-film sebelumnya, yang membuat film ini tetap menghibur secara keseluruhan. Tidak memberi pengembangan yang hebat, tapi paling tidak film ini masih menunjukkan konsistensi tema yang selama ini diusung. Bukan filmX-Menyang kuat, tetapi bukan berarti lemah juga.